Mohon tunggu...
Nazih Kahfi
Nazih Kahfi Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelaah Ayat-Ayat Pemicu Radikalisme Untuk Menciptakan Pemikiran Islam yang Moderat

14 Agustus 2022   23:37 Diperbarui: 15 Agustus 2022   00:00 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MENELAAH AYAT AYAT PEMICU RADIKALISME UNTUK MENCIPTAKAN PEMIKIRAN ISLAM YANG MODERAT

By: Nazih Sadatul Kahfi (1903016105) PAI

  1. PENDAHULUAN

            Al Qur'an merupakan sumber hukum pertama bagi umat Islam. Allah SWT menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi umat manusia. Allah telah mengatur segala hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dalam Al-Qur'an. Manusia diberi akal sehat oleh Allah SWT untuk bertafakur atau berfikir atas firman Allah baik yang tertera pada ayat Qur'aniyah maupun yang tersebar dalam ayat Kauniyah. Al-Qur'an menjelaskan suatu hal secara global sehingga diperlukan penafsiran yang rinci agar dapat mengetahui makna ayat Al Qur'an yang sebenarnya. Pemahaman sesorang mengenai makna dari ayat Al-Qur'an akan berpengaruh pada sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang mampu memahami Ayat-ayat Al-Qur'an dengan benar maka akan berperilaku sesuai dengan ajaran Islam. Begitu juga dengan seseorang yang memahami al-qur'an secara asal-asalan akan menghasilkan perilaku yang menyimpang dari ajaran Islam.

            Seorang muslim tidak boleh memahami ayat al-qur'an hanya berdasarkan tekstualitas ayat tersebut karena terdapat beberapa ayat Al-Qur'an yang apabila hanya dimaknai secara tekstual akan menimbulkan radikalisme/intoleran yang tentu sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Untuk itu Al-qur'an harus dipahami secara kontekstual dan mempertimbangkan asbabun Nuzulnya agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami ayat. Menyadari pentingnya memahami ayat AlQur'an dengan benar maka penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai ayat-ayat alqur'an yang memicu munculnya radikalisme agar tidak terjadi kesalahpahaman pemaknaan sehingga mampu menghasilkan pemahaman dan pemikiran Islam yang moderat sesuai dengan ajaran islam.

  1. PEMBAHASAN 

            Al Qur'an sebagai sumber ajaran Islam sekaligus pedoman hidup umat manusia memuat berbagai aturan, perintah, dan larangan dalam berbagai aspek kehidupan. Semua pertanyaan dari permasalahan yang ada didunia ini akan menemukan jawabannya di Al-Qur'an apabila seseorang mampu memahami makna ayat Al Qur'an degan benar. Namun terdapat ayat ayat al qur'an yang secara teksnya memicu radikalisme. Beberapa ayat tersebut adalah

QS Al Baqarah ayat 190-191

--

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

-

Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka, dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang kafir.

QS At Taubah ayat 5

-

Apabila telah habis bulan-bulan haram, maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kamu temui, tangkaplah dan kepunglah mereka, dan awasilah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan melaksanakan salat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

            QS Al baqarah ayat 190-191 diturunkan ketika Nabi SAW bersama para sahabat bermksud melaksankan ibadah umrah ke Mekah pad bulan Dzul Qa'dah. Sesampainya didaerah Hudaibiyah, tiba-tiba mereka dihadang oleh kaum musyrik dan dihalangi mereka untuk tidak memasuki kota Mekah. Orang-orang muyrik tersebut meminta Nabi untuk menandatangani sebuah perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian Hudaibiyah ini bermaksud menyuruh Nabi untuk datang kembali tahun depan untuk melaksanakan Ibadah umrah. Perjanjian ini memberikan kesempatan kepada Rasulullah dan para sahabatnya untuk melaksanakan ibadah umrah selama 3 hari dan bebas melakukan apa saja dalam waktu tersebut. Nabi menyepakati perjanjian tersebut lalu kembali ke Madinah. Namun para sahabat meragukan komitmen tersebut. Mereka khawatir apabila kaum musyrik akan menghalangi dan memeranginya lagi, padahal mereka tidak ingin berperang di bulan-bulan haram dan di wilayah haram. Maka dari itu Allah SWT menurunkan firman-Nya QS Al-Baqarah ayat 190-191[1]

 

            QS Al Baqarah ayat 191 jika dimaknai secara tekstual sangat berbahaya terutama pada kata (Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka). Potongan ayat tersebut memberikan kesan agresif untuk membunuh siapapun yang tidak seiman dengan kita[2]. Namun jika diteliti lebih lanjut, ayat ini memiliki kaitan dengan ayat sebelumnya yaitu  QS Al Baqarah ayat 190. Jika dilihat dari teks ayatnya memang ayat ini berisi perintah memerangi kaum musyrik tetapi dengan catatan kaum muslimin tidak boleh memulai serangan (agresi). Artinya peperangan yang diperbolehkan adalah peperangan yang bersifat defentif. Jadi apabila seorang musyrik tidak ikut berperang maka orang-orang tersebut tidak boleh untuk diserang. Pada ayat tersebut, peperangan juga memiliki aturan untuk tidak melampaui batas. Artinya dilarang untuk memerangi kalangan orang yang telah menjalin kerjasama dengan umat islam, dilarang menyerang sebelum sampainya dakwah kepada mereka, dilarang membunuh perempuan, anak-anak, dan orang tua renta[3]. Jadi peperangan tidak bisa dilakukan dengan seenaknya.

 

            Asbabun Nuzul QS At Taubah ayat 5 ditafsirkan oleh Ibnu Taimiyah bahwa QS At Taubah ayat 5 diturunkan berkenaan dengan perang Tabuk yang terjadi pada tahun 9 H. Pada saat itu telah habis 4 bulan haram yang dinantikan sehingga diizinkan untuk memerangi kaum musyrikin. Oleh karena itu, Nabi memerangi kaum Nasrani ditanah Romawi pada masa perang Tabuk sebelum Nabi mengutus Abu Bakar unruk membawa tawanan ke tanah Musam. Pada saat itu nabi hanya melakukan peperangan terhadap kaum Nashrani ketika pemberontakan kaum musyrikin Arab sudah mereda, dan ketika itu Nabi mengetahui bahwa tidak ada kekhawatiran terjadi pemberontakan terhadap ajaran islam kecuali kekhawatiran Nabi terhadap pemberontakan yang dilakukan oleh kaum Nashrani yang lebih berpotensi pada saat itu. Oleh karena demikian, Nabi tidak mengizinkan siapapun yang layak berperang untuk mengundurkan diri dari barisan pasukan perang.

 

            QS At Taubah ayat 5 masih memiliki kaitan dengan ayat sebelumnya tentang pemutusan hubungan dengan kaum musyrikin dan jangka waktu ditentukan yaitu 4 bulan. Jika diperhatikan ayat ini berisi perintah yang harus dilakukan setelah habis jangka waktu tersebut yaitu memusnahkan kaum musyrikin. Quraish Shihab berpendapat yang dimaksud disini adalah memusnahkan mereka yang mengganggu dan menganiaya kaum muslimin bukan terhadap mereka yang memiliki kecenderungan untuk beriman dan mereka yang tidak mengganggu. Kemudian pada kalimat "Jika mereka bertobat dan melaksanakan salat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka" dimaknai sebagai syarat yang wajar, tetapi bukan berarti ayat ini memaksa untu memeluk agama Islam. Apabila enggan mengikuti ketentuan ini, maka mereka dipersilahkan mencari tempat lain yang menerima mereka karena bumi Allah itu sangat luas[4]. Kemudian di akhir ayat disebutkan "Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang" artinya kaum Muslimin diperintahkan melepas jalan mereka yang berkenan melaksanakan ketentuan tersebut karena itu pertanda pengampunan dan rahmat dari Allah SWT. Perintah perang dalam ayat tersebut juga bersifat defensif karena sebagai seorang muslim hendaknya mengedepankan upaya damai dan diplomasi untuk mengakhiri sebuah konflik[5]. Dengan demikian, ayat ini memberikan izin untuk memerangi kaum musyrikin tetapi bukan perintah wajaib untuk memerangi mereka. Hal ini tergantung perilakunya. Semakin mereka mengancam keselamatan kaum muslim, sanksi yang diberikan juga semakin berat 

 

            Dari deskripsi mengenai makna ayat Al-Qur'an diatas, penulis berpendapat bahwa pada sejatinya Islam adalah agama Rahmatan lil 'alamin dan Al-Qur'an diturunkan sebagai pedoman bagi umat manusia. Kita tidak boleh memahami ayat AL-Qur'an hanya berdasarkan pada pemaknaan secara tekstual tetapi harus dimaknai secara kontekstual dengan melihat historis turunnya ayat dan relevansinya dengan perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa ayat yang memicu radikalisme dan intoleran apabila hanya dimaknai secara tekstual sebagaimana ayat-ayat diatas. Padahal peperangan yang diperbolehkkan dalam islam adalah peperangan yang bersifat defentif. Tidak hanya itu peperangan dalam Islam juga memiliki batas dan aturan tertentu.

 

            Munculnya berbagai fenomena radikalisme agama seperti ISIS, gerakan islam radikal seperti Hizbullah, FPI, dll sampai terorisme yang terjadi di Indonesia dengan melakukan pengeboman masal, merusak tempat ibadah dan fasilitas umum, serta membunuh orang yang tidak bersalah dengan berkedok jihaD merupakan perilaku yang sangat bertentangan dengan prinsip ajaran Islam sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin. Minimnya pengetahuan agama menyebabkan seseorang salah mengartikan ayat al-qur'an terutama ayat tentang perintah perang dan jihad. Islam adalah agama yang cinta damai. Al Qur'an juga menjelaskan bahwa tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam sebagaimana firman Allah dalam QS Al Baqarah ayat 256 yang artinya "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat...". Dengan landasan itulah seharusnya menjadikan umat islam memiliki sikap toleransi kepada umat non muslim sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah dalam peristiwa Piagam Madinah.

 

            Indonesia adalah negara negara multikultural. Dengan banyaknya keberagaman tersebut maka di Indonesia rawan terjadi konflik baik dalam aspek keagamaan maupun kemasyarakatan. Untuk itu diperlukan sikap yang tepat dalam berinteraksi ditengah-tengah kehidupan masyarakat multikultural. Moderasi beragama merupakan sikap yang paling tepat untuk diterapkan di Indonesia. Sikap ini juga harus dimiliki oleh seluruh warga Indonesia. Konsep moderasi beragama tidak bisa terlepas dari sikap toleransi, perdamaian, dan keadilan. Hal ini senada dengan ajaran Islam yang memerintahkan untuk memiliki sikap toleransi terhadap orang yang memiliki perbedaan dengan kita. Dengan diterapkannya sikap moderasi beragama pada diri seseorang maka akan menghindarkannya dari sikap ekstrem dan fanatik yang berlebihan dalam beragama. Sikap moderasi beragama menjadi faktor utama yang menjembatani terciptanya kehidupan yang damai dan harmonis ditengah-tengah masyarakat multikultural seperti Indonesia. seseorang yang memiliki pemikiran Islam yang moderat akan senantiasa menjunjung toleransi yang tinggi serta tidak akan mudah mengkafirkan orang lain. Sebagai muslim sekaligus warga Indonesia yang baik maka kita harus senantiasa menghargai dan menghormati perbedaan yang ada. Berbuat baik merupakan suatu keharusan termasuk kapada non muslim selama orang tersebut tidak menghina dan merendahkan agama Islam

 

  1. KESIMPULAN

 

            Al Qur'an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Di dalamnya berisi ajaran, aturan, dan larangan mengenai persoalan dimuka bumi. Namun Al Qur'an tidak boleh hanya dipahami secara tekstual tetapi harus dipahami secara kontekstual dan mempertimbangkan Asbabun Nuzulnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman penafsiran. Seperti QS Al Baqarah ayat 190-191 dan QS At Taubah ayat 5 bila dipahami secara tekstual maka akan memicu radikalisme karena ayat tersebut secara teks berisi perintah berperang. Namun setelah dipahami lebih lanjut ternyata peperangan yang di perbolehkan dalam islam adalah peperangan yang bersifat defentif. Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin. Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki sikap toleransi dan moderasi beragama. Dengan sikap demikian maka akan menciptakan kehidupan yang tentram dan damai.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Cahyadi, Aryadi. 2019. "Perang dalam perspektif Al Qur'an (Studi Muqarin Tafsir Al-Misbah dan Ibnu Katsir". SKRIPSI. IAIN Curup.

 

Khairunnisa, Siti, dkk. 2016. "Penafsiran ayat-ayat Pemicu Radikalisme Perspektif Ibnu Taimiyah dan Quraish Shihab: Telaah QS At Taubah (9): 5 dan 29". Jurnal Diya Al Afkar. Vol. 4. No. 02.

 

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Mishbah :Pesan, kesan, dan Keserasian Al Qur'an. Jakarta: Lentera Hati.

 

Ulummudin. 2019. "Tafsir Kontemporer atas Ayat Perang QS At-Taubah [9]: 5-6 Perspektif Hermeneutika Jorge. J.E. Gracia". Jurnal AQLAM. Vol. 4. No. 2.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun