Mohon tunggu...
Nazhifah Rachma Azzahra
Nazhifah Rachma Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pariwisata Universitas Gadjah Mada

Mahasiswa Pariwisata di Universitas Gadjah Mada. Memiliki ketertarikan dalam dunia pariwisata, event, media, dan publikasi. Memiliki kemampuan komunikasi, membuat konten untuk media sosial, dan copywriting. Mampu bekerjasama dalam sebuah tim.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Tentang Legian dan Kehidupan Malamnya

29 November 2024   20:16 Diperbarui: 9 Desember 2024   00:18 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bali, dengan julukan Pulau Dewata yang selalu memikat hati setiap insan yang berkunjung. Keindahan alamnya, budaya yang beragam, serta suasana kehidupan malam yang penuh warna menjadikan pulau cantik ini tak pernah kehilangan daya tarik. Pada perjalanan kuliah lapangan di Bali selama 4 hari bersama teman-teman, aku berkesempatan untuk mengeksplorasi kehidupan lokal dengan cara yang berbeda. Salah satu pengalaman yang tak terlupakan adalah ketika aku bersama beberapa temanku menelusuri poros Jalan Legian di malam hari. Legian, yang terletak di kawasan Kuta terkenal dengan kehidupan malamnya yang sangat iconic dan penuh dengan turis mancanegara. Namun, tujuan kami malam itu berkunjung ke Legian bukan untuk menikmati hiburan malam seperti turis pada lainnya yang menghabiskan waktu di bar atau pub, melainkan untuk sekadar merasakan atmosfer Bali di malam hari sembari bernostalgia menyusuri poros jalan yang sama sekitar 10 tahun lalu. 

Sekitar pukul 11 malam, setelah seharian penuh mengunjungi beberapa destinasi di Bali bersama teman-teman program studi pariwisata lainnya menggunakan bus, aku mengajak teman-teman kamarku untuk memanfaatkan waktu senggang yang diberikan oleh pemandu tur untuk eksplor wisata perkotaan di Bali secara mandiri. Setelah melalui berbagai pertimbangan kami memutuskan untuk mengunjungi Jalan Legian. Meskipun sudah larut dan jarak antara penginapan kami dengan daerah yang ingin dituju terpaut jauh, rasa penasaran kami akan kehidupan di Bali terutama di kawasan Legian membuat kami tidak mengurungkan niat akan hal tersebut. Kami berempat memutuskan untuk berbagi biaya transportasi agar lebih efisien, mengingat tarif taksi online dari penginapan kami yang berada di daerah Sanur ke kawasan Legian cukup mahal karena jaraknya sekitar 17 kilometer. Perjalanan menuju Legian ditempuh dalam waktu kurang lebih 30 menit dengan kondisi jalanan yang sudah mulai sepi menjelang tengah malam. Suasana Bali sepanjang perjalanan ini sangat berbanding terbalik dan terasa berbeda dari siang hari yang ramai dan panas. Jalan yang biasanya dipenuhi kendaraan dan wisatawan, kini tampak lebih tenang disertai hawa sejuk dengan hanya beberapa mobil dan motor serta turis yang berlalu lalang.

Tak lama kemudian, taksi yang kami tumpangi berhenti tepat di depan Tugu Bom Bali, sebuah monumen ikonik yang terkenal di kawasan Legian karena tragedi bom Bali 2002 silam. Meski monumen ini memiliki makna sejarah didalamnya, tetapi hal tersebut bukanlah tujuan utama kami dalam mengunjungi Legian. Kami memulai perjalanan kami untuk menelusuri Legian dari titik monumen tersebut dengan berjalan kaki. Jalan Legian pada malam hari memperlihatkan perpaduan antara keramaian kehidupan malam dengan suasana sepi yang muncul saat beberapa toko di kawasan tersebut sudah tutup. Di sepanjang jalan, pub, bar, dan beberapa kafe masih ramai dikunjungi oleh wisatawan, sebagian besar dari mereka adalah turis mancanegara. Musik yang keras dari klub-klub malam mengalun ke luar, menambah kesan kehidupan malam dengan hiruk-pikuk yang terasa sangat hidup. Beberapa turis yang kami temui di sepanjang jalan tampak berjalan terseok-seok, menikmati malam hari di Bali dengan segala gemerlapnya. 

Meskipun banyak tempat yang sudah tutup, seperti toko-toko cinderamata yang biasa menjual pernak-pernik khas Bali, suasana jalan Legian tetap ramai. Pengalaman berjalan kaki di sini memberikan kami gambaran yang berbeda tentang Bali, jauh dari kesan pantai dan alam tropis yang sering kami lihat di siang hari. Ada sisi Bali yang lain di malam hari yang berhubungan dengan kesenangan, kebebasan, dan pelarian dari rutinitas. Suasana ini benar-benar terasa seperti Bali yang tak pernah tidur. Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang membuat kami terkesan. Meskipun Bali terus berkembang dengan berbagai perubahan dan pembangunan, jalan Legian tetap mempertahankan karakteristiknya yang khas. Sepuluh tahun lalu, aku pernah berada di tempat yang sama, menikmati malam yang sama, dan merasakan hiruk-pikuk yang serupa. Bahkan, suasana yang kami rasakan malam itu terasa sangat akrab, meski waktu sudah berlalu begitu lama. 

Setelah berjalan cukup jauh menyusuri Legian, kami mulai merasa lapar. Kami berkeliling mencari tempat makan yang halal dengan harga sedikit terjangkau, namun kebanyakan restoran sudah tutup dan yang tersisa hanya resto non-halal serta beberapa cafe. Menyadari bahwa makanan halal sulit ditemukan pada malam hari, kami akhirnya memutuskan untuk masuk ke sebuah minimarket yang masih buka, yaitu Circle K. Di sana, kami membeli makanan ringan yang bisa kami nikmati bersama. Walaupun tidak ada hidangan istimewa yang kami dapatkan, makan di minimarket itu terasa cukup menyenangkan. Kami duduk di depan toko, menikmati santapan hangat sembari melihat keramaian yang terus berlangsung di sekitar kami. Makanan yang kami makan malam itu memang sederhana, tetapi justru itu yang membuat pengalaman itu begitu berkesan. Ada kehangatan dalam kebersamaan kami saat menikmati hidangan tersebut di bawah lampu minimarket. Kami berbicara, tertawa, dan saling berbagi cerita, sambil menikmati waktu yang berlalu begitu cepat. Keadaan sepi yang mulai menyelimuti Legian memberi kesan yang berbeda dibandingkan dengan keriuhan yang kami rasakan sebelumnya. 

Setelah merasa puas menikmati waktu di jalan Legian sekaligus rasa lelah yang hadir, kami memutuskan untuk memesan taksi online dan kembali ke penginapan. Saat perjalanan menuju penginapan suasana jalan Legian mulai semakin sepi. Keramaian yang tadinya begitu terasa perlahan menghilang, memberi kami kesempatan untuk meresapi ketenangan yang muncul setelah malam yang panjang. Pengalaman malam itu mengajarkan kami tentang banyak hal. Legian, seperti banyak tempat lainnya di Bali, selalu berubah, namun ada hal-hal yang tetap sama. Bali, dengan segala keindahan dan keunikannya, selalu menawarkan sebuah ruang untuk kita merenung dan menemukan kembali sisi-sisi diri kita yang mungkin telah lama terlupakan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun