Mohon tunggu...
Naya Nazwa Haliza
Naya Nazwa Haliza Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

Saya suka menulis dan membaca, menjadikan kegiatan ini sebagai bagian penting dari keseharian saya. Selain itu, saya juga memiliki ketertarikan di bidang multimedia, terutama dalam menciptakan konten visual dan naratif.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengakhiri Budaya Apolitis Di Kampus

10 Januari 2025   23:01 Diperbarui: 10 Januari 2025   23:06 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, kampus yang seharusnya menjadi kawah candradimuka intelektual tengah diwarnai oleh mahasiswa-mahasiswa apolitis. Mahasiswa yang tidak lagi peduli terhadap kebijakan pemerintah, abai pada isu sosial, politik, bahkan mengalami krisis kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Fenomena ini mencerminkan pergeseran peran mahasiswa dari agen perubahan menjadi generasi yang tenggelam dalam kenyamanan individual.

Mahasiswa di era sekarang terlalu berlarut pada kesenangan pribadi. Waktu mereka habis untuk nongkrong, scroll media sosial atau sibuk mengikuti tren tanpa memikirkan dampak jangka panjang dari gaya hidup tersebut. Tidak salah memang untuk bersosialisasi dan menikmati hiburan, tetapi jika itu menjadi indikator utama dalam kehidupan mereka, pola pikir individualistis mulai mengakar

Bagaimana mungkin perubahan besar terjadi jika generasi penerusnya hanya diam dalam kenyamanan?

Hanya segelintir mahasiswa yang mau hadir dan turun langsung ke masyarakat. Sisanya sibuk mempertahankan ideologi dan cara pandang pribadi tanpa menyadari bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah berdampak langsung pada diri mereka, keluarga mereka, bahkan masa depan bangsa. Diam terhadap kebijakan yang tidak adil berarti memberikan ruang bagi ketidakadilan itu untuk tumbuh subur. 

Apakah ini yang kita inginkan dari generasi yang disebut "agent of change"?

Mahasiswa dulu adalah sosok yang fenomenal, ditakuti oleh pemerintah dan menjadi harapan masyarakat. Kini, budaya apolitis telah mengikis peran tersebut. Aksi solidaritasnya hanya dibarengi dengan "like" dan komentar tanpa ada langkah konkrit. 

Ini adalah fenomena generasi yang sibuk menonton perubahan tanpa terlibat dalam perjuangan.

Ketika ada kasus korupsi, respons yang muncul sering kali hanya berupa komentar seperti, "Sudah tidak aneh lagi, budaya Indonesia memang seperti itu." Lantas, apakah korupsi harus dibudidayakan? 

Diam terhadap korupsi adalah bentuk dukungan terhadap ketidakadilan.

Ketika lingkungan hancur akibat kerakusan kaum kapitalis, sebagian mahasiswa justru berkata, "Itu tidak akan berdampak." Padahal, acuh terhadap isu lingkungan adalah kontribusi pada kehancuran bumi. Bahkan, sikap tidak peduli pada sebuah pendidikan pun, sama saja dengan mengkhianati masa depan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun