Mohon tunggu...
Nazhara Nur Najmi
Nazhara Nur Najmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksplorasi Etika dan Hukum: Perspektif Keperawatan dalam Konteks Euthanasia di Indonesia

21 Desember 2023   15:30 Diperbarui: 21 Desember 2023   15:35 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Euthanasia merupakan langkah untuk mengakhiri hidup individu yang mengalami penyakit yang tidak dapat diobati atau memberikan penderitaan, tanpa menimbulkan rasa sakit (Berman, 2021). Euthanasia, atau "pemberian kematian yang tenang," merupakan topik yang penuh kontroversi, termasuk dalam praktik keperawatan. Dalam konteks Indonesia, etika dan hukum menjadi dua aspek utama yang perlu dieksplorasi untuk memahami dampaknya terhadap praktik keperawatan. 

Meskipun ada rasa simpati dan niat baik, serta keyakinan moral tertentu, melakukan euthanasia di Amerika Serikat dianggap sebagai pelanggaran hukum dan dapat mengakibatkan penuntutan pidana, seperti pembunuhan, atau tuntutan perdata karena tidak menyediakan perawatan atau memberikan standar perawatan yang dianggap tidak dapat diterima. Seiring dengan kemajuan teknologi medis yang memungkinkan prolongasi kehidupan secara hampir tanpa batas, masyarakat semakin mempertimbangkan nilai kualitas hidup. Bagi sebagian individu, menolak bantuan hidup buatan atau bahkan menghentikan bantuan hidup dianggap sebagai praktik yang diinginkan dan dapat diterima oleh pasien yang mengalami penyakit parah atau cacat yang tidak dapat disembuhkan, dan diyakini tidak mampu menjalani hidup dengan kebahagiaan dan makna. 

Ada dua bentuk euthanasia, yaitu aktif dan pasif (Utami, 2016). Euthanasia aktif adalah langkah yang secara langsung menyebabkan kematian pasien, baik dengan atau tanpa persetujuan pasien (Berman, 2021). Salah satu contohnya adalah memberikan obat yang bersifat fatal untuk mengakhiri penderitaan pasien. Meskipun dilakukan dengan niat baik oleh pengasuh (caregiver), euthanasia aktif dianggap melanggar hukum dan dapat mengakibatkan penuntutan pidana, seperti tuntutan pembunuhan (Berman, 2021). Varian dari euthanasia aktif melibatkan pengakhiran hidup dengan bantuan (assisted suicide), yaitu memberikan klien sarana untuk mengakhiri hidup mereka sendiri jika mereka menginginkannya, seperti memberikan pil dengan dosis fatal (Berman, 2021). Beberapa negara atau wilayah memiliki undang-undang yang melegalkan assisted suicide untuk klien yang mengalami penyakit parah, mendekati kematian, dan menginginkan untuk mengakhiri hidup mereka sendiri. Meskipun beberapa orang mungkin tidak setuju dengan ini, praktik assisted suicide saat ini diizinkan secara hukum di negara bagian California, Montana, Oregon, Vermont, dan Washington, sementara di banyak negara bagian lainnya tindakan tersebut secara spesifik dilarang. Penting untuk diingat bahwa legalitas dan moralitas bukanlah hal yang sama. Menentukan keabsahan suatu tindakan hanyalah salah satu aspek dalam menilai apakah suatu tindakan bersifat etis. Kontroversi masih melibatkan pertanyaan tentang pengakhiran hidup dan assisted suicide di masyarakat Barat. Pernyataan posisi ANA tentang assisted suicide dan euthanasia aktif pada tahun 2013, menyatakan bahwa baik euthanasia aktif maupun pengakhiran hidup yang dibantu (assisted suicide) dianggap sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Perawat (Berman, 2021).

Euthanasia pasif mencakup tindakan menghentikan atau mencabut semua perawatan atau pengobatan yang diperlukan untuk menjaga kehidupan seseorang (Berman, 2021). Euthanasia pasif, yang sekarang lebih sering disebut sebagai withdrawing or withholding life-sustaining therapy (WWLST), melibatkan tindakan menghentikan peralatan pendukung hidup yang ekstensif, seperti melepaskan ventilator atau menahan upaya khusus untuk menyelamatkan klien, dan membiarkan klien meninggal karena kondisi medis yang mendasari. Secara hukum dan etika, WWLST cenderung lebih diterima oleh sebagian besar orang daripada assisted suicide (Berman, 2021).

Proses legalisasi euthanasia telah memberikan perawat tanggung jawab untuk mengambil sejumlah keputusan etis dan moral yang kompleks terkait dengan bagaimana mereka terlibat dalam opsi perawatan baru ini. Beberapa perawat mungkin memilih untuk menolak keterlibatan mereka sepenuhnya karena pertimbangan etis dan moral yang berkaitan dengan memelihara integritas moral. Sementara itu, di sisi lain spektrum, terdapat perawat yang sepenuhnya terlibat dalam proses euthanasia. Ini melibatkan berbagai tingkat keterlibatan dalam perawatan yang mungkin atau mungkin tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan euthanasia yang sebenarnya, seperti memberikan perawatan berkelanjutan kepada individu yang menjalani euthanasia dan memberikan dukungan berduka bagi keluarga (Pesut, et. al., 2020).

Dalam konteks hukum di Indonesia saat ini, belum ada peraturan khusus dan menyeluruh mengenai euthanasia (Warjiyati, 2020 dalam Flora, 2022). Meskipun tidak ada pasal yang secara eksplisit membicarakan euthanasia dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pasal-pasal yang paling relevan untuk melarang euthanasia aktif dan pasif dapat ditemukan dalam Pasal 304, 338, 344, 345, dan 359 KUHP. Melalui tinjauan beberapa kasus euthanasia di Indonesia, dapat dilihat bagaimana perawat berinteraksi dengan dilema etika dan hukum. Kasus-kasus tersebut memberikan wawasan tentang kompleksitas praktik keperawatan dalam konteks euthanasia dan menunjukkan perlunya pedoman etika yang jelas. Untuk mengatasi tantangan ini, pengembangan pedoman etika keperawatan yang khusus untuk kasus-kasus euthanasia dapat memberikan panduan yang lebih jelas bagi perawat. Selain itu, perlunya revisi regulasi hukum terkait euthanasia di Indonesia menjadi krusial untuk menciptakan landasan hukum yang lebih pasti dan adil.

Kesimpulannya, eksplorasi etika dan hukum dalam praktik keperawatan euthanasia di Indonesia menyoroti kompleksitas pengambilan keputusan di dunia keperawatan. Dengan memahami dan mengatasi konflik etika dan hukum, perawat dapat memainkan peran kritis dalam memberikan perawatan yang bermartabat dan sesuai dengan nilai-nilai keperawatan. Perawat perlu mempertimbangkan untuk tidak melaksanakan euthanasia, mengingat pertimbangan kultural dan norma agamais bangsa Indonesia, selain kurangnya dasar hukum dari Undang-Undang Republik Indonesia mengenai legalitas tindakan euthanasia.

Referensi

Berman, A., Snyder, S. J., & Frandsen, G. (2021). Kozier & Erb’s Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice. (11th ed.). United Kingdom: Pearson Education. 

Flora, H. S. (2022). EUTHANASIA DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM KESEHATAN. JURNAL HUKUM KESEHATAN INDONESIA, 2(02), 82-96. Retrieved from https://jurnal-mhki.or.id/jhki/article/view/44 

Pesut, B., Greig, M., Thorne, S., Storch, J., Burgess, M., Tishelman, C., Chambaere, K., & Janke, R. (2020). Nursing and euthanasia: A narrative review of the nursing ethics literature. Nursing ethics, 27(1), 152–167. https://doi.org/10.1177/0969733019845127 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun