Kok bisa gitu sih? Hal tersebut erat kaitannya dengan identitas manusia sebagai makhluk sosial. Kecerdasan emosional sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kemampuan pada diri manusia dalam memahami perasaan atau emosi baik yang ia rasakan maupun yang dirasakan oleh orang lain.
Oleh karena itu, kecerdasan emosional memiliki peran penting bagi individu untuk membentuk sikap dalam interaksi sosial, seseorang dengan tingkat EQ yang tinggi akan lebih mudah dalam membentuk interaksi yang baik terhadap lingkungannya.
Dari uraian diatas, dapat diartikan bahwa untuk meraih kesuksesan dibutuhkan kecerdasan emosional yang baik. Maka dari itu perlu adanya upaya untuk mengoptimalkan perkembangan emosional individu sedari dini. Lantas bagaimana ya caranya ?
Langsung aja yuk, berikut ada beberapa upaya yang dapat kita terapkan untuk mengoptimalkan perkembangan kecerdasan emosional pada diri individu.
Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan memahami tahapan perkembangan sosial emosi pada manusia. Erik Erikson, seorang tokoh ilmuan psikologi pada bukunya yang berjudul Childhood and Society (1950a) mengemukakan adanya 8 tahapan perkembangan emosi manusia yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan upaya yang dapat dilakukan agar kecerdasan emosional berkembang secara optimal. Delapan tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut :
- Trust vs Mistrust
Tahapan ini terjadi pada usia 0-1 tahun dimana bayi mulai belajar tentang rasa percaya dan pengharapan. Dalam tahapan ini ibu berperan penting dalam menumbuhkan rasa kepercayaan pada diri anak. Jika masa ini tidak dilewati dengan baik, maka individu akan tumbuh dengan rasa mudah curiga bahkan menjadi pribadi yang cenderung penakut.
- Autonomy vs Shame, Doubt
Pada usia 2-3 tahun individu mulai belajar tentang kehendak dan kemandirian. Orang tua sebaiknya tidak memaksa anak untuk berani dalam melakukan sesuatu, namun jangan sampai mematahkan keberanian seorang anak. Akibat negatif jika tahapan ini tidak dikembangkan secara optimal ialah munculnya rasa ketergantungan, harga diri rendah, serta mudah merasa ragu dan malu.
- Initiative vs Guilt
Tahapan selanjutnya terjadi pada individu berusia 4-5 tahun dimana ia mulai memiliki inisiatif dan rasa bersalah. Pada tahapan ini untuk menghindari kemungkinan terbentuknya sikap ketidakpedulian dan takut mengambil risiko, keluarga inti berperan penting untuk memberikan pemahaman kepada anak bahwa gagal dalam suatu usaha merupakan suatu hal yang wajar sehingga ia tetap memiliki keberanian melakukan sesuatu.
- Industry vs Inferiority
Individu usia 6-11 tahun mulai bersemangat memelajari dunia luar namun terkadang harus berhadapan dengan hambatan yang jika tidak didampingi dengan baik maka akan menimbulkan perasaan rendah diri.
- Identity vs Identity Confusion
Dorongan untuk memperlihatkan identitas mulai dirasakan pada individu usia 12-20 tahun. Perlu adanya pendampingan agar perasaan tersebut tidak ditunjukkan dengan cara yang ekstrem.
- Intimacy vs Isolation
Terjadi pada usia 21-40 tahun, perkembangan ini berorientasikan individu dapat memahami perasaan cinta, bukan malah cenderung menutup diri.
- Generativity vs Stagnation