Mohon tunggu...
naya
naya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Kapitalis VS Ekonomi Syari’ah

28 Juni 2015   22:51 Diperbarui: 28 Juni 2015   22:51 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Nurul Inayah

Prodi akuntansi fakultas ekonomi universitas muhammadiyah yogyakarta

      

      “It is not from the benevolence of the butcher, the brewer, or the baker that we expect our dinner, but from their regard to their own self-interest. We address ourselves not to their humanity but to their self-love, and never talk to them of our own necessities, but of their advantages”. Kalimat diatas adalah kutipan dari sebuah buku fenomenal berjudul
An Inquiry into the Nature & Causes of the Wealth of Nations, karya Adam Smith. Sebaris kalimat yang sangat bersejarah dan bahkan menjadi konstruksi dasar yang melahirkan sebuah sistem ekonomi kapitalis, bahkan bukan hanya pada tataran ekonomi, kalimat tersebut menjadi konstruksi berpikir manusia kontemporer pada umumnya.

            Sistem ekonomi kapitalis secara umum dipahami sebagai sebuah sistem yang lahir dari dari cara berpikir masyarakat eropa yang meendambakkan kebebasan (liberalisme). Setidaknya jika dilacak dari genealoginya, dasar filosofis sistem ekonomi kapitalis lahir dari pemikiran Adam Smith dari buku yang diceritakan sebelumnya. Smith mengemukakan 5 teori dasar kapitalisme, diantaranya:

·         Pengakuan terhadap hak mili pribadi yang tidak terbatas

·         Pengakuan hak milik pribadi untuk melakukan kegiatan ekonomi tanpa batas demi meningkatkan status sosial ekonominya

·         pengakuan terhadap semangat untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya

·         kompetisi bebas

·         Pasar bebas

            Ketika di negara dunia ketiga banyak ditemukan permasalahan yang sifatnya multidemansional seperti kemiskinan, pendidikan rendah, kelaparan, pengangguran, dan lain-lain, dengan fasih sebagaian besar para pakar, aktivis, maupun mahasiswa akan menjawab kapitalisme adalah biang keladinya. Anggapan ini tidak sepeuhnya salah, karena jika kita melihat watak dasar kapitalisme bisa menjadi jawaban atasnya. Terdapat tiga pola sifat dan watak dasar kapitalisme, yaitu:

            Pertama, eksploitasi yang berarti sebagai penghisapan besar-besaran terhadap apa-apa yang bisa menjadi komoditas menguntungkan seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia. Praktek yang paling nyata dari hal ini adalah imperialisme dan kolonialisme yang merampok besar-besaran kekayaan alam dan perlaukan yang tidak manusiawi terhadap pekerja pribumi.

            Kedua, akumulasi yang secara sederhana dapat diartikan sebagai penimbunan. Kapitalisme agar terus bereproduksi mengharuskan adanya akumlasi modal atau penimbunan modal agar terus betambahnya modal yang akan berpengaruh terhadap bertambahnya keuntungan.

            Ketiga, yaitu ekspansi yang berarti perluasan atau pelebaran wilayah pasar. Ekspansi ini adalah suatu hal yang harus terjadi, mengingat kapitalisme akan selalu mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dan mengahruskan cakupan wilayah pasar yang terus meluas.

            Kita menyaksikan dalam sejarah dunia terjadi dua pertentangan besar antara blok barat dan blok timur. Pertentangan in bukan hanya terjadi pada tataran fisik tetapi juga sistem ekonomi. Blok barat yang direpresentasikan sebagai sitem ekonomi kapitalisme dan blok timur direpresentasikan sebagai sistem ekonomi sosialisme. Tetapi dewasa ini, muncul sebuah sistem ekonomi alternatif, sistem ekonomi yang berdasarkan prinsip dasar ajaran agama, yaitu ekonomi syariah atau ekonomi Islam.

            Ekonomi islam adalah sebuah sistem perekonomian yang dibangun dengan berpondasikan Al Qur’an, sunah nabi besar Muhammad saw, dan hal-hal yang pernah dilakukan oleh sahabat yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan hadis. Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi modern. Andaipun ada perbedaan itu terletak pada sifat dan volumenya.

            Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang menekankan pada pengejaran yang tanpa batas terhadap keuntungan, prinsip dasar sistem ekonomi syariah dapat dilihat dari bagaimana cara Islam memandang harta dan kegiatan ekonomi, yaitu:

  • Pemilikan terletak pada pemilikan kemanfaatannya dan bukan menguasai secara mutlak terhadap sumber-dumber ekonomi. Seorang muslim yang tidak memproduksi manfaat dari sumber-sumber yang diamanatkan Allah padanya akan kehilangan hak atas sumber-sumber tersebut, seperti berlaku terhadap pemilikan lahan atau tanah.
  • Harta sebagai amanah (titipan, as a trust) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Dalam bahasa Eisntein, manusia tidak mampu menciptakan energi, yang mampu manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Pencipta awal segala energi adalah Allah SWT.
  • Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmaitnya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan.
  • Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak (QS. Al Anfal:28)
  • Harta seagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakn perintah-Nya dan melaksanakan mu’amalah di antara sesaa mansuia, melalui kegiatan zakat, infaq, dan shadaah (Q.S. At Taubah: 41; 60; Ali Imran: 133)
  • Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (a’mal) atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-aturan-Nya.
  • Dilarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan kematian (Q.S. At Takatsur:1-2),melupakan dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuan-Nya (QS. Al Munafiqun:9), melupakan shalat dan zakat (QS. An Nur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (QS. Al Hasyr:7).
  • Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti kegiatan riba (QS. Al Baqarah: 273-281), Perjudian, jual beli barang yang dilarang atau haram (QS. Al Maidah: 90-91), mencuri, merampok, penggasaban (QS. Al Maidah: 38), curang dalam takaran dan timbangan (QS. Al Mutahffifin: 1-6), melalui cara-cara yang bathil dan merugikan (QS. Al Baqrah: 188), dan melalui suap menyuap (HR. Imam Ahmad). Poko-pokok pemikiran Baik Syafi’i Antonio maupun Ahmad M. Saefuddin dalam mengulas kedudukan harta dan ekonomi dalam Islam menunjukkan bahwa kepemilikan harta bagi manusia merupakan dorongan fitrah yang dibatasi oleh ketentuan-ketentuan syariah agar memberikan kemanfaatan bagi kehidupannya. Dalam bahasa Maududi (Abul A’la Maududi:1997;65-67), dikatakan bahwa Islam menentukan semua prinsip fitrah yang menjadi dasar tetap ekonomi manusia tanpa perlu perobahan.Sistim Islam tidak menentang selain akar-akar yang tidak alami yang menyusup ke dalam lapangan ekonomi, yang diambil manusia karena diorongan setan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun