Mohon tunggu...
Nayasari Aissa Bachtiar
Nayasari Aissa Bachtiar Mohon Tunggu... -

pembaca buku, penulis amatir, penikmat kopi, pendengar coldplay, penyuka hujan, pengagum Indonesia, seorang muslim.\r\n\r\nhttp://nayadisini.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Pendidikan Indonesia #1

27 Juni 2012   01:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:30 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tulisan ini sudah lama saya buat. Dan akhirnya, saya publikasikan sebagai bentuk rasa bersyukur saya karena SKHOLE (organisasi kampus yang pernah saya ikuti) masih bertahan hingga hampir menyentuh umur ke 3. My baby is still growing up.

Pada bagian pertama 'Membangun Pendidikan Indonesia', sebenarnya akan lebih mengarahke latar belakang kenapa mahasiswa-mahasiswa Indonesia perlu berpartisipasi aktif dalam sistem pendidikan, khususnya belajar-mengajar.

Kalo kata teman saya Mangunju Luhut Tambunan,  'Semesta adalah sekolah, dan semua makhluk adalah guru bagi makhluk lainnya.'

Dari sini kita bisa menarik benang merah bahwa mengajar adalah profesi yang hampir bisa dilakukan oleh banyak orang. Apalagi, jika seorang mahasiswa yang sudah pasti pernah mengenyam bangku sekolah selama 12 tahun, tentu sudah tahu betul bagaimana rasanya 'diajar'. Di otak kita pasti sudah merekam dengan baik aktivitas 'diajar' yang tentunya akan memberikan peluang yang lebih besar untuk melakukan akibat dari sebab yang sudah didapatkan, yaitu akibatnya adalah 'mengajar'.

Dari latar belakang masalah 'mengajar' tentu, kita tentu harus tahu target siapa yang akan kita 'ajar'. Tahu-kah kalian, bahwa sebagian besar anak-anak Indonesia yang menempuh pendidikan di sekolah umum milik pemerintah tidak mendapatkan pendidikan yang semestinya. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya kualitas guru Indonesia, belum lagi fasilitas yang diberikan pemerintah kepada sekolah kadang tidak membantu proses belajar-mengajar tersebut.

Belum lagi, tebang pilihnya penempatan guru dengan kualitas baik dan kualitas 'kurang baik' ke tiap-tiap sekolah. Misal seorang guru dengan hasil penilaian dari dinas hasilnya kurang memuaskan, maka dia akan ditempatkan ke sekolah dengan akreditasi kurang baik pula. Dan sebaliknya, semakin baik penilaian dinas pendidikan terhadap seorang guru, maka guru itu akan ditempatkan di sekolah dengan akreditasi yang baik pula.

Mungkin dari kalian akan bilang, 'Sok tahu banget lo, Nay!'. Hahahaha, saya memaklumi hal ini, apalagi latar pendidikan saya bukan berasal dari jurusan 'pendidikan'. Kebetulan, saya sudah menemui banyak anak yang bermasalah dengan anak-anak pendidikan di sekolahnya, dan seluruh anak-anak tersebut berasal dari sekolah milik pemerintah. Saya juga pernah memberikan pelatihan pendidikan matematika kepada beberapa guru sekolah dasar milik pemerintah, yang ternyata dari hasil pelatihan tersebut, guru-guru tersebut memberikan hasil yang tidak bisa dibilang memuaskan.

Untuk beberapa kasus di atas, memang seharusnya saya tidak bisa menarik kesimpulan bahwa pendidikan sekolah di Indonesia bermasalah (baiklah, saya akan mulai mencari data yang benar-benar akurat, dan tidak hanya berdasarkan pengalaman saya di lapangan saja, hahaha). Tapi saya juga melihat betapa marak munculnya bimbingan belajar di tiap-tiap kota. Dari situ, sebenarnya, saya bisa membuat hipotesis sendiri, bahwa pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia sebenarnya ada yang ga beres.

Seharusnya, pendidikan sekolah itu sudah lebih dari cukup buat anak-anak Indonesia, tapi nyatanya, masih banyak sekali anak-anak yang kesulitan menerima pelajaran di sekolah mengakibatkan mereka akhirnya mencari 'bimbingan belajar dengan rumus cepat-tangkap'.

Kalo sudah begini, makna pendidikan itu sendiri sudah lenyap dibawa angin pantai ntah kemana. Lalu, pernah-kah kita bertanya buat apa sih kita sekolah? Ataukah hanya ujung-ujungnya nilai yang akan membawa kita ke gaji dan posisi tertinggi dalam suatu perusahaan kah tujuan akhir kita?

Bersambung....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun