>Mengapa pernikahan wanita hamil terjadi dalam masyarakat dan Apa yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut
Penyebab terjadinya pernikahan wanita hamil dan alasan terjadinya pernikahan tersebut dalam masyarakat
Seorang wanita yang memutuskan untuk melaksanakan pernikahan ketika sedang hamil seringkali dihadapkan pada sejumlah pertimbangan yang kompleks. Salah satu faktor yang mungkin memainkan peran besar adalah nilai-nilai budaya dan norma sosial di masyarakatnya. Beberapa masyarakat menganggap pernikahan sebagai langkah yang diperlukan untuk menanggung jawab atas kehamilan di luar nikah, sehingga keputusan ini dapat dipandang sebagai tindakan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Aspek ekonomi juga seringkali turut memengaruhi keputusan ini. Melalui pernikahan, wanita hamil mungkin berharap untuk menciptakan kestabilan finansial yang lebih baik bagi dirinya sendiri dan anak yang akan lahir. Pernikahan dapat dianggap sebagai langkah praktis untuk memastikan adanya dukungan finansial, tempat tinggal, dan perlindungan hukum yang lebih kokoh.
Tekanan dari keluarga atau masyarakat juga bisa menjadi pendorong. Stigma terhadap kehamilan di luar nikah atau ekspektasi budaya terhadap peran pernikahan dapat menciptakan tekanan yang signifikan. Dalam beberapa kasus, pernikahan dianggap sebagai cara untuk mengembalikan atau memulihkan kehormatan keluarga.
Tidak lupa, unsur cinta dan komitmen terhadap pasangan juga memainkan peran penting. Beberapa wanita mungkin memilih untuk menikah karena merasa bahwa ini adalah langkah yang tepat untuk membangun keluarga bersama pasangan mereka, bahkan jika kehamilan menjadi faktor penyebab dari keputusan tersebut.
Contoh dalam realita dilingkungan sekitar, yaitu di Desa Karang, Tanjungan, Wedi, Klaten ada seorang pasangan muda yang melakukan pernikahan tetapi sang mempelai wanita tengah mengandung. Sang keluarga yang terpandang di desa ini sangat terpuruk dan merasa malu jika hal tersebut diketahui oleh tetangganya. Oleh karena itu untuk menutupi aib dan menjaga kehormatan keluarga, pihak keluarga memaksa untuk melangsungkan pernikahan ditengah kehamilan itu.
Dengan demikian, keputusan untuk melangsungkan pernikahan saat sedang hamil melibatkan pertimbangan yang sangat kompleks, melibatkan aspek-aspek budaya, ekonomi, sosial, dan personal yang saling terkait dalam kehidupan seseorang.
>Bagaimana argument pandangan para ulama mengenai pernikahan wanita hamil
Pernikahan wanita hamil telah menjadi topik pembahasan yang mendapat perhatian dari kalangan ulama. Secara umum, ulama memiliki pandangan yang beragam terkait pernikahan wanita hamil. Beberapa ulama menyatakan bahwa pernikahan wanita hamil adalah sah, asalkan memenuhi syarat-syarat pernikahan yang telah ditetapkan. Namun, pendapat ini juga dihadapkan pada pandangan ulama yang menentang pernikahan wanita hamil. Menurut mereka, pernikahan wanita hamil dapat menimbulkan masalah dan konsekuensi yang tidak diinginkan. Terlepas dari perbedaan pandangan, ulama memberikan penjelasan mengenai keabsahan pernikahan wanita hamil serta konsekuensinya bagi individu yang terlibat.
*Keabsahan pernikahan wanita hamil menurut ulama
Menurut ulama, pernikahan wanita hamil dapat dianggap sah asalkan memenuhi syarat-syarat pernikahan yang telah ditetapkan. Syarat-syarat tersebut meliputi persetujuan kedua belah pihak, tidak ada halangan hukum yang menghalangi pernikahan, dan dilaksanakan secara sukarela. Wanita hamil juga dianggap memiliki hak untuk menikah dan memilih pasangan hidup. Dengan memenuhi persyaratan tersebut, pernikahan wanita hamil dapat dianggap sah dan mendapatkan pengakuan dari agama.
*Alasan ulama yang mendukung pernikahan wanita hamil
Ulama yang mendukung pernikahan wanita hamil memberikan beberapa alasan untuk mendukung pandangan mereka. Salah satunya adalah menjaga kehormatan dan martabat wanita yang hamil di luar nikah. Dengan menikah, wanita hamil dapat mendapatkan perlindungan dan dukungan dari suami serta keluarga yang sah. Selain itu, pernikahan juga dianggap sebagai upaya untuk memperbaiki kesalahan dan melindungi nilai-nilai agama. Dengan demikian, ulama yang mendukung pernikahan wanita hamil percaya bahwa pernikahan dapat menjadi solusi yang baik dalam situasi tersebut.
*Pandangan ulama yang menentang pernikahan wanita hamil
Di sisi lain, terdapat ulama yang menentang pernikahan wanita hamil dengan beberapa alasan yang mereka kemukakan. Salah satu alasan utama adalah potensi terjadinya penyalahgunaan pernikahan. Ulama yang menentang pernikahan wanita hamil khawatir bahwa pernikahan tersebut dapat menjadi pembenaran atas perbuatan yang tidak diinginkan seperti perzinahan. Selain itu, mereka juga mengkhawatirkan kondisi kesehatan dan psikologis wanita hamil yang belum siap secara mental dan fisik untuk menjalani pernikahan. Oleh karena itu, ulama ini berpendapat bahwa pernikahan wanita hamil sebaiknya dihindari dan perlu ada penanganan yang lebih tepat dalam kasus tersebut.
*Penjelasan ulama mengenai konsekuensi pernikahan wanita hamil
Ulama memberikan penjelasan terkait konsekuensi pernikahan wanita hamil. Salah satu konsekuensi yang sering dibahas adalah tanggung jawab dan peran dalam mendidik anak. Pernikahan wanita hamil dapat membawa konsekuensi dalam menciptakan keluarga yang utuh dan memberikan kedua orang tua kewajiban untuk mendidik anak dengan baik. Konsekuensi lainnya yang sering dijelaskan adalah bagaimana pernikahan wanita hamil dapat mempengaruhi reputasi dan stigma dalam masyarakat. Ulama menjelaskan bahwa pernikahan tersebut dapat membantu mengurangi stigma dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki dan menjalani kehidupan yang lebih baik.
>Bagaimana tinjauan secara sosiologis, religious, dan yuridis pernikahan wanita hamil
1.Secara yuridis, perkawinan wanita hamil yaitu, pernikahan itu sah apabila sudah terpenuhi rukun dan syarat perkawinan yang telah dimuat dalam kompilasi hukum islam dan Undang - undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Pernikahan ini boleh dilakukan, tidak wajib, asalakan dikawinkan dengan laki - laki yang menghamilinya maupun orang lain apabila ia bersedia dan tidak perlu  melakukan pernikahan ulang ketika anak itu sudah lahir. Status dan kedudukan anak yang lahir dalam perkawinan wanita hamil diluar nikah yaitu adalah anak sah apabila anak itu lahir dalam perkawinan yang sah antara ibu dan ayahnya. Dalam hukum islam anak yang lahir dalam perkawinan wanita hamil dapat dinasabkan kepada ayahnya si anak itu harus lahir sekurang - kurangnya 6 bulan sejak perkawinan orang tuannya.
2.secara sosiologis, pandangan terhadap pernikahan wanita hamil dapat dipengaruhi oleh norma-norma sosial masyarakat. Beberapa masyarakat mungkin menerima hal ini secara terbuka, sementara yang lain mungkin menilainya berdasarkan norma moral dan kebiasaan, ada beberapa faktor sosial yang memengaruhi seseorang sampai timbul akibat kehamilan sebelum menikah, ada faktor pergaulan bebas, tidak bisa memahami batasan - batasan pertemanan yang diatur dalam syariat islam terutama dengan lawan jenis. Mereka menganggap bahwa pergaulan bebas dapat memberikan rasa lebih mudah mendapatkan kesenangan atau mungkin lebih akrab dan mendapat pengalaman baru, menghilangkan rasa ingin tahu, kemudian melampiaskan hasrat yang terpendam serta merasa diterima dalam pertemanan.
3. secara religius pandangan terhadap pernikahan wanita hamil dapat berbeda-beda tergantung pada ajaran agama tertentu. Beberapa agama mungkin menekankan pentingnya keutuhan keluarga dan mendukung pernikahan dalam situasi apapun, sementara agama lain mungkin memiliki pandangan yang lebih konservatif,salah satu faktor terjadinya hamil diluar nikah yaitu minimnya pendidikan agama dikalangan remaja yaitu bahwa para remaja hanya belajar agama sampai tingkat sekolah dasar saja. Dan bisa juga dari faktor orang tua yang kurang memberi pegawasa terhadap anak - anak mereka, serta kurang memberi edukasi mengenai syariat islam apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Karena kurangnya pengawasan orang tua tersebut sehingga ketika mereka terjerumus kedalam hal hal yang salah mereka tidak mendapat teguran dari kedua orang tua nya.
>Apa yang harus dilakukan oleh generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama islam
Generasi muda atau pasangan muda yang ingin membangun keluarga sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam sebaiknya:
Menjaga Pemilihan Pasangan: Pilih pasangan yang memiliki nilai-nilai agama yang sejalan, serta akhlak yang baik.
Menjalani Pernikahan Sesuai Sunnah: Sertakan sunnah dalam proses pernikahan, seperti membaca doa, membayar mahar, dan menjalankan upacara pernikahan dengan sederhana.
Memahami Hak dan Kewajiban: Pahami hak dan kewajiban suami istri sesuai ajaran Islam. Jangan lupa untuk saling mendukung dan bekerja sama dalam membangun keluarga.
Mematuhi Aturan Keuangan Islam: Kelola keuangan keluarga dengan mematuhi prinsip-prinsip keuangan Islam seperti zakat, sedekah, dan menghindari riba.
Menjaga Hubungan Dengan Keluarga: Jaga hubungan baik dengan keluarga besar, karena hal ini dianjurkan dalam Islam.
Pendidikan Agama dan Moral: Sediakan waktu untuk meningkatkan pengetahuan agama dan moral baik untuk diri sendiri maupun anak-anak, termasuk memastikan anak-anak mendapatkan pendidikan Islam.
Berkomunikasi Dengan Baik: Komunikasi yang baik antara suami istri sangat penting. Jalin komunikasi yang terbuka dan jujur dalam segala hal.
Menjaga Keberlanjutan Pendidikan: Pastikan anak-anak mendapatkan pendidikan yang baik, termasuk pendidikan agama.
Menjalani Hidup Sehat: Jaga kesehatan fisik dan mental keluarga dengan mengikuti pola hidup sehat.
Berdoa dan Tawakal: Selalu berdoa dan tawakal kepada Allah dalam menghadapi segala cobaan dan kehidupan sehari-hari.
Selalu berusaha untuk membangun keluarga yang harmonis dengan berpegang pada nilai-nilai agama Islam dan selaras dengan regulasi yang berlaku.
Angga Alvin kurniawan 222121086
Adinda Dwi Chantika 222121087
Nazma Khoerunnisa Maulida 222121102
asiyah salma nur habibah 222121120
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H