Â
    Indonesia merupakan negara yang memiliki kerawanan terhadap jenis bencana alam. Bencana alam ini mengakibatkan banyak kerugian yang berdampak langsung maupun tidak langsung seperti adanya korban jiwa, rusaknya fasilitas dan infrastruktur, hilangnya barang berharga, rusaknya lingkungan hidup, begitupun psikologis para korban bencana. Menurut UU No. 24 Tahun 2011, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis(Seftiani, 2023).
      Lingkungan dapat merupakan sumberdaya maupun bahaya (hazards). Kondisi lingkungan mengalami perubahan baik secara cepat maupun perlahan-lahan, oleh berbagai faktor penyebab, dan beragam dampaknya. Perubahan pada salah satu atau lebih dari komponen lingkungan akan mempengaruhi komponen lainnya dari lingkungan tersebut dengan intensitas yang berbeda. Pertumbuhan penduduk di suatu daerah, misalnya, akan berpengaruh positip maupun negatip terhadap komponen lingkungan dari daerah tersebut seperti lahan, air, flora dan fauna, dll (Taryana, 2022). Pertumbuhan penduduk memerlukan pangan, tempat tinggal, air bersih, dll yang dapat dipenuhi oleh lingkungan. Perubahan guna lahan akan berpengaruh pada komponen lain termasuk sumberdaya air, tanah, dll. Bahaya maupun bencana sudah ada sejak zaman dahulu.
      Kota Medan beberapa tahun belakangan ini sering diguyur hujan dan terkadang menyebabkan banjir. Banyak pendapat yang mengatakan apa yang menjadi penyebab banjir tersebut. Daya serap tanah di kota Medan rendah sehingga menjadi salah satu faktor penyebab banjir. Selain itu, juga terjadi peningkatan luasan pada tanah terbuka seperti terdapatnya sawah di sepanjang kawasan Daerah Aliran Sungai (Rosyidie, 2013). Dengan kondisi tanah kering, dan dihujani terus, sedang daya serap tanahnya rendah dan air limpasan lebih tinggi dari yang mampu diserap, menyebabkan air meluap karena sungai tidak mampu lagi mengalirkan air. Banjir di Kota Medan disebabkan oleh faktor alam dan faktor non-alam. Penjelasan di atas merupakan penyebab banjir yang disebabkan oleh faktor alam sedangkan yang merupakan faktor non-alam, belum mempunyai masterplan dan manajemen drainase. Proyek drainase sudah lama menjadi proyek yang dikerjakan oleh salah satu dinas kota Medan tetapi hingga saat ini pengerjaannya terkesan mubazir karena kota Medan masih mengumpulkan data base serta melakukan pembenahan internal untuk penyusunan masterplan tersebut.
      Kelurahan Anggrung di Kecamatan Medan Polonia merupakan salah satu wilayah di Kota Medan yang kerap mengalami banjir saat musim hujan tiba. Banjir ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari curah hujan yang tinggi, penurunan kapasitas saluran drainase, hingga perubahan tata guna lahan di wilayah ini. Seiring dengan perkembangan urbanisasi yang pesat, banyak area resapan air di wilayah Anggrung berubah fungsi menjadi kawasan permukiman dan perdagangan. Akibatnya, area yang seharusnya mampu menyerap air hujan menjadi berkurang, sehingga air permukaan yang mengalir ke saluran drainase meningkat tajam. Saluran drainase yang ada sering kali tidak mampu menampung volume air yang besar, terutama ketika hujan lebat, sehingga menyebabkan genangan dan banjir. Selain itu, masalah banjir di Kelurahan Anggrung diperparah oleh kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan, khususnya terkait pembuangan sampah sembarangan yang mengakibatkan tersumbatnya saluran air. Sampah yang menumpuk di saluran drainase menghambat aliran air, sehingga air meluap ke jalan-jalan dan permukiman warga.
      Banjir yang terjadi di wilayah ini tidak hanya menimbulkan kerugian materiil, seperti kerusakan infrastruktur dan properti, tetapi juga berdampak pada kesehatan masyarakat. Banjir yang berkepanjangan berpotensi menyebabkan penyebaran penyakit berbasis air, seperti diare, demam berdarah, dan leptospirosis. Kondisi ini memerlukan perhatian serius, baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat, untuk mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan dalam mengatasi banjir di wilayah Kelurahan Anggrung.
PEMBAHASAN DAN ISI
      Banjir merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang kerap dihadapi oleh daerah-daerah perkotaan, termasuk di Kelurahan Anggrung, Kecamatan Medan Polonia. Sebagai daerah yang telah mengalami perkembangan pesat dari segi urbanisasi, Medan Polonia menghadapi tantangan serius terkait tata kelola air dan sistem drainase. Kondisi ini menyebabkan terjadinya banjir, terutama saat musim hujan dengan curah hujan tinggi. Fenomena banjir yang terjadi di Kelurahan Anggrung tidak hanya berdampak secara fisik, tetapi juga menimbulkan berbagai permasalahan sosial dan ekonomi yang merugikan masyarakat (Intan, 2022).
      Salah satu penyebab utama terjadinya banjir di wilayah ini adalah buruknya sistem drainase. Saluran drainase yang ada sering kali tidak mampu menampung volume air yang meningkat tajam ketika hujan deras turun. Hal ini diperparah oleh sumbatan-sumbatan yang disebabkan oleh tumpukan sampah yang menutupi saluran air. Banyak masyarakat di wilayah ini yang masih membuang sampah sembarangan ke dalam saluran drainase, sehingga aliran air terhambat dan menyebabkan air meluap ke jalan-jalan dan pemukiman. Permasalahan sistem drainase yang kurang memadai ini merupakan isu yang sudah lama ada, namun hingga kini belum ada penanganan dari pihak terkait untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh.
      Curah hujan yang tinggi juga menjadi faktor dalam terjadinya banjir di Kelurahan Anggrung. Curah hujan di Medan Polonia, terutama pada musim hujan, bisa mencapai angka yang cukup tinggi. Dalam kondisi normal, tanah dan sistem drainase diharapkan mampu menampung air hujan dan mencegah terjadinya genangan air yang besar. Namun, dengan intensitas hujan yang sangat tinggi dan berlangsung dalam waktu lama, sistem yang ada tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini menyebabkan air meluap ke wilayah permukiman dan menyebabkan banjir yang merendam rumah-rumah warga. Selain faktor drainase dan curah hujan, perubahan tata guna lahan di Kelurahan Anggrung turut memperburuk situasi banjir. Seiring dengan pesatnya pembangunan dan urbanisasi di wilayah ini, banyak lahan hijau dan daerah resapan air yang berubah fungsi menjadi permukiman, pertokoan, dan jalan raya (Asrul, 2013). Penurunan area resapan air ini menyebabkan air hujan tidak lagi dapat terserap dengan baik oleh tanah. Akibatnya, air permukaan meningkat dan langsung mengalir ke saluran drainase, yang pada akhirnya menyebabkan saluran tersebut kewalahan dan tidak mampu menampung volume air yang besar.
      Perubahan iklim yang menyebabkan anomali cuaca, seperti peningkatan curah hujan yang lebih ekstrem, turut memperburuk risiko banjir. Meskipun perubahan iklim adalah fenomena global, dampaknya sangat dirasakan di wilayah perkotaan yang infrastruktur pengelolaan airnya tidak memadai. Banjir menyebabkan kerusakan pada rumah-rumah, fasilitas umum, dan infrastruktur jalan. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir, kejadian ini tidak hanya merugikan dalam jangka pendek, tetapi juga mempengaruhi kualitas hidup dalam jangka panjang. Misalnya, rumah-rumah yang terendam banjir mengalami kerusakan pada struktur bangunan dan perabotan. Biaya yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan ini tidak sedikit, dan sering kali masyarakat yang terdampak kesulitan untuk menanggungnya.