Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk membangun serta mencapai kesetaraan gender.
Saat ini, pembahasan terkait feminisme ramai bermunculan di media sosial, membicarakan  isu-isu perempuan seperti hak-hak perempuan. Tidak terkecuali dalam film, isu feminisme menjadi salah satu genre yang banyak diangkat. Salah satunya adalah dalam film "Enola Holmes" yang menyampaikan hal tersebut dalam kesan yang menyenangkan.
Film fiksi yang dibintangi oleh Millie Bobby Brown sebagai pemeran utamanya ini sangat kuat akan pesan feminisme. Yang membuat film ini menarik adalah feminisme dalam film ini disampaikan dengan adegan yang akrab juga riil. Dengan latar yang dapat dibilang cukup serius berupa isu-isu politik, film ini diimbangi dengan cerita ringan yang menyenangkan.
Film Enola Holmes merupakan film detektif yang diadaptasi netflix dari serial novel karya Nancy Springer yang berjudul sama. Film ini digarap oleh Harry Bradbeer dan ditulis oleh Jack Thorne.
Berlatar belakang tahun 1880-an di Inggris, diceritakan bahwa Enola adalah adik dari detektif terkenal yang bernama Sherlock Holmes yang diperani oleh Henry Cavill. Mengikuti jejak sang kakak, Enola pun memiliki kecerdasan dan ketelitian yang hebat dalam mengungkap teka-teki. Enola juga memiliki kakak laki-laki lain bernama Mycroft yang diperani oleh Sam Claflin. Meskipun Enola memiliki dua kakak, sejak kecil kedua kakaknya sudah meninggalkan rumah dan bekerja di London. Tidak pernah sekalipun mereka pulang karena kesibukannya masing-masing.
Enola merupakan sosok detektif remaja yang mendapatkan kecerdasannya dari membaca seluruh buku di perpustakaan rumahnya. Kecerdasan Enola juga didapati berkat ilmu yang diturunkan kepadanya dari sang ibu, Eudoria yang diperankan oleh Helena Bonham Carter.Â
Enola dibesarkan oleh ibunya dengan cara yang dapat dibilang cukup unik. Enola diajarkan banyak hal oleh ibunya. Mulai dari membaca, melukis, praktik kimia dan fisika, olahraga, hingga bela diri.
Sebuah permainan yang sering dilakukan Enola bersama ibunya adalah permainan kata. Hal ini membuat Enola mahir dalam memecahkan teka-teki yang berkaitan dengan kata-kata.
Bahkan nama Enola sendiri merupakan sebuah permainan kata. Jika kata Enola dibalik, maka akan menjadi kata "alone" yang artinya sendiri. Eudoria memiliki sebuah harapan kepada Enola. Ia berharap agar Enola kedepannya tidak akan takut untuk hidup sendiri atau hidup secara mandiri. Meski sebenernya Enola memiliki dua kakak laki-laki.
Film ini mengisahkan perjalanan Enola dalam mencari ibunya yang menghilang secara tiba-tiba ketika ia baru menginjak umur 16 tahun. Hanya sebuah kotak berisi kartu bergambar bunga dan permainan kata yang ditinggalkan ibunya untuk Enola.
Bingung akan kehilangan ibunya, Enola memutuskan untuk menghubungi kedua kakak laki-lakinya yang sudah lama tidak pulang ke rumah, Mycroft dan Sherlock, untuk membantunya dalam mencarikan sang ibu. Â Akan tetapi, kehadiran kedua kakaknya tersebut justru membuat Enola geram. Hal ini dikarenakan kurangnya ketertarikan kedua kakaknya itu dalam membantu Enola.
Terutama kakak tertuanya, Mycroft memaksa Enola untuk masuk ke sebuah sekolah tata krama milik Miss Harrison. Mengetahui rencana ini ditambah dengan minimnya minat dari Sherlock, Enola kabur dari rumah untuk mencari ibunya sendiri. Dari sana lah, perjalanan Enola dalam menemukan ibunya dan dirinya sendiri dimulai. Bahkan, diam-diam ia mendapat beberapa petunjuk penting dari Eudoria.
Namun, dalam perjalanan mencari ibunya, Enola berpapasan dengan seorang pemuda bangsawan bernama Tewkesbury (Louis Partridge) yang juga kabur dari rumahnya dengan bersembunyi di dalam tas. Tak disangka, pertemuan ini justru menuntun Enola pada kasur besar yang berkaitan dengan parlemen Ingris hingga membuat nyawa keduanya menjadi terancam.
Sedari awal, film Enola Holmes ini dapat dilihat memberikan tawaran yang berbeda jika dibandingkan dengan film misteri atau film feminis lainnya. Millie sebagai produser sekaligus berperan sebagai Enola membawa film dengan pesan yang dapat dibilang cukup berat, yaitu dibawa dengan cara yang terasa begitu ringan dan ramah. Hal ini ditonjolkan dari cara Millie berinteraksi dengan penonton melalui aktingnya.
Salah satu ciri khas dari film Enola Holmes adalah karakter Enola yang seringkali mendobrak "dinding keempat" dalam seni film. Ciri khas ini membuat film ini menjadi unik terutama pembawaan narasi yang dilakukan oleh Millie yang membuat penonton merasa terserap dalam cerita secara emosional.
Cara itu kemudian berdampak pada penyampaian pesan feminisme yang menjadi lebih mudah diterima oleh para penonton tanpa harus susah-susah mencerna film selayaknya film sejarah lainnya.
Sejak babak awal film sebenarnya sudah menggambarkan penghancuran stigma serta diskriminasi atas perempuan pada masa itu. Salah satunya adalah stigma bahwa perempuan pada abad ke-19 diwajibkan untuk memiliki tutur sikap dan etika yang baik yang sudah harus ditanamkan sejak kecil. Mulai dari pendidikan, tata cara makan, hingga cara berpakaian.
Selain memutuskan stigma mengenai pendidikan juga "label" yang diberikan pada perempuan terkait bagaimana pantasnya seorang perempuan harus bersikap, film ini juga menggambarkan fleksibilitas gender dalam lingkungan yang kuat akan diskriminasi gender yang kerap dibawa oleh Enola dalam petualangannya.
Sebagai contoh, dalam beberapa bagian di filmnya Enola lebih memilih untuk mengenakan pakaian pria dan tidak membantah ketika ia dianggap sebagai seorang laki-laki untuk mempermudah aktifitasnya ditengah lingkungan yang menunjukkan bahwa laki-laki memiliki kemudahan dan privilage atau hak istimewa yang lebih dibandingkan perempuan.
Memang benar bahwa hal teersebut dapat dilihat sebagai Enola yang hanya sedang dalam penyamaran. Namun justru dengan alasan itu, Millie Bobby Brown, Paige Brown, Ali Mendes, Alex Gracia, dan Mary Parent selaku produser secara halus menyelipkan pesan androgini dan "gender free" di dalamnya.
Sejak awal, karakter Enola Holmes sebenarnya tidak pernah ada dalam penulisan Sir Arthur Conan Doyle. Tercatat dalam buku-bukunya bahwa ia hanya menciptakan Mycroft sebagai keluarga dari Sherlock. Namun novelis Nancy Springer kemudian "meminjam" cerita Doyle dan menciptakan karakter Enola dalam ceritanya yang kemudian diangkat dalam film ini.
Sebagai film adaptasi dari buku pertama serial novel Enola Holmes, film ini layak untuk menjadi penyemangat dan motivasi tidak hanya bagi para perempuan, namun siapun itu agar percaya untuk menjadi dirinya sendiri serta mencari dan mengejar masa depan yang sesuai dengan keinginannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H