Pagi ini masih sama seperti beberapa hari yang telah ku lalui. Â Aku terbangun dengan mata sembab, Segera aku beranjak ke dapur mengambil segelas air minum. Orang - orang dirumah melihatku dengan pandangan heran namun kurasa mereka masih sungkan menatap terlalu lama.
Aku hanya menundukkan wajah dan tak banyak bicara, memilih segera pergi sebelum dicecar pertanyaan oleh mereka.. Â Sebab aku tidak mungkin beralasan digigit serangga karena yang bengkak di mata bukan di paha. Aku juga tak mungkin beralasan alergi, karena yang bengkak dua-duanya bukan salah satunya.
Tanpa menjelaskan apapun kurasa mereka akan dengan mudah menebak jika aku habis menangis semalaman. Aku malu terlihat lemah hanya karena mudah menangis akhir-akhir ini.
Aku kembali ke kamar, merapikan tempat tidurku dan mengganti sprei. Macam tidak ada gairah hidup belakangan ini. Aku duduk di tepi ranjang, ingatanku kembali... Â degup getar di dada mulai terasa sesak, sungai kecil di pelupuk mata menahan alirnya agar tak sampai banjir lagi pagi ini. Sungguh keadaan hatiku hanya aku sendiri yang tau dan kini tengah mati-matian berjuang melawannya agar tak semakin menghancurkan membuatku setengah gila.
Tapi bagaimana ingatan tentang dia?
4 bulan yang lalu, berawal dari pesan singkat yang menurutku masih sebatas basa-basi saja. Anehnya.. walau begitu aku selalu membalas chat tidak kurang panjang dari pesan yang dia kirimkan. Seperti teman baru pada umumnya, ku perkenankan dia bercerita tentang dirinya sebagai perkenalan diri, hobinya dan apapun yang telah dia raih selama ini.
Cerita tentang keponakannya yang lucu, pekerjaannya bahkan saat ia menyebut usianya. Â Hal yang cukup mengagetkan ternyata usianya masih sangat muda. Namun gaya bicaranya sudah seperti orang dewasa layaknya om - om flamboyan, Â dia tidak kehabisan bahan obrolan bahkan disaat aku mulai bingung menerka arah bicaranya. Dia juga humoris, mudah membuat tingkah lucu, jokes receh yang mengalir begitu saja di sela-sela obrolan kita menambah keseruan sepanjang hariku dengannya.
"Sebelum ini, aku punya banyak mantan." Katanya.. Â
Aku terperanjat meragukan kalimatnya. "Ohya.. mana buktinya?" jawabku menyergah.Â
Lalu ia kirimkan foto sepasang pengantin dan beberapa wanita di samping kiri kanannya. And he said "Mereka semua mantanku.. Aku keren kan?"Â
"Gilaaaaa !!" Aku masih mengumpatnya dengan kata-kata itu, di seberang sana dia tertawa lepas dalam bentuk stiker aplikasi chat yang dia kirimkan. "Kamu gila.. its so silly boy" Begitu ejekku.Â
Dibalik kekonyolannya, ternyata dia sosok yang melankolis juga. Dia menyimpan cerita sedih tentang satu wanita yang sangat dicintainya. Konon kekasihnya menjadi salah satu korban kapal tenggelam beberapa tahun yang lalu. Hatinya sangat hancur saat itu melihat wanita yang sangat dicintainya harus pergi untuk selama-lamanya. Mendengar suaranya parau di seberang telepon membuat aku larut dalam kenangannya seakan akulah pemeran utama dalam narasi ceritanya. "Aku mencintai laut karena disana masih ada cintaku" katanya..Â
Dua sisi yang berbeda, jelas dia menawarkan imajinasi yang memenuhi kepala. Sampai sini Anggap saja aku bodoh karena percaya begitu saja apa yang orang asing katakan. tapi pesonanya benar-benar memabukkan.
_____________
Seiring berjalannya waktu, kita semakin dekat. Intensitas chattingan kita mulai mengambil waktu jam kerjaku, durasi telponan kita mulai dibatas wajar hingga berjam-jam.
Banyak hal seru yang membuat aku tertarik mendengarkan suaranya dari seberang telepon. Aku mulai menepis malu untuk memujinya. Bahkan berkali-kali ku lakukan, ku hujani dia dengan banyak pujian.Â
Ya.. hatiku kini berpenghuni sosok baru dan dia dengan sigap mengetahuinya. Tak butuh waktu lama untuk saling mengakui rasa yang tiba tiba saja ada tanpa pernah kita duga sebelumnya. Mana bisa logika ku mengijinkan untuk berpikir lelaki se childish dia mengetuk pintu hati wanita dewasa sepertiku. hahaha kali ini aku yang gila.Â
Hubungan kami mulai terjalin menyenangkan. Ucapan selamat tidur, selamat pagi, dan sedang apa sekarang menjadi indah saat dia yang melakukannya. Aku menemukan dunia baru yang kuisi dengan banyak tertawa, bercanda seperti pelakon dalam srimulat.
Nyatanya sifat kekanak-kanakan yang ada pada dirinya justru menjadi daya pikat yang luar biasa. Andai dia juga dewasa mungkin akan lain cerita.
Yang indah hanya sementara, begitulah adanya.
4 bulan kebersamaan kita berakhir juga, hati yang beberapa bulan ini ceria kembali sunyi seperti tak ada sesiapa yang akan mampu tawarkan bahagia. Seperti aku telah kehilangan dunia dan semuanya.
SEKEJAP MATA kebahagiaan itu pernah ada sebelum semua menjadi sia-sia. Rintik hujan bulan desember ini menjadi saksi bagaimana derasnya hujan serupa deras bulir air mata menghempas tanah. Kini sendiri melawan penatnya rasa yang tak kunjung juga reda.
Gawai dalam genggaman membisu.... sudah tak ada lagi dering darimu. Bunyi notifikasi chat yang aku rindukan, suaramu bernyanyi dan ucapan selamat tidur masih saja kunanti tapi takut ku ulangi sebab ku tau pasti hanya menjadi pemberat hati untuk menyudahi.
Perpisahan kita sudah terencana sebelumnya, tapi di awal kita lah yang keras kepala memulai kisah walau telah tau akan berujung pahit juga pada akhirnya. Kita menyerahkan diri pada pertempuran yang kita komando sendiri.
Aku yang kalah dan menyerah, sedang kamu yang tak kuasa merengkuh rasa. Aku pulang dalam pelukan semestinya, dia pun pergi melanjutkan petualangannya sebagai lelaki muda yang masih perlu banyak waktu mengenal tangis, tawa, pengkhianatan, patah hati, luka, ditinggalkan  derita dan semua warna dalam cinta.Â
Aku hanya masih butuh jeda untuk kembali merasa semuanya baik-baik saja. Maaf dan terimakasih karena pernah singgah disini, di ha ti
Ps : Cerita ini bukan pengalaman penulis, Hanya Fiksi. Jika ada kesamaan cerita, nama dan tempat kejadian maka itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI