-
Apabila telah habis bulan-bulan haram, maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kamu temui, tangkaplah dan kepunglah mereka, dan awasilah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan melaksanakan salat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
      QS Al baqarah ayat 190-191 diturunkan ketika Nabi SAW bersama para sahabat bermksud melaksankan ibadah umrah ke Mekah pad bulan Dzul Qa'dah. Sesampainya didaerah Hudaibiyah, tiba-tiba mereka dihadang oleh kaum musyrik dan dihalangi mereka untuk tidak memasuki kota Mekah. Orang-orang muyrik tersebut meminta Nabi untuk menandatangani sebuah perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian Hudaibiyah ini bermaksud menyuruh Nabi untuk datang kembali tahun depan untuk melaksanakan Ibadah umrah. Perjanjian ini memberikan kesempatan kepada Rasulullah dan para sahabatnya untuk melaksanakan ibadah umrah selama 3 hari dan bebas melakukan apa saja dalam waktu tersebut. Nabi menyepakati perjanjian tersebut lalu kembali ke Madinah. Namun para sahabat meragukan komitmen tersebut. Mereka khawatir apabila kaum musyrik akan menghalangi dan memeranginya lagi, padahal mereka tidak ingin berperang di bulan-bulan haram dan di wilayah haram. Maka dari itu Allah SWT menurunkan firman-Nya QS Al-Baqarah ayat 190-191[1]
Â
      QS Al Baqarah ayat 191 jika dimaknai secara tekstual sangat berbahaya terutama pada kata (Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka). Potongan ayat tersebut memberikan kesan agresif untuk membunuh siapapun yang tidak seiman dengan kita[2]. Namun jika diteliti lebih lanjut, ayat ini memiliki kaitan dengan ayat sebelumnya yaitu  QS Al Baqarah ayat 190. Jika dilihat dari teks ayatnya memang ayat ini berisi perintah memerangi kaum musyrik tetapi dengan catatan kaum muslimin tidak boleh memulai serangan (agresi). Artinya peperangan yang diperbolehkan adalah peperangan yang bersifat defentif. Jadi apabila seorang musyrik tidak ikut berperang maka orang-orang tersebut tidak boleh untuk diserang. Pada ayat tersebut, peperangan juga memiliki aturan untuk tidak melampaui batas. Artinya dilarang untuk memerangi kalangan orang yang telah menjalin kerjasama dengan umat islam, dilarang menyerang sebelum sampainya dakwah kepada mereka, dilarang membunuh perempuan, anak-anak, dan orang tua renta[3]. Jadi peperangan tidak bisa dilakukan dengan seenaknya.
Â
      Asbabun Nuzul QS At Taubah ayat 5 ditafsirkan oleh Ibnu Taimiyah bahwa QS At Taubah ayat 5 diturunkan berkenaan dengan perang Tabuk yang terjadi pada tahun 9 H. Pada saat itu telah habis 4 bulan haram yang dinantikan sehingga diizinkan untuk memerangi kaum musyrikin. Oleh karena itu, Nabi memerangi kaum Nasrani ditanah Romawi pada masa perang Tabuk sebelum Nabi mengutus Abu Bakar unruk membawa tawanan ke tanah Musam. Pada saat itu nabi hanya melakukan peperangan terhadap kaum Nashrani ketika pemberontakan kaum musyrikin Arab sudah mereda, dan ketika itu Nabi mengetahui bahwa tidak ada kekhawatiran terjadi pemberontakan terhadap ajaran islam kecuali kekhawatiran Nabi terhadap pemberontakan yang dilakukan oleh kaum Nashrani yang lebih berpotensi pada saat itu. Oleh karena demikian, Nabi tidak mengizinkan siapapun yang layak berperang untuk mengundurkan diri dari barisan pasukan perang.
Â
      QS At Taubah ayat 5 masih memiliki kaitan dengan ayat sebelumnya tentang pemutusan hubungan dengan kaum musyrikin dan jangka waktu ditentukan yaitu 4 bulan. Jika diperhatikan ayat ini berisi perintah yang harus dilakukan setelah habis jangka waktu tersebut yaitu memusnahkan kaum musyrikin. Quraish Shihab berpendapat yang dimaksud disini adalah memusnahkan mereka yang mengganggu dan menganiaya kaum muslimin bukan terhadap mereka yang memiliki kecenderungan untuk beriman dan mereka yang tidak mengganggu. Kemudian pada kalimat "Jika mereka bertobat dan melaksanakan salat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka" dimaknai sebagai syarat yang wajar, tetapi bukan berarti ayat ini memaksa untu memeluk agama Islam. Apabila enggan mengikuti ketentuan ini, maka mereka dipersilahkan mencari tempat lain yang menerima mereka karena bumi Allah itu sangat luas[4]. Kemudian di akhir ayat disebutkan "Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang" artinya kaum Muslimin diperintahkan melepas jalan mereka yang berkenan melaksanakan ketentuan tersebut karena itu pertanda pengampunan dan rahmat dari Allah SWT. Perintah perang dalam ayat tersebut juga bersifat defensif karena sebagai seorang muslim hendaknya mengedepankan upaya damai dan diplomasi untuk mengakhiri sebuah konflik[5]. Dengan demikian, ayat ini memberikan izin untuk memerangi kaum musyrikin tetapi bukan perintah wajaib untuk memerangi mereka. Hal ini tergantung perilakunya. Semakin mereka mengancam keselamatan kaum muslim, sanksi yang diberikan juga semakin beratÂ
Â
      Dari deskripsi mengenai makna ayat Al-Qur'an diatas, penulis berpendapat bahwa pada sejatinya Islam adalah agama Rahmatan lil 'alamin dan Al-Qur'an diturunkan sebagai pedoman bagi umat manusia. Kita tidak boleh memahami ayat AL-Qur'an hanya berdasarkan pada pemaknaan secara tekstual tetapi harus dimaknai secara kontekstual dengan melihat historis turunnya ayat dan relevansinya dengan perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa ayat yang memicu radikalisme dan intoleran apabila hanya dimaknai secara tekstual sebagaimana ayat-ayat diatas. Padahal peperangan yang diperbolehkkan dalam islam adalah peperangan yang bersifat defentif. Tidak hanya itu peperangan dalam Islam juga memiliki batas dan aturan tertentu.