Kondisi iklim dan cuaca saat ini banyak mengalami perubahan yang tidak bisa diprediksi, baik karena faktor alami maupun akibat campur tangan manusia. Perubahan ini menyebabkan timbul banyaknya penyakit terutama di wilayah tropis seperti Indonesia, salah satunya Demam Berdarah Dengue (DBD). Setiap tahun, penyakit ini selalu muncul dan menyerang banyak kelompok usia terutama anak-anak dan tidak sedikit yang memerlukan pengobatan intensif bahkan berujung pada kasus kematian.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui vektor nyamuk dari spesies Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit ini sering kali muncul pada musim hujan, karena munculnya banyak genangan air yang menjadi tempat perindukan nyamuk, terutama di permukiman padat penduduk dengan lingkungan yang kurang cahaya matahari, lembap, dan dekat dengan aliran yang lambat dan banyak sampah. Â Melihat kondisi tersebut menjadikan DBD ini erat kaitannya dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat dalam menganggulanginya.
Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia tercatat menjadi negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dan kedua di dunia. Tahun 2016 sendiri tercatat hingga 204.171 kasus terjangkit dengan 1.598 kasus kematian akibat DBD. Hal ini menjadi alasan yang serius mengapa pencegahan terhadap penyakit ini harus segera digalakkan.
Unsur lingkungan yang dekat interaksi dengan masyarakat menjadikan peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk pencegahannya. Mengingat banyak faktor yang memengaruhi terjangkitnya penyakit akibat gigitan genus Aedes ini, tentu dibutuhkan penanggulangan lebih banyak dari segala peranan masyarakat. Di sinilah kesehatan masyarakat butuh mengambil lebih banyak peran di dalamnya.
Pemerintah indonesia sendiri telah menggalakkan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang mengutamakan gerakan 3M plus, yakni menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, serta mendaur ulang barang yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya nyamuk penyebab DBD. Ditambah program plus yaitu menaburkan bubuk abate, menggunakan obat nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur cahaya dan ventilasi di rumah, dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah. Program yang dikenalkan tersebut sudah cukup untuk langkah pencegahan DBD apabila sudah dilakukan oleh seluruh masyarakat. Namun dengan jumlah masyarakat dan luasnya daerah di Indonesia, tentu tidak cukup apabila hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan masyarakat.
Masyarakat Indonesia sendiri merupakan masyarakat yang cukup unik karena memiliki keberagaman bentuk peran aktif kontribusinya dalam masyarakat. Contohnya dalam suatu lingkup perumahan kecil banyak perkumpulan yang aktif untuk melakukan kegiatan bagi masyarakat sekitar. Seperti kelompok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang biasanya didominasi oleh ibu-ibu, Karang Taruna (Kartar) yang diisi anak-anak muda, serta banyak keanggotaan lainnya yang melibatkan masyarakat sekitar secara langsung.
Jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang ada, tenaga kesehatan Masyarakat tentu jumlahnya tidak begitu banyak dan tidak seimbang apabila harus melakukan penyuluhan yang menyeluruh. Namun, dengan bekerja sama serta mengoptimalkan peran yang sudah terbentuk dan jauh lebih dekat dengan masyarakat itu sendiri akan jauh lebih efektif untuk dilakukan penyuluhan yang lebih menyebar dan merata. Bentuk kerja sama yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan akses edukasi seperti sosialisasi terhadap kelompok-kelompok di daerah terkait mengenai apa dan bagaimana yang harus dilakukan untuk selanjutnya diberikan kepada masyarakat secara terkhusus. Nantinya tenaga kesehatan masyarakat dapat melakukan evaluasi dan pengawasan lebih lanjut dari laporan kelompok masyarakat tersebut.
Mencapai penekanan tingkat penyakit DBD bukan hal yang mudah dan perlu kontribusi dari seluruh masyarakat untuk dapat mencapainya. Dengan mengoptimalisasikan peran masyarakat secara langsung akan mempermudah tenaga kesehatan masyarakat untuk memberikan solusi serta penanganan yang lebih menyeluruh dan terfokus terhadap permasalahan pencegahan dari daerah-daerah yang dituju.
KATA KUNCI: Berdarah, Demam, Dengue, Kesehatan, Masyarakat
Referensi:
Hermawan, A., & Hananto, M. (2020). Faktor Sosiodemografi dan Perilaku Pencegahan Gigitan Nyamuk Terhadap Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk di Indonesia: Analisis Lanjut Data RISKESDAS 2018.
Ridha, M. R., Indriyati, L., Tomia, A., & Juhairiyah. (2019). Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Ternate. SPIRAKEL.
Sulistyowati, Y., WIndiyaningsih, C., & Nuhastuti, T. (2023). Perubahan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Cipayung Jakarta Timur. Jurnal Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat (PAMAS).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H