Papua, sebagai salah satu provinsi di Indonesia, menawarkan lanskap kultural yang kaya dan beragam. Dalam konteks ini, Suku Mee, sebuah kelompok etnis yang mendiami wilayah ini, menjadi subjek penelitian yang menarik. Mendalami aspek aspek signifikan dari budaya Suku Mee, termasuk tradisi, seni, dan dampaknya terhadap perkembangan masyarakat lokal. Suku Mee, yang tersebar di berbagai daerah Papua, memiliki warisan budaya yang unik dan kompleks. Eksplorasi mendalam terhadap tradisi mereka akan memberikan wawasan tentang nilai nilai, upacara adat, dan praktik keseharian yang membentuk identitas mereka. Tak hanya itu, melibatkan seni suku tradisional Suku Mee dalam penelitian ini akan membuka pintu keindahan dan ekspresi budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Seni tradisional Suku Mee, dari seni rupa hingga musik dan tarian, menjadi bentuk ekspresi yang menggambarkan kekayaan budaya mereka. Kesenian tradisional bukan hanya sebagai wujud seni visual atau pertunjukan, tetapi juga merupakan sarana untuk menjaga dan merayakan nilai nilai budaya yang dipegang teguh oleh Suku Mee.Â
Unsur-unsur Budaya Suku Mee
1. Unsur BahasaÂ
Suku Mee memiliki bahasa tersendiri yaitu ahasa Mee, cara Suku Mee mengajarkan Bahasa Mee kepada anak-anak adalah mengajarkannya sedari kecil. Mereka dilarang menggunakan bahasa Indonesia karena adanya peraturan yang berlaku.
2. Sistem mata pencaharian
Suku mee memusatkan sistem mata pencaharian pada bercocok tanam atau berkebun, seperti ubi-ubian yang digunakan sebagai makanan pokok, geladi, pisang, tebu dan buah-buahan, terdapat juga buah yang bernama buah mera dan buah matoa. Selain itu ada juga yang tugasnya mengumpulkan sisa-sisa kayu untuk dijadikan kayu bakar.
3. Â Sistem Teknologi
Teknologi yang masuk ke Suku Mee yaitu berupa handphone, namun tidak boleh ada nya mobil dan motor bahkan sepeda karena tidak ingin mencemari daerah disana dengan polusi. Selain itu mereka menolak adanya pembangunan jalan raya dan jika ingin memasuki kawasan Suku Mee, harus berjalan kaki sekitar 2 malam bahkan sampai tiga hari dari kota. Biasanya orang-orang yang datang ke Suku Mee (orang suku mee yang merantau ke kota), membawa noken yang terbuat dari kulit kayu yang isi nya berupa bahan-bahan pokok seperti minyak
4. Sistem Religi
Agama yang ada di Suku Mee yaitu Kristen dan Katolik, tetapi mayoritas kebanyakan Katolik. Ada satu hal unik dimana bagi Perempuan Suku Mee ketika akan memasuki gereja tidak boleh menggunakan celana dan harus menggunakan rok dan rambut mereka tidak boleh di ikat, ini merupakan adat yang sudah ada sedari dulu.
5. Unsur kesenian
Seni yang ada di Suku Mee salah satunya adalah tarian, yaitu tarian gaidai, yang diiringi nyanyian. Biasanya tarian ini dipakai untuk acara penyambutan. Selain tarian ada juga kerajinan tangan  yang di sebut dengan noken. Disana untuk noken itu dibuat sendiri, anak-anak yang sudah berusia 15 tahun ke atas sudah harus bisa membuat noken.
6. Sistem dan organisasi kemasyarakatan
Kehidupan  masyarakat Suku Mee tidak terlepas dari jiwa sosial atau rasa empati dan saling menghargai terhadap sesama manusia. Jikapun ada konflik mereka akan dikumpulkan dalam sebuah forum seperti balai desa yang dipimpin oleh kepala suku. Untuk pemilihan ketua suku sendiri di diskusikan secara bersama-sama, biasanya mereka mencalonkan diri dan yang memiliki pengalaman menjadi sebuah nilai plus (biasanya yang memiliki keturunan kepala suku juga bisa menjadi sebuah nilai plus). Tetapi disana belum terdapat sistem kemasyarakatan seperti RT atau RW, hanya ada yang bisa disebut dengan istilah kepala desa saja atau kepala suku.
7. Sistem PengetahuanÂ
Pendidikan di Suku Mee masih belum cukup memadai jika di pandang dalam sudut pandang sistem pendidikan nasional. Tetapi Suku Mee memiliki Sistem pendidikan tradisional suku Mee tersendiri. Dimulai dari kasih sayang terhadap orang tua, norma-norma yang berlaku dalam kehidupan sosial sampai dengan kemandirian hidup. Hal ini dapat disesuaikan dengan perkembangan umur anak. Suku Mee juga mengajarkan pembelajaran dalam bentuk lisan, seperti cerita, dongeng, mitos, hikayat, pantun, atau lagu. Selain itu, dalam bentuk nasehat dan wasiat, serta dalam bentuk perumpamaan-perumpamaan, pepatah, dan teka-teki.Â
REFERENSIÂ
Putri, A. (2012). TRADISI PRASEJARAH BERLANJUT PADA MASYARAKAT MEE DIÂ
KAWASAN DANAU TIGI , KABUPATEN DEIYAI.
Dekme, D. (2015). Perajut  Noken  Pada Suku  Bangsa  Amunge  Di  Desa Limau Asri        Â
Kecamatan Iwaki Kabupaten Mimika Provinsi Papua
 Pekei, Titus, dan Natalis Pakage.(2013). Menggali Nilai Budaya Tradisi Lisan Dari PapuaÂ
"Kajian Cerita Rakyat Suku Mee".
Dosen Pengampu: Mirna Nur Alia Abdullah, S.Sos, M.Si
DISUSUN OLEHÂ
1. Aulya Arzuliany 2308999
2. Ghaisan Danish Ansori 2307521
3. Ivana Shirley Lafayette Siregar 2303361
4. Nalya Puspa Harlisa 2300038
5. Naylla Rachma Edhisty 2312074
6. Nur Annisa 2306418
7. Rahayu Nur Faizah 2311234
8. Rullansa Al-Mansoer 2310897
9. Syahbila Zalva 2305022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H