Sumber gambar: zetizen.jawapos.com
Esensi dari sebuah gerakan perlawanan mesti turun kejalan dan membentuk urat akar di leher? Jawabnya MESTI. Lalu apakah mesti jari-jari kita menari pada layar ponsel? Jawabnya MESTI.
Penjajah tak akan takluk jika saja H.O.S Tjokroaminoto tak membentuk suatu gerakan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda bersama rakyat melalui Serikat Islam hingga akhirnya perlawanan itu menjadi virus bagi muridnya untuk membangun gerakan perlawanan dengan masing-masing ideologinya untuk kemerdekaan.
Tjokro selalu mengandalkan orasinya yang membakar semangat rakyat dan mempunyai strategi yang sangat baik agar mimpinya dan mimpi seluruh rakyat nusantara untuk meraih kemerdekaan terwujud.
Yaitu dengan cara mendidik pemuda dan menanamkan nilai moral perjuangan di dalam dada para muridnya. Sebut saja Soekarno dengan pemikiran nasionalisnya, Musso dengan pemikiran sosialis-marxisnya, Kartosoewirjo dengan pemikiran Islamnya. Semuanya merupakan aktivis yang melawan penindasan dan ketidakadilan.
Lalu mestikah jari-jemari menari di atas layar ponsel untuk melakukan perlawanan? Jangan sempit kita memandang perlawanan atau sebutan aktivis hanya untuk mereka yang berdemonstrasi di jalanan.Â
Era ini setiap orang bisa menyuarakan gagasan dan pendapatnya melalui ponsel. Mungkin saja dengan segala kendala dan keterbatasan tidak bisa turun kejalan, mahasiswa bisa menggunakan ponsel atau bahkan platform online untuk menyatakan pendapatnya seperti yang dikatakan Faldo Maldini seorang mantan aktivis kampus, Mantan Ketua BEM UI dalam channel youtubenya.
Pertanyaan berikutnya, apakah mesti penindasan di lawan dengan tulisan? MESTI. Kita lihat kaca sejarah, bahwa Pulau Buru itu dulu banyak dihuni oleh tahanan politik yang aktif menulis dan dari tulisan itu berhasil membuat resah penguasa.Â
Pram, dengan tubuh cungkrignya dikenal sangar jari-jemarinya. Hersri Setiawan yang menampilkan pementasan kebudayaan dengan balutan perlawanan dan hingga akhirnya memutuskan jarinya ikut berperan dalam perlawanan itu sendiri.
Jadi, banyak cara untuk berkontribusi dalam melakukan perlawanan terhadap penindasan, entah itu turun kejalan, melalui media, atau menulis. Terutama untuk mahasiswa yang memandang seorang aktivis mahasiswa itu tidak baik, cobalah masuk sendiri di dalamnya, kamu akan temukan sejuta kebaikan yang menjadi narasi bergerak para aktivis itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H