Pengendalian pendudukan menuju penduduk tumbuh seimbang (PTS), menjadi tantangan utama bangsa ini sepuluh tahun kedepan, pada tahun 2028 -- 2030, Indonesia akan mengalami perubahan piramida kependudukan, pada struktur usia produktif mengalami jumlah yang sangat besar.Â
Target utama pengendalian penduduk bagaimana indicator sasaran TFR pada tahun 2025, turun menjadi 2,1, yang dapat dipertahankan sampai tahun 2035, sebagai pilihan strategi untuk pertumbuhan penduduk yang ideal dalam menunjang pertumbuhan ekonomi sekaligus untuk memperpanjang periode "Bonus Demografi".
Upaya pertumbuhan penduduk ideal dapat diwujudkan apabila ditunjang dengan Program Keluarga Berencana (KB), Kesehatan Reproduksi (KR), dan Pembangunan Keluarga, serta adanya strategi Advokasi. Penggerakan Lini Lapangan, dan Systen Informasi yang saling terintegrasi. Model penggarapan program seperti inilah yang dapat memacu akselerasi program KKBPK (Kependudukan, Keluarga Berencana, Pembangunan Keluarga).
Kalau kita review capaian program KKBPK, dapat kita simpulkan kondisinya terjadi staqnan sejal 2015 sampai 2018, mulai dari TFR 2,38; Unmet N 12,4; CPR (all methode); CPR (Modern) 57; dan DO 25. Khusus MKJP sedikit terjadi kenaikan dari 2015 ke 2018, sebanyak 2,6 %.
Tantangan implementasi program KKBPK yang terberat adalah belum sinergisnya secara optimal di antara para pemangku kepentingan, baik internal Pemerintahan dari Pusat ke Daerah, termasuk antar OPD dalam Pemerintahan Daerah, khususnya mengenai fokus pengarus utamaan sektor kependudukan kedalam Strategi Kebijakan Pembangunan Nasional.
Kalau kita review situasi existing masalah program KKBPK, khususnya terkait pembangunan keluarga saat ini, maka beberapa hal yang penting jadi masalah bersama yakni:
(1) Masalah sinergitas lintas sector dan lintas program belum terpadu;Â
(2) Pengaruh lobalisasi, dan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK), sebagian masih mengedepankan dampak negative terhadap nilai dan kualitas komunikasi dalam keluarga, sehingga pola asuh dan pola komunikasi mesti jadi perhatian bersama untuk terus belajar dan mengakses berbagai referensi dan berbagai pengalaman langsung oleh keluarga di Indonesia;Â
(3) Perubahan pola struktur dan siklus mobilitas antar anggota keluarga, memberikan dampak pada berkurangnya kualitas komunikasi dan hubungan antar anggota keluarga; (4) Eksistensi generasi millenial dan generasi Z menuntut pola baru dalam membangun keluarga.
Dalam menjawab tantangan dan masalah di atas, maka dibutuhkan upaya bersama seluruh stakeholders, dengan memformulasikan visi bersama untuk melakukan aksi bersama, dengan target, antara lain:Â