Mohon tunggu...
Nazwa Aulia Rahadian
Nazwa Aulia Rahadian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

43223010030 || S1 Akuntansi || Fakultas Ekonomi dan Bisnis || Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

30 Oktober 2024   19:27 Diperbarui: 30 Oktober 2024   19:27 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ranggawarsita dengan nama lengkap Raden Ngabehi Ranggawarsita adalah seorang filsuf jawa terkenal dan cukup berpengaruh pada eranya. Ia juga merupakan seorang pujangga keraton yang menggantikan kakeknya. Semasa hidupnya sebagai pujangga keraton, ia telah banyak menghasilkan karya-karya yang tidak hanya bersifat kesustraan saja, tetapi juga sebagai pemikir yang menyoroti berbagai aspek kehidupan, mulai dari unsur ilmu hukum, ekonomi, filsafat, sejarah kebatinan, kemasyarakatan dan lain sebagainya. Dalam pandangannya mengenai sejarah dan dinamika sosial, Ranggawarsita membagi perjalanan zaman menjadi tiga era utama: Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu. Setiap era ini memiliki karakteristik tersendiri yang menggambarkan kondisi masyarakat dari masa ke masa. Di antara ketiga era tersebut, Kalatidha menjadi sorotan karena disebut sebagai dimulainya "Zaman Edan" atau zaman yang penuh dengan keanehan dan kekacauan. Zaman tersebut, erat kaitannya dengan terperosoknya moral dan etik di lingkup pemerintahan dan kepemimpinan pada era itu. Era Kalabendhu sangat relevan dalam memahami fenomena korupsi di Indonesia saat ini. Di dalam era ini, tindakan korupsi dianggap sebagai bagian dari rusaknya moral pemimpin dan hilangnya integritas dalam pemerintahan. Menurut Ranggawarsita, Kalabendhu adalah puncak dari kerusakan sosial yang terjadi ketika kejujuran dan hukum tidak lagi dihargai. Dalam konteks ini, korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan gejala dari kemerosotan nilai-nilai sosial dan moral yang lebih mendasar.  Oleh karena itu, dengan melihat ketiga era tersebut kita akan membahas mengenai apa itu Tiga Era Rnggawarsita, Mengapa korupsi di anggap sebagai manifestasi di Era Kalabendhu, dan Bagaimana Korelasi Tiga Era Ranggawarsita dengan solusi terhadap Korupsi di Indonesia.

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Apa Itu Tiga Era Ranggawarsita?

Pada Era Ranggawarsita sebagai pujangga, ia memperkenalkan tiga era utama dalam prediksinya, yakni Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu. Agar kita mengetahui tentang tiga era tersebut, mari kita simak penjelasan berikut ini.

  1. Era Kalasuba adalah masa kemakmuran dan ketentraman. Di era ini, masyarakat hidup dalam kesejahteraan dan nilai-nilai kebaikan serta kebijaksanaan menjadi panduan dalam kehidupan. Hubungan sosial cenderung harmonis, dan rakyat merasakan stabilitas ekonomi maupun politik. Oleh karena itu, masa ini disebut Ranggawarsita sebagai masa di mana nilai-nilai luhur menjadi landasan dalam kehidupan, dan masyarakat hidup dalam kondisi yang makmur serta aman.
  2. Era Kalatidha menggambarkan masa penuh ketidakpastian, atau dikenal sebagai "zaman edan". Dalam Serat Kalatidha, Ranggawarsita menyebut bahwa pada era ini, orang-orang yang mencoba bertindak benar justru mengalami kesulitan. "Amenangi jaman edan," (Hidup di zaman gila) katanya, menggambarkan kehidupan penuh kebingungan di mana orang baik tersisih. Bagi Ranggawarsita, ini adalah masa kritis karena mereka yang ingin bertindak benar menghadapi dilema besar, mengikuti arus yang penuh kejahatan, atau menanggung risiko kelaparan dan keterasingan. Dalam kondisi seperti ini, korupsi mulai mengakar karena nilai kejujuran dan keadilan mulai ditinggalkan, digantikan oleh tindakan egois dan serakah.
  3. Era Kalabendhu adalah era kehancuran dan kemerosotan moral. Pada era ini, pemimpin dan pemerintahan kehilangan teladan, hukum menjadi lemah, dan masyarakat terjerumus dalam keegoisan dan kebobrokan moral. Masyarakat hanya bisa bertahan dengan menyesuaikan diri terhadap kenyataan pahit, atau menjadi korban dari keadaan. Era ini mencerminkan krisis sosial yang mendalam, ketika kejahatan, ketidakadilan, dan kehancuran struktur sosial semakin dominan.

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Mengapa Korupsi di Anggap sebagai Manifestasi di Era Kalabendhu?

Ranggawarsita menggambarkan era Kalabendhu sebagai suatu masa di mana terjadi kerusakan moral dan penurunan nilai yang memuncak. Dalam era ini, masyarakat menghadapi situasi yang dikenal sebagai "zaman edan", atau masa penuh kekacauan, di mana prinsip moral dan etika tergeser oleh ketamakan dan kepentingan pribadi. Fenomena korupsi dianggap sebagai manifestasi dari era Kalabendhu karena korupsi mencerminkan perilaku menyimpang yang merusak tatanan masyarakat, sebagaimana digambarkan oleh Ranggawarsita.

Tanda-Tanda Era Kalabendhu dalam Pandangan Ranggawarsita

Pada Era Kalabendhu menurut Ranggawarsita bukan hanya saja masa krisis moral, tetapi juga menandai kehancuran pemerintahan dan kepemimpinan. Berikut tanda-tanda dari era ini meliputi:

  1. Hilangnya Keteladanan Pemimpin: Ranggawarsita menyatakan bahwa dalam Kalabendhu, para pemimpin dan pejabat negara tidak lagi menjadi panutan. Ketika pemimpin kehilangan kejujuran dan kebijaksanaan, rakyat tidak lagi memiliki sosok yang bisa diandalkan sebagai contoh moral. Ini menyebabkan hukum dan kebijakan publik dibuat untuk kepentingan kelompok tertentu, bukan  manfaat baik untuk umum.
  2. Kemerosotan Moral Masyarakat: Dalam Serat Kalatidha, Ranggawarsita menyebutkan bahwa "orang baik dan jujur disingkirkan." Situasi ini menggambarkan bagaimana kebenaran dan nilai-nilai luhur tidak lagi dihargai. Ketika kejujuran dianggap sebagai kelemahan, dan korupsi menjadi norma yang diterima.
  3. Meningkatnya Egoisme dan Ketidakadilan: Kalabendhu adalah masa di mana orang berusaha mengeruk keuntungan pribadi tanpa mempedulikan dampaknya terhadap masyarakat. Oleh karena itu, Ranggawarsita menggambarkan bahwa bencana yang timbul bukan hanya dari luar, tetapi dari perilaku manusia itu sendiri. Kesejahteraan bersama diabaikan, dan ketidakadilan merajalela karena orang lebih peduli pada kepentingan mereka sendiri.
  4. Kerusakan Tata Sosial dan Hukum: Ranggawarsita juga menyebutkan bahwa di era ini, tata aturan yang mengatur kehidupan masyarakat mulai kehilangan kekuatannya. Hukum tidak lagi dijadikan sebagai alat keadilan, tetapi sebagai instrumen untuk melindungi dan memperkaya diri. Dalam situasi di mana aturan dan norma kehilangan fungsinya, korupsi tumbuh subur karena pengawasan dan penegakan hukum lemah.

Korupsi dalam pandangan Ranggawarsita adalah bukti nyata dari perubahan dalam jiwa manusia yang dipengaruhi oleh kekuasaan dan keserakahan. Tindakan ini bukan sekadar kejahatan finansial, tetapi merupakan cerminan dari kebobrokan yang menggerogoti tatanan sosial. Korupsi menggambarkan hilangnya integritas dan komitmen terhadap kebenaran, sesuatu yang menjadi inti dari kritik Ranggawarsita dalam menggambarkan era Kalabendhu. Sehingga, berikut beberapa poin yang memperkuat korupsi sebagai manifestasi dari Kalabendhu antara lain:

  • Kerusakan Terstruktur: Korupsi di era Kalabendhu tidak hanya terjadi pada level individu, tetapi menjadi sebuah praktik sistemik yang melibatkan jaringan kekuasaan. Sehingga, siapa pun yang mencoba bertindak benar seringkali harus menghadapi risiko tersingkirkan atau bahkan dihancurkan oleh sistem tersebut.
  • Kebutaan Moral: Dalam masa Kalabendhu, kesadaran akan nilai-nilai kebaikan memudar. Korupsi dipandang sebagai tindakan yang lumrah karena orang mengabaikan dampaknya bagi masyarakat luas. Seperti yang ditulis Ranggawarsita, "Sebaik-baiknya orang yang lupa, masih lebih baik orang yang eling lan waspada," atau ingat dan waspada. Mereka yang memilih untuk tetap sadar dan kritis terhadap korupsi berada dalam posisi yang lebih sulit tetapi lebih bermartabat.

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Bagaimana Korelasi Tiga Era dengan Solusi terhadap Korupsi di Indonesia?

korelasi antara Tiga Era Ranggawarsita (Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu) dengan solusi terhadap korupsi di Indonesia dapat ditarik melalui pemahaman terhadap sifat dan dinamika dari masing-masing era tersebut. Dalam konsep yang disampaikan oleh Ranggawarsita, setiap era mencerminkan keadaan moral, sosial, dan politik yang berbeda yang pada akhirnya bisa menjadi cermin untuk memahami tantangan, termasuk masalah korupsi, yang dihadapi oleh suatu bangsa.

1. Kalasuba (Masa Kemakmuran)

Pada era Kalasuba, masyarakat hidup dalam kemakmuran dan ketertiban. Pemimpin bertindak sebagai teladan, mengutamakan kepentingan rakyat, dan menjaga integritas serta nilai moral yang kuat. Tata hukum yang adil dan pemerintahan yang transparan membuat korupsi sulit berkembang. Dalam konteks Indonesia, Kalasuba mengajarkan bahwa untuk mencegah korupsi, perlu adanya integritas yang kuat pada pemimpin dan sistem yang transparan serta akuntabel. Reformasi hukum dan penguatan moral dalam pemerintahan adalah solusi yang bisa mengembalikan nilai-nilai yang serupa dengan era Kalasuba.

2. Kalatidha (Masa Penuh Keraguan dan Ketidakpastian)

Era Kalatidha menggambarkan masa ketidakpastian dan kebingungan di mana masyarakat mulai kehilangan pegangan moral. Mereka yang berusaha tetap jujur seringkali terpinggirkan, sementara mereka yang "ikut gila" atau terlibat dalam praktik korupsi justru memperoleh keuntungan. Kondisi ini menunjukkan perlunya penguatan integritas individu, serta pemberdayaan masyarakat untuk mendukung dan melindungi mereka yang tetap berpegang pada prinsip kejujuran dan kebenaran. Pendidikan antikorupsi dan penanaman nilai-nilai moral pada masyarakat sejak dini menjadi salah satu solusi untuk menghadapi zaman yang penuh tantangan ini.

3. Kalabendhu (Masa Kehancuran Moral dan Sosial)

Kalabendhu adalah puncak dari kemerosotan moral dan kehancuran sosial, di mana korupsi dan ketidakadilan merajalela. Era ini menggambarkan hilangnya keteladanan di kalangan pemimpin, hukum yang diperalat untuk kepentingan pribadi, dan struktur sosial yang rusak. Solusi untuk mengatasi korupsi di era yang mirip dengan Kalabendhu adalah melalui reformasi yang mendasar, terutama di bidang hukum dan pemerintahan. Ranggawarsita juga menekankan pentingnya konsep "eling lan waspada" (sadar dan waspada) untuk menjaga kesadaran moral di tengah situasi yang rusak.

Kesimpulan

Dengan demikian, tiga era yang dikemukakan oleh Ranggawarsita: Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu, mencerminkan perubahan moral dan sosial masyarakat dari masa kejayaan hingga kejatuhan nilai. Dalam zaman Kalabendhu, korupsi dipandang sebagai tanda adanya kerusakan moral yang serius, di mana para pemimpin kehilangan integritas, hukum melemah, dan kepentingan pribadi lebih diutamakan daripada kepentingan umum. Ranggawarsita mengatakan bahwa penyelesaian tantangan zaman tersebut, terutama dalam menghadapi korupsi, adalah dengan mengembalikan nilai moral, memperkuat integritas pemimpin, dan melakukan reformasi hukum secara menyeluruh. Oleh karena itu, memahami ketiga era ini bukan hanya sebagai kritik sosial, tetapi juga sebagai cerminan penting untuk membangun masa depan bangsa yang lebih berintegritas.

Daftar Pustaka

Laraswati, Darmaji, A. (2022). Filsafat Sejarah menurut RadenNgabehi Ranggawarsita. Jurnal Kalam Dan Filsafat, 4(2), 22-34. https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/paradigma/article/view/30405

https://media.neliti.com/media/publications/222952-unsur-unsur-filsafat-sejarah-dalam-pemik.pdf

PPT  Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak (Ratu Adil versi Ranggawarsita)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun