"Manusia dan alam tidak akan terpisahkan", sebuah slogan yang akrab didengar, terlebih untuk masyarakat Indonesia yang hidup dan bergantung pada alam sejak zaman nenek moyang. Indonesia terkenal akan sumber daya alamnya yang melimpah, menjadikannya akrab akan hal-hal sebagai media pengobatan yang sangat beragam jenisnya, memanfaatkan bahan rempah, hewan, mineral, dan sediaan sarian yang tersedia dari alam. Bermula dari pengalaman eksplorasi pendahulu yang akhirnya menjadi sebuah sistem pengobatan yang dekat bagi masyarakat.
Pengobatan tradisional sejatinya merupakan bentuk budaya dalam kearifan lokal yang ada di masing-masing daerah dan suku-suku di Indonesia dengan cirinya maisng-masing sesuai dengan demografi. Pengobatan yang sering disebut sebagai pengobatan alternatif ini lebih konseptual dengan fenomena yang hidup di dalam bentuk pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma sebagai kebudayaan masing-masing. Masyarakat mulanya hidup dengan kebiasaan penggunaan pengobatan tradisional dengan kelebihan dan kekurangannya, hingga akhirnya zaman mulai berkembang dan pengobatan medis mulai dikenalkan ke masyarakat, baik dari masa penjajahan oleh pihak asing maupun dari sosialisasi yang dikenalkan pemerintah hingga saat ini. Kepercayaan terhadap pengobatan tradisional ini tetap berkembang beriringan dengan pengobatan modern, bahkan memunculkan perusahaan-perusahaan besar yang bersaing di pengobatan tradisional terutama obat herbal.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia ini masih banyak yang menyukai pengobatan tradisional dibandingkan pengobatan modern. Terutama karena faktor biaya pengobatan modern yang dianggap terlalu mahal untuk dijangkau, banyak masyarakat yang mempertimbangkan untuk memilih pengobatan alternatif terlebih dahulu. Sebagai contoh, menurut Amisim (2020) terdapat salah satu suku yang sangat berpegang dengan pengobatan tradisional yakni suku Amungme karena alasan kepercayaan dan sugesti, tingkat kesembuhan yang dianggap lebih cepat, biaya pengobatan yang murah, rasa takut terhadap pengobatan medis, serta transportasi dan tenaga kesehatan yang tidak memadai.
Di samping banyaknya stereotipe buruk mengenai efektivitas pengobatan tradisional, nyatanya banyak dari pengobatan tradisional sendiri digunakan sebagai pengobatan preventif atau pencegahan. Sebagai contoh, pada saat pandemi COVID-19, disebutkan bahwa obat tradisional mempunyai potnesi efektif antivirus melawan SARSCoV-2 dan berperan aktif sebagai terapi pencegahan komplementer COVID-19. Selain menjadi bentuk upaya preventif, pengobatan tradisonal juga berguna sebagai upaya paliatif atau preventif selain itu juga bisa diberikan untuk pengobatan paliatif. Bagi orang atau pasien paliatif, kondisi penyakit pasien yang sudah ada di tingkat stadium lanjut yang membuat pengobatan medis sudah tidak dapat menyembuhkan lagi, mereka membutuhkan dukungan psikologis yang dapat mengalihkan pikiran agar tetap mau untuk bertahan hidup, di sinilah pengobatan nonmedis, tradisional, ataupun alternatif ini mengambil tempat.
Pengobatan tradisional memiliki manfaatnya tersendiri, meski begitu, diharapkan untuk masyarakat dapat bijak dalam mengonsumsinya serta terbuka dengan standardisasi obat tradisional agar tidak terjadi indikasi yang dapat memperburuk kondisi kesehatan, serta tetap terbuka atas metode pengobatan lain yang lebih modern agar dapat saling bekerja sama mewujudkan kesehatan di masyarakat secara maksimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H