Kesalahan berikutnya adalah pemilihan metode dalam penyediaan lahan. Kesalahan pemilihan metode ini juga menjadi faktor kerusakan ekosistem. Dimana metode yang digunakan adalah KLHS Cepat, metode ini idealnya digunakan untuk perencanaan yang bersifat darurat karena metode ini cenderung bersifat spekulatif yang memberikan ruang ketidakpastian cukup besar. Selain itu, metode ini juga dinilai tidak relevan untuk mencapai pertimbangan keberlanjutan fungsi lahan dan kelestarian lingkungan hidup.Â
Terlebih dalam program food estate ini lokasi telah ditentukan lebih dahulu kemudian dilakukan KLHS Cepat setelahnya. Jadi, lokasi yang dipilih dinilai kurang tepat sasaran dan kurang sesuai dengan jenis dan fungsi lahan di lokasi food estate ini dijalankan.
Penunjukkan Kemenhan sebagai leading sector juga menjadi masalah selama program ini dijalankan. Penunjukkan leading sector ini dinilai kurang sesuai dengan tugas dan fungsi dari Kemenhan itu sendiri. Keterlibatannya berpotensi disalahgunakan saat terjadi konflik agraria dengan masyarakat. Penyalahgunaan yang terjadi seperti saat lokasi yang ditetapkan untuk pembangunan proyek ini merupakan kawasan hutan adat. Maka, dengan adanya keterlibatan militer dinilai dapat menekan masyarakat untuk setuju bila kawasannya akan digunakan.
Perlunya Evaluasi
Ambisi Presiden Jokowi untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan program food estate merupakan hal yang baik dan perlu di apresiasi. Namun, upayanya dalam memenuhi ambisinya tersebut menuai kontroversi dalam sudut pandang ekologi dan etika lingkungan.Â
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah selama pelaksanaan program ini cenderung mengindikasi adanya sikap antroposentrisme. Proyek food estate perlu dievaluasi secara komprehensif dengan mempertimbangkan masukan pakar, aktivis lingkungan, dan akademisi. Selain itu, program ini juga harus berlandaskan prinsip-prinsip etika lingkungan demi keberlangsungan ekosistem dan lingkungan. Selain itu, prediksi WHO dan ilmuwan yang meyakini virus Covid-19 bukan lagi pandemi menjadikan ancaman krisis pangan sudah tidak relevan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H