ASI eksklusif menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) tanpa tambahan makanan atau minuman lain,termasuk air, kepada bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya. Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu faktor terpenting dalam memastikan kesehatan dan kesejahteraan bayi, terutama dalam enam bulan pertama kehidupan mereka karena hanya ASI yang memiliki nutrisi lengkap serta antibodi yang dibutuhkan bayi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, meningkatnya pemasaran produk pengganti ASI, seperti susu formula, telah menimbulkan tantangan bagi ibu yang berusaha memberikan ASI eksklusif. Di sinilah pentingnya penegakan kode pemasaran produk pengganti ASI.
Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1981 bertujuan untuk melindungi praktik menyusui dari pengaruh negatif pemasaran produk susu formula. Kode ini mengatur cara produk pengganti ASI dipromosikan dan membatasi iklan yang dapat menyesatkan orang tua mengenai manfaat ASI dibandingkan dengan susu formula. Di Indonesia sendiri pemasaran susu formula masih banyak dilakukan. Bahkan beberapa tenaga kesehatan masih ada yang mendapat support dari penyedia pengganti ASI untuk aktifitas pelayanan kesehatannya. Hal ini sangat menghawatirkan, seolah dukunagna kuat untuk mendapatkan hak ASI anak bisa ternganggu. Penegakan yang kuat terhadap kode ini di Indonesia sangatlah mendesak.
Elemen Utama dari Kode dan Prinsip Penegakannya menurut WHO
- Larangan Pemasaran Produk Pengganti ASI kepada Publik: WHO melarang segala bentuk iklan dan promosi produk pengganti ASI, seperti susu formula, botol, dan dot, baik di media maupun di fasilitas kesehatan. Tujuannya adalah agar masyarakat tidak tergoda mengganti ASI dengan produk-produk tersebut.
- Larangan Pemberian Sampel Gratis: Produsen dan distributor tidak diperbolehkan memberikan sampel gratis kepada ibu atau keluarga. Hal ini juga berlaku bagi tenaga kesehatan yang dilarang memberikan rekomendasi produk pengganti ASI kepada pasien kecuali dalam situasi medis tertentu.
- Pengawasan Etiket Produk: Semua produk pengganti ASI harus berlabel jelas bahwa produk tersebut bukan pengganti ASI dan mengandung risiko bila digunakan tanpa pengawasan medis. Etiket juga harus mencantumkan instruksi cara penggunaan dan peringatan untuk tidak memperkenalkan produk ini sebelum bayi berusia enam bulan.
- Dukungan Pemerintah dan Lembaga Kesehatan: Pemerintah dan fasilitas kesehatan didorong untuk mengadopsi kode ini sebagai regulasi resmi. WHO merekomendasikan agar lembaga kesehatan tidak menerima sponsor atau bantuan dalam bentuk apa pun dari perusahaan yang memproduksi produk pengganti ASI.
- Pelaporan dan Pengawasan: WHO dan lembaga kesehatan bekerja sama dengan pemerintah untuk memastikan kepatuhan terhadap kode ini. Mereka menyarankan adanya sistem pelaporan untuk melaporkan pelanggaran dan memastikan produsen dan pemasar bertanggung jawab atas praktik pemasaran mereka.
Perlunya Perlindungan Terhadap Ibu dan Bayi
Pertama, pemasaran agresif produk pengganti ASI sering kali menciptakan kesalahpahaman di kalangan orang tua mengenai keunggulan susu formula. Banyak iklan mengklaim bahwa susu formula memiliki manfaat nutrisi yang setara atau bahkan lebih baik daripada ASI, padahal fakta menunjukkan bahwa ASI memberikan zat gizi terbaik dan antibodi yang tidak bisa ditiru oleh susu formula. Hal ini dapat berpotensi menurunkan optimalisasi ibu dalam pemebrian ASI ekslusif.. Padahal sebenarnya Pemberian susu formula yang berlebihan dapat menyebabkan masalah menyuusi pada bayi dan ibu, salah satunya bayi kurang menyusu langsung dari ibu, kebingungan putting dan menimbulkan masalah untuk ibunya karena mengurangi produksi ASI, atau masalah bengkak dan nyeri pada payudara ibu.
Kedua, penegakan kode pemasran juga penting untuk menanggulangi dampak kesehatan jangka panjang. Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI dapat meningkatkan risiko bayi mengalami masalah kesehatan di kemudian hari, seperti obesitas, kariesgigi, diabetes, dan penyakit jantung. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat regulasi yang melarang promosi produk pengganti ASI secara langsung maupun tidak langsung. Dan memberi batasan yang jelas agar nakes atau tempat pelayanan kesehatan tidak boleh sama sekali menampilkan merek/produk penyedia pengganti ASI dalam bentukposter, kaleneder atau hal yang lainnya di tempat pelayanan kesehatan.
Tindakan yang Harus Diambil
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang mendukung pemberian ASI, seperti peraturan dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan adalah turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 yang diterbitkan pada Jumat (26/7/2024). Beleid tersebut mengatur regulasi aturan dan larangan penjualan, penawaran, pemberian potongan harga, hingga promosi iklan susu formula untuk bayi. Regulasi ini tertuang dalam Pasal 33 yang berbunyi sebagai berikut: “Produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat pemberian air susu ibu eksklusif," bunyi Pasal 33 PP Nomor 28 Tahun 2024.
Pasal 33 dalam peraturan ini secara tegas melarang produsen atau distributor susu formula bayi dan produk pengganti ASI lainnya dari melakukan kegiatan yang dapat mengganggu keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
Kebijakan ini menyasar beberapa praktik yang dianggap dapat merugikan keberhasilan ASI eksklusif. ini termasuk pemberian produk susu formula secara gratis ke fasilitas kesehatan, penawaran potongan harga, serta penggunaan tenaga medis dan influencer untuk promosi, sebagai brand ambasador affiliate dengan iming iming disuport berbagai kegiatan tenaga kesehatan asalkan dapat memperjualkan produk tersebut.
Namun, implementasi dan penegakan kode pemasaran masih lemah. Sosialisasi tentang regulasi ini belum terlalu gencar digaungkan. Diperlukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat ASI dan risiko produk pengganti ASI. Ini termasuk edukasi bagi tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai cara memberikan informasi yang benar kepada orang tua.
Selain itu, seharusnya pemerintah memperkuat sanksi bagi pelanggaran terhadap kode pemasaran produk pengganti ASI. Ini bisa dilakukan dengan memperketat pengawasan di media sosial, fasilitas kesehatan, dan tempat-tempat lainnya yang mungkin menjadi ajang promosi produk susu formula. Melalui tindakan ini, diharapkan hak ibu dan bayi untuk mendapatkan informasi yang akurat dan dukungan untuk menyusui dapat terjamin. Penyebaran produk pengganti ASI bisa lebih selektif dan terbatas yang memang atas indikasi medis tertentu, bukan sebagai pilihan pemberian makanan pengganti ASI.
Menjaga Hak Ibu Dan Bayi
Menjaga hak ibu dan bayi dalam konteks pemberian ASI eksklusif adalah tanggung jawab bersama. Penegakan kode pemasaran produk pengganti ASI harus menjadi prioritas untuk memastikan bahwa setiap bayi mendapatkan yang terbaik dari ASI. Dengan meningkatkan kesadaran dan penegakan hukum yang tegas, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung praktik menyusui dan kesehatan ibu dan anak di Indonesia.
Referensi
- World Health Organization. (1981). International code of marketing of breast-milk substitutes. World Health Organization. https://www.who.int/publications/i/item/9241541601
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2024). Penjelasan Aturan Susu Formula Bayi. Diakses dari: kemkes.go.id
- Kesehatan Ibu dan Anak. (2024). UU KIA 2024: Transformasi Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia. Diakses dari: kesehatan-ibuanak.net
- Sehat Negeriku. (2024). Memperlancar Produksi ASI. Diakses dari: sehatnegeriku.kemkes.go.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H