Giri Menang (Suara NTB)Â -- Angka pernikahan dini pada usia 21 tahun ke bawah di Lombok Barat (Lobar) terbilang tinggi, bahkan jika dipersentase mencapai 35 persen lebih. Selain itu, kasus peceraian di Lobar juga terbilang tinggi. Sementara anggaran yang disiapkan untuk program pendewasaan usia pernikahan (PUP) di Lobar hanya Rp 200 juta. Selain itu, usia kehamilan umur remaja yakni dari usia 15-19 tahun sebesar 1,97 persen. Kepala Bidang Pengendalian Penduduk, Penyuluhan dan Penggerakan (P4) pada Dinas Pengendalian Penduduk dan KB, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KNP3A) Lobar, Erni Suryana MM., mengakui angka pernikahan dini di bawah usia 16-21 tahun di Lobar masih tinggi. Tingginya angka perkawinan usia anak di NTB tidak terlepas dari praktik "kawin lari" yang dikenal dengan istilah Merariq dalam terminologi suku sasak, Wilayah yang menjadi fokus perkawinan dini ini jelasnya hampir merata di semua kecamatan yang ada di kabupaten Lombok Barat, termasuk di Sekotong Timur, Lembar, dan Batulayar.
"Permasalahannya masyarakat tidak benar-benar memahami tradisi budaya perkawinan, adanya stigma sosial tentang perempuan yang tidak menikah muda, adanya kesenjangan konsep 'kedewasaan' antara hukum nasional dengan konsep di hukum adat suku sasak. Selain itu adanya perubahan sosial yang tidak diikuti dengan restrukturisasi struktur sosial termasuk nilai dan norma, adanya agen pengendalian sosial di tingkat lokal yang tidak dipersiapkan mengantisipasi perubahan sosial, serta terjadinya pemalsuan dokumen," ujar Reni, dalam seminar di Universitas Indonesia, Jumat (30/9/2016).Â
Penyebab pernikahan dini itu menurut Reni, diantaranya masyarakat yang tidak benar-benar memahami tradisi budaya perkawinan, stigma sosial tentang perempuan yang tidak menikah muda dan adanya perubahan sosial yang tidak diikuti dengan restrukturisasi struktur sosial termasuk nilai dan norma. "Meski menurun angkanya dari 40 persen ke 35 persen lebih, namun ini pernikahan dini masih tinggi di Lobar. Bahkan pernikahan di usia 16 tahun ke bawah," ujarnya pada Suara NTB, Kamis, 27 Juli 2017.Â
Seperti yang dijelaskan, usia pasangan dikatakan pernikahan dini sesuai edaran bupati 21 tahun ke bawah. Namun di lapangan akunya masih banyak warga yang menikah di usia di bawah 16 tahun. Lebih dirinci terkait data pasti jumlah pasangan yang menikah dini di Lobar, pihaknya belum bisa merincikan sebab sejauh ini pihak dinas sendiri belum memiliki data jumlah pasangan yang nikah dini.
Padahal Pemuda itu memiliki potensi yang besar terhadap bangsa ini serta sebagai tulang punggung peradaban. Kemajuan bangsa sangat erat berkaitan dengan sosok yang satu ini. Wajar bila kalangan tokoh dunia sangat mementingkan eksistensi pemuda, sebab mereka sadar bahwa potensi yang mereka miliki sangat sanggup mengubah jalan sejarah dunia. Akan tetapi semua itu  bisa sirna secepat waktu jika masa mudanya disalahgunakan dengan Merariq Kodeq (pernikahan dini) yang merupakan istilah bahasa Lombok.Â
Pertunjukkan wayang kulit sampai saat ini merupakan pertunjukkan tradisional yang masih di gemari saat ini terutms oleh suku sasask karena fungsinya bukan saja hiburan akan  tetapi terdapat pendidikan pesan moral karena didalam pementasan wayang itu juga peroleh manfaat yang sangat berharga bagi penggemarnya. Selanjutnya gambaran-gambaran tentang kebaikan dan kejahatan itulah yang dinyatakan dalam pertunjukkan wayang kulit yang dibawakan oileh seseorang Dalang sebagai juru penerang dalam pementasan sesuai dengan urtutan lakon yang telah di persiapkan.Â
Melalui tulisan ini, penulis ingin memberikan sumbangsih pemikiran terkait upaya meminimilasir permasalahn merariq kodek melalui edukasi wayang kulit. Penulis berharap,tulisan ini dapat menjadi manifestasi perjuangan para dalang serta perlu dapat perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah pada khusunya terhadap kesenian wayang sebagai media yang mengandung pesan yang terkandung dalam pertunjukkan tersebut yang berpotensi dapat mengatsai permasalahan yang terjadi demi terciptaya bonus demografi sebagaiamana tujuan yang ingin di capai oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi NTB Lalu Makripuddin mengatakan, tingkat pernikahan dibawah usia dini di NTB mencapai 58,1 persen berdasarkan hasil pendataan keluarga 2015. Banyaknya jumlah pernikahan dini atau pernikahan dibawah usia 21 tahun ditengarai berkorelasi dengan tingginya tingkat perceraian. Ia memaparkan, 21,55 persen warga NTB pada umumnya berstatus janda dan duda.Â
Kemudian diperkuat lagi oleh Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Provinsi NTB Baiq Eva Nurcahya Ningsih mengaku akan memprioritaskan pada persoalan tingginya jumlah pernikahan di bawah usia dini.Â
Untuk mewujudkan hal ini, pihaknya tentu tidak bisa berjalan sendiri, melainkan dukungan dari pihak lain seperti dinas kesehatan, dinas sosial, dan instansi maupun lembaga lain. "Kita akan sosialisasi terus," ujarnya.(REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM). Menurutnya, pernikahan dini sangat tidak dianjurkan mengingat banyak hal yang dinilai belum disiapkan baik dari segi ekonomi, psikologi, dan kesiapan mental.Â