Yups, kondisi mental dan fisiku memburuk.Â
Aku mulai tidak sanggup begadang. Dua cangkir kopi mulai tidak berfungsi pada tubuhku. Aku masih merasakan kantuk yang tidak bisa kutahan.Â
Tapi, pada situasi kelelahan itu aku tidak bisa tidur. Aku mendapati diriku punya insomnia. Sehingga aku pun mulai beranjak ke obat-obatan untuk membantuku tidur. Obat tidur, paracetamol sudah kukonsumsi semenjak bekerja.Â
Setelah menyadari aku mulai kelelahan, aku pun mulai berani untuk berhenti di salah satu pekerjaanku menjadi admin. Meski tidak sepenuhnya berhenti, aku masih membantu, dan porsinya yang tadinya 100% berubah menjadi 20%. Berkurang cukup banyak.Â
Berhenti dari toxix productivity sangat tidak mudah. Istilah itu mulai aku tahu saat temanku mengatakannya. Aku seorang "toxic productivity, bahkan toxic positivity". Semakin banyak istilah-istilah sekarang.Â
Apakah diantara kalian ada yang merasakan hal yang sama? Â Perlahan aku mencoba untuk tidak bersalah jika tidak melakukan apapun. Mencoba untuk mengatakan pada diriku jika "tidak apa-apa untuk bersantai bahkan bermalas-malasan".Â
Apakah berhasil?Â
Menghentikannya dengan cara melakukan hal-hal yang aku suka. Menjadi seorang fangirling, bertemu banyak teman, melakukan olahraga, menjalani hari dengan damai. Hasilnya selama setengah tahun cukup bagus menurutku.Â
Tapi ternyata belum usai. Emosiku meledak seperti bom atom dan spiral of silence. Emosi yang tidak terkendali itu sangat kurasakan. Sedih yang berlarut, insomnia, impulsif, gelisah, mendapat halusinasi aneh, hingga gerd. Aku menerima diagnosanya dari dokter, yaitu anxiety disorder.Â
Apakah ini dampak dari ambisi berkepanjangan? Bagaimana caraku untuk sembuh dan baik-baik saja?Â
Aku belum mendapat jawabannya.Â