Mohon tunggu...
Nayla Zalzabilla Ramadhani
Nayla Zalzabilla Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Perjalanan Gibran di Panggung Politik

2 Desember 2024   21:10 Diperbarui: 2 Desember 2024   21:10 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, telah menarik perhatian publik sejak terjun ke dunia politik. Sebagai figur muda dengan latar belakang pengusaha, perjalanan politik Gibran memantik berbagai reaksi mulai dari dukungan penuh, kritik skeptis, hingga kecurigaan adanya "dinasti politik." Kehadirannya menambah dinamika dalam politik Indonesia, terutama karena dia dianggap mewakili generasi baru yang berpotensi membawa perspektif segar. Namun, seperti halnya setiap tokoh politik, langkah politik Gibran tidak luput dari kontroversi.

Sebelum dikenal sebagai politisi, Gibran adalah pengusaha sukses di bidang kuliner. Ia mendirikan beberapa usaha, seperti Markobar dan Goola, yang berhasil menarik perhatian konsumen muda. Latar belakang pengusaha ini memberinya citra sebagai sosok mandiri yang berprestasi di luar bayang-bayang ayahnya. Namun, ketika ia mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo pada Pilkada 2020, muncul berbagai respons. Banyak yang mempertanyakan motivasinya, mengingat jabatan politik ini menempatkannya di jalur karier yang berbeda dari dunia usaha.

Markobar (Sumber: Waralabakan)
Markobar (Sumber: Waralabakan)

Kemenangan Gibran dalam Pilkada Solo menunjukkan bahwa dia berhasil meraih dukungan luas. Sebagai wali kota, Gibran membawa gaya kepemimpinan pragmatis dan cepat tanggap, gaya yang mengingatkan publik pada kepemimpinan Joko Widodo di awal karier politiknya. Namun, di balik itu, muncul kekhawatiran tentang apakah popularitas Gibran benar-benar mencerminkan kemampuan politik atau sekadar hasil dari jaringan keluarga dan koneksi.

Isu dinasti politik menjadi bayang-bayang yang sulit dilepaskan dari perjalanan politik Gibran. Ia dianggap sebagai bagian dari upaya pelanggengan kekuasaan dalam keluarga Jokowi, mengingat adiknya, Kaesang Pangarep, juga terjun ke politik sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Kritik ini menyoroti kekhawatiran akan erosi prinsip meritokrasi, di mana seseorang mendapat posisi berdasarkan prestasi, bukan relasi keluarga.

Meski demikian, Gibran selalu menegaskan bahwa pencalonannya didorong oleh panggilan untuk melayani masyarakat, bukan karena ambisi pribadi atau intervensi keluarganya. Ia juga mencoba membuktikan bahwa ia mampu bekerja keras dan beradaptasi dengan cepat dalam jabatan publik. Beberapa inisiatif yang ia lakukan di Solo, seperti penanganan pandemi COVID-19 dan pembangunan infrastruktur, menunjukkan keseriusannya sebagai pemimpin muda.

Namun, tak sedikit yang menilai bahwa kesuksesan Gibran didorong oleh jaringan dan pengaruh politik ayahnya. Ini memunculkan dilema bagi publik "Apakah sosok seperti Gibran layak dinilai dari hasil kerjanya, ataukah harus dicurigai sebagai representasi dari dinasti politik yang dapat melemahkan demokrasi?".

Sejak awal 2023, spekulasi tentang peran Gibran dalam politik nasional semakin menguat. Namanya kerap disebut dalam berbagai skenario pemilu 2024, termasuk sebagai calon wakil presiden. Hal ini menimbulkan perdebatan lebih lanjut, apakah waktunya sudah tepat bagi Gibran untuk naik ke panggung politik nasional, mengingat ia baru beberapa tahun menjabat sebagai Wali Kota Solo?

Di satu sisi, sebagian pihak melihat bahwa Gibran memiliki potensi sebagai pemimpin masa depan. Sosoknya dianggap merepresentasikan generasi muda yang adaptif dan dekat dengan perkembangan teknologi serta tren global. Gaya kepemimpinannya yang lugas dan cenderung pragmatis dinilai sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang menginginkan solusi cepat dan efektif.

Namun, di sisi lain, keraguan muncul terkait kematangan politiknya. Banyak yang mempertanyakan apakah pengalaman Gibran di Solo cukup untuk menghadapi kompleksitas politik nasional. Ia dinilai masih membutuhkan waktu dan pengalaman lebih banyak sebelum benar-benar siap untuk memikul tanggung jawab di tingkat yang lebih tinggi.

Gibran menghadapi tantangan besar di tengah harapan tinggi dari pendukungnya. Sebagai politisi muda, ia perlu membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar bayangan dari sang ayah, tetapi sosok mandiri dengan visi dan karakter kepemimpinan yang kuat. Selain itu, ia harus mampu menghadapi kritik dengan bijak dan menunjukkan komitmennya terhadap transparansi dan akuntabilitas.

Langkah Gibran dalam politik juga akan menjadi ujian bagi demokrasi Indonesia. Jika ia mampu membawa perubahan positif tanpa terjerat kontroversi nepotisme dan dinasti politik, publik mungkin akan lebih menerima kehadiran figur-figur muda lainnya dari kalangan keluarga politisi. Namun, jika ia gagal membuktikan kapasitasnya, kecurigaan terhadap praktik dinasti politik akan semakin menguat dan memperburuk citra politik di mata masyarakat.

Di media sosial, sosok Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi sekaligus Wali Kota Solo, kerap mencuri perhatian publik dengan gaya komunikasinya di Twitter. Melalui platform ini, Gibran aktif merespons berbagai komentar warganet, mulai dari pertanyaan serius hingga candaan dan kritik. Gaya responnya yang singkat, sarkastik, namun tidak kehilangan kesan ramah, membuat interaksi tersebut sering viral.  

Cuitan Twitter Gibran (Sumber: Ayo Solo)
Cuitan Twitter Gibran (Sumber: Ayo Solo)

Di era digital, politisi semakin sadar akan pentingnya media sosial. Gibran memanfaatkan Twitter untuk menampilkan sisi santai dan membangun kedekatan dengan warganet. Ia tak jarang mengomentari isu terkini atau ikut terlibat dalam tren obrolan kasual. Misalnya, ketika ada warganet yang berkelakar tentang politik, Gibran sering merespons dengan nada bercanda, membuat percakapan terasa lebih akrab dan menghibur.

Banyak pengguna Twitter mengapresiasi pendekatan Gibran, karena dianggap berbeda dari politisi yang umumnya terkesan formal dan berjarak. Ini memberikan kesan bahwa Gibran, meski berada di ranah politik, tetap peka terhadap budaya digital dan selera humor publik.
Interaksi Gibran di Twitter bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari upayanya untuk memperkuat citra sebagai pemimpin muda yang adaptif dan dekat dengan masyarakat. Kehadirannya di media sosial menjadi cermin bahwa politik bisa dijalani dengan lebih santai, tanpa mengurangi esensi profesionalisme.  

Gibran Rakabuming adalah contoh menarik dari fenomena politik kontemporer di Indonesia. Kehadirannya mengundang perdebatan tentang batas antara inovasi politik dan pelanggengan kekuasaan. Sebagai politisi muda, ia memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif, tetapi juga menghadapi tantangan berat terkait isu dinasti politik dan kematangan kepemimpinan.

Di masa depan, perjalanan Gibran akan menjadi salah satu tolok ukur apakah politik Indonesia siap menerima pemimpin muda yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman, atau justru tersandera oleh praktik lama yang masih bertumpu pada koneksi dan kekuasaan keluarga. Terlepas dari segala kontroversi, publik berharap bahwa Gibran dapat membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang mampu bekerja untuk kepentingan rakyat dan membawa politik Indonesia ke arah yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun