Mohon tunggu...
Nazila Imkani
Nazila Imkani Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Mataram

Try to learn

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sebuah Proses

1 Desember 2022   21:05 Diperbarui: 1 Desember 2022   21:23 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gagal dan Menang.

Kalau membaca dua kata itu, hal yang terbersit dalam benak kita tak jauh dari konsep hasil yang positif dan negatif. Orang bilang, jangan melihat hasilnya tetapi lihatlah prosesnya. Itu tidak sepenuhnya benar dan salah. Terkadang, aku membenarkannya tetapi aku lebih sering menyalahkannya, hingga... aku menemukannya.

Aku pernah mencoba mengikuti suatu lomba. Aku tidak berusaha untuk memenangkannya, jika gagal terserah karena aku dipaksa keadaan, yang penting menjadi peserta. Namun, pada akhirnya, aku menang. Rasanya? Awalnya "wow" tapi ternyata biasa-biasa saja. Tidak ada hal istimewa yang bisa dibanggakan. Aku sempat bingung kenapa. Beberapa kali aku merasa menjadi orang yang beruntung.

Selain itu, aku merasa dalam sebuah kompetisi jangka panjang. Kurasa aku cukup berusaha tetapi seadanya, dengan kata lain terkadang aku meremehkannya. Berkali-kali, aku menang atau setidaknya masih di lingkaran runner up. Untuk keberapa kalinya aku merasa lebih beruntung daripada orang lain. Bahkan, aku berpikir, "kenapa aku seberuntung itu di antara orang-orang sebanyak ini?"

Suatu waktu, aku bertanya kepada salah satu kakakku, mengapa aku selalu merasa tidak berhasil dengan semua pencapaianku? Aku hanya merasa aman di pandangan orang-orang.

Kemudian, pertanyaanku seakan terjawab oleh waktu. Aku mengikuti sebuah kompetisi lagi dengan usaha yang berbeda, cukup keras kurasa. Tahap pertama, aku lolos. Bayangkan, aku sangat menikmatinya meskipun hanya sebagai runner up, bukan winner. Tahap selanjutnya, aku semakin berusaha mengingat levelnya semakin tinggi dan aku tidak menganggap "aku hanya memenuhi kewajiban menjadi peserta". Hari demi hari aku mengorbankan waktu dan tenaga yang extra bersama dengan beberapa orang temanku. Tiba saat kompetisi. Aku sangat menikmatinya dengan menerapkan persiapan dan strategi yang telah ku kemas dengan baik.

Lalu, saat pengumuman hasil, aku bukan lagi menjadi runner up. Apakah kalian berpikir aku menjadi winner? Ya, aku menjadi winner bagi diriku sendiri. Pertanyaanku terjawab sudah setelah bertahun-tahun menjadi salah satu kegelisahan yang menyelimuti pikiranku.

Sebelumnya, kakakku sempat menjawab pertanyaanku "kamu kurang berusaha".

Terlepas dari sudut pandang agama, ini mengubah persepsiku terhadap kegagalan dan kemenangan dalam setiap hal yang kulakukan. Aku memang menganggapnya kompetisi, entah itu kompetisi sehat maupun kompetisi toxic.

Menurutku, gagal adalah saat kita tidak merasa melakukannya dan stuck tanpa pengembangan diri. Sedangkan berhasil adalah saat kita merasa melakukannya dan memenangkan hati kita sendiri.

Proses itu benar adanya. Kita tak perlu hanya terpaku pada hasil yang baik di mata orang karena belum tentu diterima oleh kita sendiri.

Aku memang peduli dengan hasil tetapi aku lebih puas jika berproses.

Mungkin hanya itu saja yang bisa ku bagikan pada sesi ini. Sekali lagi, aku tidak pandai menulis, aku hanyalah fakir yang sedang berusaha memperbaiki segala proses, termasuk tulisan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun