Saat panas mencengkeram tubuhku, aku beranjak dari kota tempat tinggalku yaitu Jogja, sebuah kota istimewa yang sangat ramai dengan para wisatawan . Siang itu aku ingin singgah ke kota orang lain untuk mencari sebuah pengalaman baru dalam hidupku yang belum pernah ku lakukan, yaitu Mendaki gunung!. Memang kedengangarannya mendaki gunung merupakan aktivitas berat yang jarang digemari oleh banyak orang. Temanku menjajikanku untuk mendaki sebuah gunung purbakala di daerah semarang, yaitu gunung ungaran.
Saat matahari mulai terbenam, aku berhenti sejenak dirumah temanku di salatiga untuk packing sebelum pendakian. Mungkincuaca saat itu agak tidak mendukung karena hujan sangat deras. Maka dari itu aku beserta sahabatku pun menunda pendakian hingga hujan mereda.
Akhirnya tepat jam 8 malam hujan mereda dan akupun segera meluncur ke gunung yang akan kudaki. Dari rumah temanku sekitar satu jam untuk mencapai jalur pendakian di bandungan. Setelah sampai dipos pertama aku pun rehat sebentar untuk makan malam bersama teman-temanku agar tidak loyo saat mendaki nanti.
Tepat pukul 22.30 WIB aku pum memulai pendakian darijalur pendakian bandungan. Jalan menanjak pun terus kulalui dengan semangat 45, maklum karena ini baru pertama kalinya aku mendaki. Saat sampai di pos pertama rasa lelah pun mulai menerjang tubuh karena jalanan yang dilalui cukup terjal dan suplai oksigen sangat sedikit karena disekelilng jalan penuh dengan pepohonan. Kami pun rehat sejenak untuk recovery sambil menyela minum air.
Setelah pulih aku pun melanjutkan perjalanan. Aku pun melangkahkan kakiku untuk sampai puncak. Aku sangat senang saat itu karena para pendaki sangatlah ramah dan tak canggung untuk menyapa kelompok lain walau tak pernah saling kenal. “dari mana mas?”, ucap pendaki dari demak kepada kelompokku. “Jogja mas” jawabku.”hati-hati ya mas, banyak jalan longsor” sahutnya. “iya mas, matur suwun”, jawab nirwan, salah satu teman dalam kelompok pendakianku. Aku pun berujar dalam hatiku : “saat orang menyadari tujuan mereka sama maka ia pun akan mudah akrab dengan lingkungannya”
Saat jam menunjukkan pukul 01.00 WIB aku pun sampai di pos dekat kebun teh,kelompokku pun memutuskan untuk rehat sejenak untuk mengisi air dan istirahat sejenak. Akan tetapi cuaca kembali tak bersahabar lagi. Hujan pun mulai turun dengan derasnya dan memaksa kami untuk mendirikan tenda agar tak kehujanan. Setelah tenda jadi temanku pun lapar dan memutuskan untuk memasak mie rebus. Tapi sayang karena saat itu sedang hujan, kami pun sulit untuk cari kayu kering untuk memasak. “cari kayu mas?”, ucap salah satu pendaki dari kelompok lain kepada temanku. “iya mas’’ jawab temanku nirwan. Wah kalau hujan gini sulit mas untuk cari kayu kering, mending pinjam kompor gas saya saja”, tawarnya kepada nirwan. “o iya mas terimah kasih’’. Pelajaran pun kembali ku dapat dari situ, dimana para pendaki tak segan untuk menolong orang lain walau tak mengenal. Mungkin ketika semua orang tahu bahwa tujuan hidup mereka sama, maka tanpa berat hati seseorang akan mudah untuk menolong orang lain yang sedang kesusahan, ucapku dalam batin.
Pukul 3 dini hari hujan pun mulai reda. Kami pun melanjutkan perjalanan kembali untuk sampai puncak. Banyak sekali pelajaran yang kudapat saat perjalanan. Para pendaki tak berat hati untuk saling menolong orang lain yang kesusahan saat melewati batu besar atau pun medan terjal.
Pukul setengah 6 akhirnya akupun sampai di puncak ungaran dan berhasil melihat sunrise yang sangat indah. Dan dari situ aku kembali mendapatkan pelajaran lagi bahwa kebesaran Allah sangatlah tampak sekali. Begitu besar ciptaan-Nya.Manusia pun terlihat sangat kecil di puncak gunung. Maka sepantasnya kita sebagai hamba yang lemah untuk tak bermaksiat kepada-Nya. Semoga tulisan saya ini bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H