Mohon tunggu...
Nazhiifa Hanun
Nazhiifa Hanun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pemicu Anak Tantrum

19 Juli 2024   08:47 Diperbarui: 19 Juli 2024   08:54 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Nazhiifa Hanun Nirwasita dan Iyan Sofyan

(Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris dan Dosen PG PAUD)

Universitas Ahmad Dahlan

Pernahkah Anda mengalami situasi atau melihat seorang anak sedang menangis sambil mengamuk agresif dan sulit ditenangkan? Apakah kondisi ini normal dan wajar terjadi pada anak?  Tantrum adalah ledakan emosi yang berlebihan terjadi pada anak. Perilaku tantrum pada anak sebenarnya adalah bagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Tantrum biasanya terjadi pada anak usia 1-4 tahun saat mereka masih belum dapat mengungkapkan perasaan dan keinginan mereka dengan kata-kata (Kompasiana, 2024). Apa yang anak lakukan ketika sedang tantrum? Umumnya tantrum pada anak terjadi ketika anak merasa lapar, lelah, ingin sesuatu atau tidak nyaman dengan keadaan, namun si kecil tidak bisa menunjukkannya sehingga frustasi dan menunjukkan perilaku emosinya dengan cara tantrum atau menangis. Ekspresi yang diperlihatkan anak biasanya melalui tangisan, menjerit atau berteriak, berguling di lantai, menendang, memukul, atau sebagainya. Anak merasa bahwa semua hal berpusat pada dirinya sehingga menyebabkan anak kerap memaksakan kehendaknya.

Dilansir laman Biofarma.co.id terdapat dua jenis tantrum, yaitu tantrum manipulatif dan tantrum frustasi. Tantrum manipulatif biasanya muncul ketika anak merasa kecewa saat menerima penolakan atau keinginannya tidak dipenuhi. Anak akan melakukan tantrum manipulatif untuk membuat orang lain memenuhi keinginannya. Seperti pada contoh saat di sebuah toko mainan, Ariana 4 tahun) merengek dan berguling-guling di lantai meminta boneka yang tidak dibelikan oleh ibunya. Ia menangis histeris sambil berteriak di toko. Meskipun dibujuk dengan tawaran mainan lain, Ariana tetap tantrum dan bahkan berpura-pura jatuh dan menangis kencang untuk mendapatkan perhatian. Perilaku ini menunjukkan ciri-ciri tantrum manipulatif, di mana Ariana sengaja melakukan amukan untuk mendapatkan keinginannya. Kondisi di atas merupakan tantrum manipulatif pada anak yang digunakan anak untuk membuat orang tua dewasa di sekitarnya khususnya orang tua menuruti keinginannya.

 

Tantrum frustasi disebabkan karena anak belum bisa mengekspresikan keinginan serta perasaannya dengan baik. Kondisi ini rentan dialami oleh anak usia 18 bulan atau 1,5 tahun. Sebab, ia belum sepenuhnya dapat bertutur kata dengan baik. Selain kesulitan dalam mengutarakan perasaan, anak juga bisa mengalami tantrum ketika ia merasa kelelahan, kelaparan, atau merasa gagal dalam melakukan sesuatu. Contohnya seperti saat seorang anak laki-laki berusia 4 tahun sedang berusaha membangun lego balok mainan nya, tetapi lego itu terus jatuh. Dia mulai frustasi, melempar lego ke seluruh ruangan, dan berteriak dengan marah. Pada dasarnya, anak adalah pengamat yang baik. Anak akan belajar banyak hal untuk mengamati lingkungan sekitarnya salah satunya adalah emosi kedua orang tuanya. Anak bisa mengetahui bagaimana reaksi orang tuanya ketika ia merengek meminta sesuatu. Ia tahu bahwa rengekan tersebut akan membuat orang tuanya menyerah dan menuruti keinginannya. "Kelemahan" orang tua inilah yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai "senjata" anak untuk memanipulasi orang tua agar mengabulkan keinginannya. Inilah yang disebut sebagai tantrum manipulatif.

Jadi inilah letak perbedaan tantrum frustasi atau temper tantrum dan tantrum manipulatif. Tantrum manipulatif merupakan ledakan emosi yang dilakukan anak untuk membuat orang dewasa di sekitarnya mengikuti segala keinginannya. Sedangkan tantrum frustasi merupakan ledakan emosi pada anak karena anak masih belum mampu mengungkapkan keinginan dengan kata-kata yang dapat dimengerti orang-orang di sekitarnya, yang dapat dipicu oleh rasa lelah, lapar, sakit, atau ketidaknyamanan.

Lalu apakah penyebab atau pemicu anak sering tantrum? Anak bisa jadi sering mengalami tantrum karena adanya permasalahan dalam keluarga yang mengakibatkan anak merasa kurang diperhatikan dan berujung mencari perhatian dengan cara yang salah yaitu tantrum. Dalam mengasuh anak, diperlukan rasa kasih sayang yang lebih yang dapat ia rasakan. Kasih sayang tidak hanya ditunjukkan dengan cara memberi materi atau pun fasilitas yang cukup untuk anak namun juga dapat berupa rasa perhatian kepada anak.

Keinginan anak yang tidak terpenuhi seperti anak menginginkan sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh orang tua. Misalnya, mainan di toko, permen, atau anak meminta waktu lebih untuk screen time. Lingkungan juga berpengaruh menjadi pemicu anak tantrum. Terlalu banyak stimulasi, kebisingan, atau kekacauan dapat membuat anak kewalahan dan memicu tantrum. Beberapa anak secara alami lebih mudah marah atau frustasi dariada anak lain. Hal ini disebabkan oleh faktor temperamen yang dimiliki setiap anak berbeda.

Anak juga bisa mengalami gangguan bermain seperti kurang mahir dalam beberapa permainan, tidak mahir bergaul atau lebih suka menyendiri (introvert) dan cenderung dikucilkan oleh teman se permainan. Masalah keterlambatan berbicara sehingga komunikasi dan apa yang dibicarakan oleh anak menjadi lebih sulit dimengerti, lingkungan pun akan menangkap dengan maksud yang berbeda. Pola asuh anak yang terlalu memanjakan nya juga bisa menjadi penyebab anak sering tantrum. Anak akan berpikir bahwa apa yang dia inginkan akan selalu dituruti oleh orang tuanya sehingga dia akan melakukan cara apa saja untuk mendapatkannya.

Bagaimana mengatasi anak yang sedang tantrum? Caranya bisa dimulai dari mengatasi perilaku agresif anak. Jika anak tantrum dan sudah menunjukkan perilaku seperti memukul, membanting atau melempar barang, hingga menendang sesuatu hal yang harus dilakukan adalah memberitahukan anak dengan cara lembut dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak bahwa menyakiti orang lain atau merusak barang merupakan tindakan yang tidak baik. Mengabaikan sikap tantrum berlebihan anak adalah hal kedua yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak yang sedang tantrum. Dengan mengabaikannya untuk berhenti memberi perhatian kepadanya agar anak tidak semakin menunjukkan kemarahannya. Namun, Tindakan mengabaikan ini sebaiknya hanya dilakukan selama anak tidak berada dalam situasi yang membahayakan dirinya. Maka dari itu, wajib pastikan anak aman saat didiamkan dan ditinggalkan sejenak dan datangi kembali beberapa waktu kemudian. Ini akan membuat anak lebih tenang, mengerti situasi, dan kondisi lingkungan.

 Memberi ruang pada anak juga penting dilakukan saat mendapati anak sedang tantrum. Sebagai orang tua kita bisa memberi ruang pada anak dan memberikan kesempatan anak untuk meluap kan emosinya tetapi tetap dalam pantauan orang tua. Biarkan anak bebas mengekspresikan emosinya tanpa mengganggu orang lain atau merusak yang ada di sekitarnya. Cara selanjutnya untuk mengatasi anak yang sedang tantrum adalah dengan menunjukkan rasa empati, bukan malah memukul, membentak, atau mencubitnya. Hal ini justru akan membuat anak lebih memberontak. Orang tua bisa bisikan kata yang menenangkan dam bentuk suasana yang positif agar anak merasa ada yang memperhatikan. Dengan memahami perasaan anak, orang tua bisa mengerti apa yang sedang dibutuhkan dan atau diinginkan oleh anak.

Mendapati anak yang sedang tantrum tentunya membuat panik dan bingung bagi orang tua. Namun, menghadapi anak yang sedang tantrum harus dengan cara yang tepat, salah satunya sabar dan tenang. Lebih baik orang tua menjauh sebentar, kemudian tarik nafas sedalam-dalam untuk bersiap menghadapi anak dengan keadaan tenang. Perilaku agresif anak biasanya muncul saat keinginan tidak terpenuhi. Untuk mengatasi hal ini orang tua dapat bersikap tegas dan konsisten sehingga anak paham apa yang dilakukan tidak baik. Sebisa mungkin tidak menuruti semua dari apa yang diinginkan anak. Saring apa yang benar-benar dibutuhkan dan diinginkan anak. Hal ini yang paling penting, menghadapi anak tidak boleh dengan membentaknya atau menyikapinya dengan nada marah. Usahakan jangan terpancing emosi sehingga ikut emosional. Hal ini justru akan memperparah kondisi dan anak akan semakin agresif.

Tantrum memang merupakan salah satu proses tumbuh kembang anak yang sebenarnya tidak berbahaya atau wajar jika terjadi. Namun sebagai orang tua wajib waspada jika intensitas reaksi tantrum anak tak juga turun. Saat anak sudah kerap menyakiti diri sendiri atau orang lain dan sulit diajak kerja sama atau keras kepala sebaiknya orang tua harus menyikapinya dengan bijak dan tidak mudah menyerah untuk menghindari anak tantrum. Tantrum yang berlebihan memang mengakibatkan hubungan yang tidak baik antar orang tua dengan anak. Namun, sebagai bagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan, tantrum tak seharusnya mengganggu hubungan keluarga. Jika hal ini sampai terjadi, orang tua bisa segera menghubungi dokter atau tenaga kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun