Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Perikanan Tangkap Terukur untuk Keberlangsungan Sumber Daya Ikan

31 Juli 2022   22:01 Diperbarui: 2 Agustus 2022   17:15 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi nelayan. (Foto: KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO) 

Indonesia merupakan Negara dengan wilayah perairan yang sangat luas, kondisi tersebut tentunya menguntungkan Indonesia baik secara ekologi maupun ekonomi.

Luasnya wilayah perairan tentunya mengandung sumberdaya alam yang sangat melimpah sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara dengan Mega Marine Biodiversity. 

Tapi kekayaan perairan Indonesia hingga saat ini masih belum mampu menjadikan ekonomi maritim atau blue economy sebagai lokomotif ekonomi nasional.

Sehingga, produktivitas kelautan dan perikanan belum signifikan mampu mensejahterakan rakyat Indonesia, terlebih potret masyarakat pesisir sebagai pelaku utama yang berhubungan langsung dengan sektor kelautan dan perikanan masih jauh dari kondisi sejahtera.

Pemerintah dalam hal ini kementerian kelautan dan perikanan merupakan kementerian yang memiliki peran penting dalam meningkatkan nilai ekonomi di sektor kelautan dan perikanan. 

Berbagai kebijakan telah digulirkan hingga terbaru kementerian kelautan dan perikanan dibawah komando Menteri Sakti Wahyu Trenggono menggagas tiga program unggulan yaitu penangkapan terukur, terobosan lainnya adalah meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor perikanan tangkap dan mengembangkan perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor. 

Penangkapan ikan terukur  merupakan upaya pemerintah untuk mengatur kegiatan sub sektor perikanan tangkap agar tetap mengedepankan keseimbangan antara manfaat ekologi dan ekonomi.

Kebijakan penangkapan ikan terukur sejalan dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021.

Permen ini mengatur tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas Serta Penataan Andon Penangkapan Ikan. 

Adapun permen tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 yang menjadi regulasi turunan dari Undang-Undang No. 11 atau UU Cipta Kerja, kerap disebut juga sebagai Omnibus Law.

Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, kebijakan penangkapan terukur merupakan satu dari tiga program terobosan KKP untuk periode 2021 - 2024. 

Tujuannya untuk mewujudkan ekonomi biru (blue economy) di sektor kelautan dan perikanan yang memiliki semangat menjaga keberlangsungan ekosistem laut (sustainability). 

Penangkapan ikan terukur merupakan suatu model untuk itu perlu adanya sebuah aturan, dalam bahasa sederhana ikan sebagai mahluk hidup juga butuh istirahat jangan ditangkapin terus menerus.

Ketika kebijakan penangkapan ikan terukur diberlakukan maka selanjutnya Penangkapan Ikan di Laut akan Dibatasi lewat Sistem Kuota Penangkapan ikan terukur Kebijakan penangkapan terukur ini dilakukan untuk memastikan keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan keberlanjutan sumber daya perikanan. 

Dengan penangkapan terukur, sumber daya perikanan tak serta-merta bisa dieksploitasi tanpa memerhatikan siklus hidup perikanan dan keberlangsungannya. Penangkapan terukur akan mengacu pada hitung-hitungan Komite Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) yang dilakukan secara berkala per dua tahun.

Menurut Komnas Kajiskan, total jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 9,45 juta ton per tahun dengan nilai produksi mencapai Rp 229,3 triliun. 

Dalam kebijakan penangkapan terukur ada beberapa kebijakan yang akan diatur, yakni area penangkapan ikan, jumlah ikan yang boleh ditangkap, jenis alat tangkap, kapan waktunya atau musim penangkapan ikan, dan pelabuhan tempat pendaratan ikan. 

Selain itu, ada syarat penggunaan Anak Buah Kapal (ABK) lokal, suplai pasar domestik dan ekspor ikan harus dari pelabuhan di WPP daerah penangkapan ikan yang ditetapkan, serta jumlah pelaku usaha.

Penangkapan terukur juga memberlakukan penangkapan ikan berbasis zonasi, dimana area penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia (NRI) dibagi menjadi tiga zona, yakni zona fishing industri, zona nelayan lokal, dan zona spawning & nursery ground (zona pemijahan dan perkembangbiakan ikan). 

Dari zona-zona tersebut, KKP bakal menetapkan kuota penangkapannya. Kuota penangkapan akan terdiri dari kuota industri, kuota nelayan lokal, dan kuota untuk rekreasi maupun hobi.

Zona penangkapan dibagai dalam tiga zona disesuaikan dengan pembagian kuota pennagkapan, dimana untuk nelayan lokal dengan kapal di bawah 30 GT (gross ton) wilayah penangkapan sampai 12 mil, di atas 12 mil untuk penangkapan industri. Terkait perizinan Nelayan lokal atau nelayan dengan kapal dibawah 30 GT mendapatkan izin penangkapan dari Pemerintah daerah. 

Sedangkan Zona industri akan berada pada 6 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yakni WPP 572 perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera, WPP 573 perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa, WPP 711 Laut Natuna, WPP 716 Laut Sulawesi, WPP 717 Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik, serta WPP 718 Laut Aru dan Laut Arafuru.

Penerapan penangkapan terukur berbasis zonasi mewajibkan Para pelaku usaha atau investor melakukan perjanjian atau kontrak penangkapan ikan selama 20 tahun dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 

Dalam bahasa sederhana kebijakan penangkapan terukur menjadikan model penangkapan berbasis kuota dimana dalam penangkapan ikan dibagi siapa yang melakukan kegiatan penangkapan, ada berapa perusahaan dengan simulasi jika Perusahaan A dapat izin menangkap 100.000 ton setahun, maka jika sudah memenuhi kuota 100.000 ton setahun, 

Perusahaan tersebut sudah tidak boleh melakukan kegiatan penangkapan ikan sehingga betul-betul tidak terlampaui untuk menjaga potensi ikan dari kerusakan akibat penangkapan ikan berlebih.

Daerah penangkapan ikan yang menjadi zona nelayan lokal berada di WPP 571 Selat Malaka dan Laut Andaman, WPP 712 Laut Jawa, WPP 713 Selat Makassar, serta WPP 715 Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau. Sedangkan zona spawning and nursery ground berada di WPP 714 Teluk Tolo dan Laut Banda. 

Kita ketahui bahwa  WPP 714 adalah tempat berpijah dan bertelurnya beberapa jenis tuna dan ikan pelagis. Sehingga perlu ada pembatasan kegiatan penangkapan ikan di WPP tersebut, sebagai pengecualian yang boleh menangkap di WPP tersebut adalah nelayan lokal/kecil, (dengan ukuran kapal) hanya sampai 10 GT.

Kebijakan penangkapan ikan terukur tentunya membutuhkan pengawasan yang ketat agar kuota pennagkapan benar-benar sesuai dengan realita kegiatan penangkapan, untuk mengoptimalkan pengawasan maka kapal-kapal yang membawa hasil ikan tangkap untuk suplai pasar domestik dan ekspor harus membongkar muatannya di pelabuhan di WPP tempatnya menangkap. 

Sedangkan untuk distribusi diluar WPP penangkapan Misalnya ketika menangkap ikan di perairan Arafura dan akan dibawa ke P. Jawa maka ikan hasil tangkapan harus terlebih dahulu mendarat di pelabuhan WPP Penangkapan ikan kemudian selanjutnya ikan Hasil tangkapan tersebut dipindahkan ke kapal pengangkut untuk memudahkan control dan monitor distribusi ikan hasil tangkapan. 

Kebijakan tersebut juga mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta bisa terdistribusi maksimal sehingga ekonomi bisa merata tidak hanya menggeliat di daerah tertentu.

Kebijakan penangkapan terukur ini menyempurnakan kebijakan yang telah diimplementasi lebih dulu, salah satunya terkait jalur penangkapan ikan. 

Pemerintah dalam hal ini KKP sebelumnya telah memberlakukan kebijakan pembagian jalur penangkapan ikan menjadi 3 jalur penangkapan yaitu jalur I untuk 0-4 mil garis pantai, jalur II untuk 4-12 mil dari garis pantai, dan jalur III di atas 12 mil sampai Zona Ekonomi Eksklusif. 

Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri KP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPP-NRI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan. Aturan tersebut merupakan aturan turunan dari PP 27 Tahun 2021 yang merupakan amanat UU Nomor 11 Tahun 2020 alias UU Cipta Kerja.

Peraturan penangkapan ikan terukur mengharuskan kapal besar dengan ukuran di atas 30 gross ton (GT) hanya boleh menangkap ikan di atas 12 mil dari garis pantai. Sedangkan Jalur I hanya diperuntukkan bagi nelayan kecil dengan ukuran kapal hingga 5 GT, sementara jalur II untuk ukuran kapal 5-30 GT. Jalur III untuk kapal-kapal besar di atas 30 GT. 

Pengaturan ini dibuat untuk melindungi nelayan kecil dan sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI. Meski demikian, kapal-kapal kecil tersebut boleh beroperasi ke jalur II dan jalur III jika memenuhi syarat tertentu, seperti syarat keselamatan dan syarat lain yang ditentukan kementerian. Aturan serupa juga berlaku untuk kapal berukuran 5-30 GT yang beroperasi di jalur II.

Kebijakan terkait pengaturan alat tangkap termasuk cantrang KKP mendesain kebiajkan terkait spesifikasi jenis alat penangkap ikan (API) yang dilarang maupun yang diperbolehkan dalam aturan baru. 

Aturan tersebut adalah Peraturan Menteri KP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPP-NRI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan. 

Penggolongan Jenis alat tangkap berdasarkan dua hal, yakni selektivitas dan kapasitasnya. Selektivitas dilihat berdasarkan ukuran mata jaring, bentuk mata jaring, nomor mata pancing, alat mitigasi tangkapan sampingan. 

Sementara kapasitas diatur berdasarkan panjang tali ris atas, bukaan mulut, panjang penaju, jumlah unit API, jumlah mata pancing, dan panjang tali selambar.

Berdasarkan aturan, ada 10 kelompok alat tangkap yang diperbolehkan, antara lain kelompok jaring lingkar, kelompok jaring tarik, kelompok jaring hela, penggaruk, jaring angkat, alat tangkap yang dijatuhkan atau ditebar, jaring insang, kelompok perangkap, kelompok alat pancing, dan alat tangkap lainnya. 

Kelompok alat penangkap ikan (API) jaring lingkar terdiri atas, pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal, pukat cincin pelagis besar dengan satu kapal, pukat cincin teri dengan satu kapal, pukat cincin pelagis kecil dengan dua kapal, dan jaring lingkar tanpa tali kerut.

Kelompok API jaring tarik, yaitu jaring tarik pantai, payang, jaring tarik sempadan, dan jaring tarik berkantong. Adapun API jaring hela yaitu jaring hela udang berkantong, jaring hela ikan berkantong. 

Kendati diizinkan, alat tangkap itu tetap perlu mengikuti aturan dan mempertimbangkan alokasi sumber daya ikan. Jika sumber daya di suatu wilayah pengelolaan perikanan (WPP) sudah over-exploited, maka penggunaan alat tangkap bisa saja dilarang..

Selain itu, KKP juga mengatur sejumlah alat tangkap yang dilarang. Beberapa alat tangkap ini sebelumnya ada dan dilegalkan, sebelum akhirnya kembali dilarang. 

Alat tangkap yang dilarang ini terdiri dari beberapa kelompok. Kelompok API jaring hela terdiri atas pukat hela dasar berpalang, pukat hela dasar udang, pukat hela kembar berpapan, pukat hela dasar dua kapal, pukat hela pertengahan dua kapal, dan pukat ikan. 

Kelompok API jaring tarik, terdiri dari dogol, pair seine, cantrang dan lampara dasar. Sementara kelompok API perangkap terdiri atas perangkat ikan peloncat dan kelompok API lainnya terdiri atas muro ami.

Kegiatan penangkapan ikan yang dianggap membahayakan, seperti menggunakan racun, listrik, bahan peledak atau bahan berbahaya lainnya turut dilarang. 

Cantrang saat ini menjadi salah satu alat tangkap yang dilarang dan diganti menjadi jaring tarik berkantong. Pemerintah dalam hal KKP menyampaikan bahwa penggunaan jaring tarik berkantong ini berbeda dengan cantrang. Jaring tarik berkantong tidak bisa ditarik ketika kapal bergerak. 

Sedangkan penggunaan cantrang biasanya ditarik ketika kapal bergerak, sehingga ikan-ikan kecil yang seharusnya masih bisa bereproduksi ikut tertangkap dalam jaring. Untuk alasan selektivitas, mata jaring tarik berkantong menjadi lebih lebar, dari yang rata-rata 1 inci menjadi 2 inci. 

Bentuk jaringnya square (kotak), tak lagi berbentuk diamond. Kapasitas panjang tali ris atas juga direvisi dari 1.800 meter menjadi 900 meter. Pemberatnya pun harus menggunakan tali biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun