Indonesia kerap kali digadang-gadang menghadapi krisis literasi. Berbagai laporan internasional, seperti dari UNESCO atau PISA (Programme for International Student Assessment), menunjukkan posisi Indonesia yang berada di peringkat bawah dalam hal kemampuan membaca dan literasi. Namun, benarkah fenomena ini menggambarkan realita, atau sekadar narasi yang dibesar-besarkan? Â
Kondisi Literasi di Indonesia
Data dari PISA tahun 2022 menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 78 negara dalam hal kemampuan membaca. Selain itu, UNESCO pernah melaporkan bahwa minat baca di Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu yang rajin membaca buku. Â
Meski terdengar mengkhawatirkan, hal ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan tolok ukur. Pasalnya, kebiasaan membaca kini tidak lagi hanya berpatokan pada buku fisik. Banyak masyarakat, terutama generasi muda, yang mengonsumsi informasi melalui media digital seperti artikel daring, e-book, atau konten media sosial. Â
Namun, tantangan tetap ada. Banyak daerah di Indonesia masih menghadapi keterbatasan akses terhadap buku bacaan, fasilitas perpustakaan, dan infrastruktur internet. Ketimpangan ini menyebabkan kesenjangan literasi antara kota besar dan daerah terpencil semakin nyata. Rendahnya minat baca di Indonesia bukan hanya soal akses. Ada berbagai faktor lain yang turut memengaruhi, di antaranya: Â
1. Budaya Konsumsi Visual yang Dominan
Di era digital, masyarakat cenderung lebih memilih konten visual seperti video daripada membaca teks panjang. Platform seperti YouTube, TikTok, atau Instagram menjadi sumber informasi utama, menggantikan peran buku atau artikel. Â
2. Ketersediaan Konten yang Relevan
Banyak buku atau bahan bacaan yang kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini membuat orang enggan meluangkan waktu untuk membaca sesuatu yang dirasa tidak aplikatif. Â
3. Kurangnya Edukasi Literasi Â
Di banyak sekolah, kegiatan membaca sering kali dianggap sebagai tugas, bukan kebiasaan menyenangkan. Anak-anak lebih sering membaca karena kewajiban daripada keinginan untuk mengeksplorasi pengetahuan. Â
Mitos atau Fakta?
Apakah fenomena "Indonesia darurat membaca" ini nyata atau hanya karangan belaka? Jika melihat data, ada realitas yang tidak bisa diabaikan. Akses literasi yang minim di daerah terpencil adalah fakta. Namun, di sisi lain, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang sebenarnya membaca, hanya saja dalam format dan cara yang berbeda. Â
Sebagai contoh, banyak anak muda yang membaca melalui Wattpad, web novel, atau media berita digital. Tren ini menunjukkan bahwa minat membaca masih ada, tetapi bentuknya telah bergeser. Literasi digital mungkin menjadi solusi untuk meningkatkan minat baca dengan memanfaatkan teknologi sebagai sarana distribusi pengetahuan. Â
Meningkatkan literasi bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama, termasuk masyarakat dan organisasi non-pemerintah. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan: Â
1. Menghadirkan Perpustakaan Digital
Dengan akses internet yang semakin luas, perpustakaan digital dapat menjadi solusi bagi daerah terpencil yang sulit mendapatkan buku fisik. Â
2. Gerakan Donasi Buku
Masyarakat dapat berpartisipasi dengan mendonasikan buku ke wilayah yang membutuhkan. Banyak organisasi yang siap menyalurkan bantuan buku ke pelosok negeri. Â
3. Kampanye Literasi Kreatif
Menggunakan media sosial untuk mempromosikan membaca melalui kampanye yang menarik, seperti book challenge atau review buku interaktif. Â
Anda juga dapat ikut berkontribusi dalam meningkatkan literasi di Indonesia. Salah satu cara mudah dan berdampak adalah melalui donasi. Donatour adalah platform terpercaya yang mendukung berbagai program literasi, termasuk penyediaan buku bacaan ke daerah terpencil. Â
Dengan berdonasi, Anda tidak hanya membantu meningkatkan minat baca, tetapi juga memberikan harapan kepada anak-anak yang kurang beruntung. Kunjungi situs Donatour sekarang dan jadilah bagian dari perubahan nyata untuk Indonesia yang lebih melek literasi. Â
Fenomena "Indonesia darurat membaca" bukanlah karangan belaka. Namun, ada sisi lain yang perlu dilihat, yaitu transformasi minat baca ke format digital. Dengan langkah nyata seperti donasi buku, pengadaan perpustakaan digital, dan edukasi literasi, kita dapat membawa Indonesia keluar dari krisis literasi ini. Â
Mari bersama-sama bergerak untuk masa depan yang lebih cerah. Semakin banyak yang peduli, semakin besar peluang kita untuk mencetak generasi yang cerdas dan berwawasan luas! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H