Dalam konteks ini, Pemerintah berniat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan DPI terbatas yang perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati, dengan hak pemanfaatan oleh Nelayan Kecil.
Kebijakan PIT membagi zona penangkapan ikan menjadi 6 zona yaitu Zona 01 (WPP 711), Zona 02 (WPP 716 dan WPP 717), Zona 03 (WPP 715, WPP 718 dan WPP 714), Zona 04 (WPP 572 dan WPP 573), Zona 05 (WPP 571) dan Zona 06 (WPP 712 dan WPP 713).Â
Dalam konteks zonasi penangkapan ikan, Nelayan kecil juga diberikan keleluasaan melakukan penangkapan ikan antar zona penangkapan ikan karena tidak dibatasi di satu zona penangkapan ikan terukur sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1). Keleluasaan tersebut menjadikan Nelayan Kecil sebagai armada penangkapan ikan yang bisa bergerak antar satu zona penangkapan ikan ke zona penangkapan ikan yang lain.
Selain itu, kebijakan PIT juga memberikan akses nelayan kecil pada Daerah Penangkapan Ikan (DPI) di atas 12 mil laut sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Ayat (2). Lazimnya, kapal yang diizinkan beroperasi di atas 12 mil laut merupakan kapal penangkap ikan di atas 30 GT.Â
Dalam hal ini Pemerintah memberikan ruang besar bagi nelayan kecil, namun hal tersebut juga harus dibarengi dengan pengaturan serta penerapan standar kelaikan teknis agar aspek keselamatan nelayan kecil dapat tetap terjamin ketika beroperasi antarzona, atau bahkan di atas 12 mil laut.
Kebijakan PIT merupakan kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota. Dalam konteks kuota penangkapan Nelayan kecil mendapat keistimewaan hak akses sumber daya ikan, dengan adanya konsentrasi usaha pemberdayaan dan perlindungan terhadap nelayan kecil.Â
Hal tersebut dapat dilihat pendekatan ekonomi kerakyatan yang didorong melalui koperasi serta kewajiban Pemerintah sebagai fasilitator bagi nelayan kecil, sebagaimana diatur pada Pasal 8 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (3). Hal tersebut merupakan usaha pemerintah dalam upaya penguatan ekonomi kerakyatan dan peningkatan kesejahteraan secara kolektif, dimana Pemerintah berupaya memberdayakan nelayan dalam suatu sistem ekonomi berdikari melalui koperasi.
Pemberian kuota terhadap nelayan kecil dimandatkan kepada Pemerintah Pusat dan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (9) dan Pasal 9 Ayat (8). Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi pemberian kuota industri kepada nelayan kecil, dan kuota Nelayan Lokal kepada orang perseorangan yang merupakan Nelayan Kecil. Hal tersebut menjadi bukti bahwa kehadiran negara untuk memastikan Nelayan Kecil mendapatkan ruang yang memadai dalam pelaksanaan kuota penangkapan ikan terukur.
Permudah Akses Administratif dan Teknis
Kebijakan penangkapan ikan terukur adalah keseriusan Pemerintah dalam upaya memberikan kemudahan akses pelaku usaha pada aspek administratif dan teknis penangkapan ikan melalui pembebasan segala bentuk pungutan perikanan dan pemasangan sistem pemantauan kapal perikanan, serta fleksibilitas untuk mendaratkan di sentra nelayan.
Pasal 13 Ayat (2) memberikan pembebasan nelayan kecil dari segala pungutan perikanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah sangat memahami konsepsi kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak selayaknya dijadikan objek pungutan perikanan oleh negara, selain itu ini penting dilakukan dalam kerangka perlindungan terhadap nelayan kecil. Nelayan kecil juga dikecualikan dari kewajiban untuk pemasangan dan pengaktifan transmitter Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Ayat (3). Pengecualian ini tentu diambil dengan berdasarkan pada pertimbangan teknis dan non-teknis secara matang.