Mohon tunggu...
Nazila Putri kyla
Nazila Putri kyla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FISIP UMJ

Saya adalah mahasiswi Universitas Muhammadiyah Jakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik program studi Ilmu Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Fenomena Deepfake dan Dilema Etika Komunikasi di Era Digital

7 Mei 2024   10:38 Diperbarui: 21 Mei 2024   16:53 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

* Etika Deontologi: Menurut teori ini, tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan prinsip moral yang universal, terlepas dari konsekuensinya. Dalam konteks deepfake, tindakan menggunakan deepfake dapat dianggap buruk jika melanggar prinsip moral seperti kejujuran, keadilan, dan rasa hormat.

* Etika Konsekuensialisme: Menurut teori ini, tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan konsekuensinya. Dalam konteks deepfake, tindakan menggunakan deepfake dapat dianggap baik jika menghasilkan konsekuensi yang positif dan buruk jika menghasilkan konsekuensi yang negatif.

* Etika Kebajikan: Menurut teori ini, tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan karakter atau kebajikan agen. Dalam konteks deepfake, tindakan menggunakan deepfake dapat dianggap buruk jika dilakukan dengan niat jahat atau tanpa mempertimbangkan potensi konsekuensi negatifnya.

Solusi Etika Komunikasi Deepfake berdasarkan Perspektif Filsafat dan Etika Komunikasi
Berdasarkan analisis di atas, beberapa solusi etika komunikasi deepfake dapat diusulkan, antara lain:
1. Peningkatan literasi media digital: Masyarakat perlu diedukasi tentang cara mengidentifikasi deepfake dan memahami potensi dampak negatifnya.
2. Pengembangan regulasi dan kebijakan: Pemerintah perlu merumuskan regulasi dan kebijakan yang mengatur penggunaan deepfake untuk mencegah penyalahgunaan dan melindungi masyarakat dari dampak negatifnya.
3. Pengembangan teknologi anti-deepfake: Para ahli perlu mengembangkan teknologi yang dapat mendeteksi dan memverifikasi keaslian video dan audio, sehingga deepfake dapat lebih mudah diidentifikasi dan dihilangkan.
4. Peningkatan tanggung jawab individu: Pengguna teknologi deepfake perlu memiliki tanggung jawab moral untuk menggunakan teknologi ini dengan baik dan tidak menyalahgunakannya untuk tujuan yang merugikan orang lain.

Kesimpulan
Deepfake merupakan teknologi yang memiliki potensi besar untuk kebaikan dan keburukan. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan teknologi ini dengan bertanggung jawab dan mempertimbangkan implikasi etika komunikasinya. Dengan meningkatkan literasi media digital, mengembangkan regulasi dan kebijakan, serta meningkatkan tanggung jawab individu, kita dapat meminimalkan dampak negatif deepfake dan memanfaatkannya untuk tujuan yang positif.

Daftar Referensi:

Aang Ridwan, M.Ag. (2023). Filsafat Komunikasi. CV PUSTAKA SETIA.

https://repository.bsi.ac.id/repo/files/392314/download/24229-71549-1-PB.pdf

https://www.technologyreview.com/search/?s=deepfake

https://www.bbc.com/news/uk-68823042

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun