Mohon tunggu...
Nazma Prameswari
Nazma Prameswari Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi yang sangat tertarik dengan dunia psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ramai Fenomena Indonesia Darurat Membaca, Realita Nyata atau Karangan Belaka?

14 Desember 2024   19:11 Diperbarui: 14 Desember 2024   19:11 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia kerap kali digadang-gadang menghadapi krisis literasi. Berbagai laporan internasional, seperti dari UNESCO atau PISA (Programme for International Student Assessment), menunjukkan posisi Indonesia yang berada di peringkat bawah dalam hal kemampuan membaca dan literasi. Namun, benarkah fenomena ini menggambarkan realita, atau sekadar narasi yang dibesar-besarkan?  

Kondisi Literasi di Indonesia

Data dari PISA tahun 2022 menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 78 negara dalam hal kemampuan membaca. Selain itu, UNESCO pernah melaporkan bahwa minat baca di Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu yang rajin membaca buku.  

Meski terdengar mengkhawatirkan, hal ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan tolok ukur. Pasalnya, kebiasaan membaca kini tidak lagi hanya berpatokan pada buku fisik. Banyak masyarakat, terutama generasi muda, yang mengonsumsi informasi melalui media digital seperti artikel daring, e-book, atau konten media sosial.  

Namun, tantangan tetap ada. Banyak daerah di Indonesia masih menghadapi keterbatasan akses terhadap buku bacaan, fasilitas perpustakaan, dan infrastruktur internet. Ketimpangan ini menyebabkan kesenjangan literasi antara kota besar dan daerah terpencil semakin nyata. Rendahnya minat baca di Indonesia bukan hanya soal akses. Ada berbagai faktor lain yang turut memengaruhi, di antaranya:  

1. Budaya Konsumsi Visual yang Dominan

Di era digital, masyarakat cenderung lebih memilih konten visual seperti video daripada membaca teks panjang. Platform seperti YouTube, TikTok, atau Instagram menjadi sumber informasi utama, menggantikan peran buku atau artikel.  

2. Ketersediaan Konten yang Relevan

Banyak buku atau bahan bacaan yang kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini membuat orang enggan meluangkan waktu untuk membaca sesuatu yang dirasa tidak aplikatif.  

3. Kurangnya Edukasi Literasi  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun