Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kelautan dan Perikanan Membutuhkan Pemimpin Profesional dan Berintegritas

10 Desember 2020   15:44 Diperbarui: 10 Desember 2020   15:48 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum genap sebulan dimana 25 November kemaren menjadi sehuah hari  yang kelabu bagi dunia Kelautan  dan  Perikanan. Berita yang membuat mengelus dada itu datangnya dari Menteri KP, Edy Prabowo, yang baru menjabat satu tahun terjaring  OTT, oleh KPK, setibanya  di Bandara Soekarno Hatta dari kunjungan kerjanya ke Hawai, Amerika Serikat. Kunjungan kerja Menteri edhy ke Hawai  juga terkait upaya memproduksi induk udang vaname dalam negeri yang selama ini masih banyak impor dari Hawai dan Florida. 

Regulasi ekspor benih lobster, jadi latar belakang OTT. Dan kemudian menjadi pemberitaan hangat serta topik diskusi menarik pada hampir semua ruang publik. Mulai media cetak, ekektronik, hingga diskusi lepas di sejumlah cafe dan warkop di tanah air. Bahkan Indonesia Lawyers Club, atau kita kenal dengan ILC yaitu sebuah program diskusi dan debat pun mengangkat permasalahan ini.

Masalah tersebut tentunya mempertegas jawaban dari sejumlah pertanyaan yang mengemuka yaitu terkait betapa besarnya potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia. Seperti apakah potensi SDA KP sangat sangat menjanjikan, hingga menterinya terseret oleh masalah hukum, hanya karena mencabut Permen KP No 56/2016 tentang larangan ekspor benih lobster.  Sebuah bagian kecil dari sumber daya kelautan dan perikanan yang ada di bumi jamrud katulistiwa ini.

Pertanyaan menarik lainnya tentunya figur seperti apa yang pas untuk menakhodai sektor ini yang dinilai sangat potensial serta sudah berapa kali berganti menteri dengan latar belakang yang berbeda.

Merujuk pada data BPS, kita akan mendapatkan informasi bahwa potensi Maritim Indonesia bisa mencapai US$ 1,33 triliun, atau sekitar 18.620 triliun rupiah (kurs Rp 14.000) dan dapat melampaui PDB Indonesia, di 2019 yaitu US$ 1,00 triliun atau setara dengan 14.000 triliun rupiah. Kontribusi sektor KP atas potensi ekonomi Maritim diprediksi sebesar 48 % atau setara US$ 638 milyar atau 8.932 triliun rupiah per tahun apabila mampu dikelola secara terencana, cara-cara maju dengan prinsip berkerlanjutan. 

Perikanan Budidaya diperkirakan mampu berkontribusi 33,3 % atau setara US$ 210 milyar atau 2.206 triliun rupiah melebihi kontribusi Perikanan tangkap yang hanya 2,08 % , setara US$ 13,12 milyar. atau 137,8 triliun rupiah. Sedangkan Bioteknologi kelautan tidak sedikit potensinya yaitu sebesar 30%. Pengelolaan Pulau Pulau kecil mencapai 18 %, Industri prosesing Perikanan 14% serta Pemanfaatan mangrove hanya lebih kurang 2%.  

Informasi diatas memberi gambaran bahwa sesungguhnya sektor Kelautan dan Perikanan  memiliki potensi yang sangat besar, bisa menjadi salah satu lokomotif ekonomi negeri ini. Potensi yang sangat besar tersebut tentunya  membutuhkan sebuah kemampuan tata kelola yang tepat.

Melihat satu tahun kebelakng dimana era menteri Susi menjabat, kita melihat Perikanan Tangkap dan konservasi menjadi fokus selama lima tahun. hingga menteri susi menjadi trend senter yang populer dengan kata "tenggelamkan", karena paling gemar menenggelamkan kapal ikan asing yang tertangkap dan sudah inkra melalui sebuah prosesi yang sengaja di publish. Mungkin ingin membangun efek jera. 

Dari sisi konservasi menteri Susi melalui permen KP nomor 56 tahun 2016 melarang untuk ekspor benih lobster, penangkapan kepiting, lobster, dan rajungan pada ukuran tertentu. Selain itu juga melarang menggunakan alat tangkap ikan cantrang yang dinilai tidak ramah lingkungan. Tujuan dari konservasi itu adalah menjamin ketersediaan stock ikan di laut agar nelayan bisa berpeluang memperoleh ikan lebih banyak, namun banyak yang menilai kebijakan itu dinilai, tidak signifikan dikarenakan industri Pengolahan Ikan banyak yang tutup, karena kekurangan bahan baku. Kebijakan pelarangan pada era menteri susi dinilai tidak dibarengi dengan upaya pengembangan sektor budidaya dan pengolahan yang tepat.

Dengan beragam problem yang dihadapi kita bisa melihat bahwa kebijakan yang dibuat menteri Susi akhirnya berdampak atas buntunya komunikasi dengan para pelaku usaha perikanan termasuk nelayan. Demikian pula halnya dengan para kepala daerah yang notabenenya memiliki kewenangan pengelolaan perairan sampai 12 mil laut serta memiliki masyarakat perikanan. Banyak terjadi gesekan kepentingan antara pemerintah dan nelayan atau pengusaha sektor Kelautan dan Perikanan.

Karena itulah tatkala periode kedua kabinet presiden jokowi menunjuk Menteri Edhy Prabowo  Presiden Jokowi berpesan kepada menteri Edy untuk meningkatkan komunikasi dengan masyarakat nelayan dan pembudidaya . Selain itu ada tiga major project di sektor KP yaitu Kembangkan Perikanan Budidaya; Optimalkan nilai tambah perikanan tangkap dan; Bangun kelembagaan nelayan dan pembudidaya dalam bentuk Koorporasi. 

Berbeda dengan sebelumnya kebijakan menteri Edy mendorong, memprioritaskan pengembangan budidaya perikanan menjadi salah satu lokomotif ekonomi. Berbagai kalangan memandang kebijakan ini sudah pas. Dan ini akan memberikan kesempatan pada 3 juta nelayan yang selama ini hanya bergantung pada potensi perikanan tangkap yang potensi ekonominya bagi sektor KP hanya sekitar 2,08%.  

Banyak kalangan menilai beberapa program KKP era Menteri Edy dinilai relevan dengan potensi sumberdaya antara lain : Pertama, akan meningkatkan produksi dan nilai dari komoditas udang sebesar 250 % yaitu dari 517.397 ton di 2019 menjadi 1.290.000 ton di 2024, meningkat sebesar 772.608 ton. Dari sisi nilai akan meningkat dari US$ 2,59 milyar menjadi US$ 6,46 milyar. Ini juga menjadi tujuan menteri Edy ke Hawai menjajaki kerjasama produksi induk Vaname. 

Kedua, mecabut Permen KP nomor 56 tahun 2016 tentang larangan ekspor benih lobster dan lobster kurang dari 200 gram. Pencabutan ini sesungguhnya bertujuan untuk membuka kesempatan nelayan penangkap benih lobster secara legal daripada ilegal kemudian diselundupkan. Selain itu alasan akademik mengemukakan bahwa di alam hanya 1 persen yang lolos menjadi dewasa, sehingga harus diambil dengan cara cara yang terkendali. 

Para pemegang mandat ekspor benih, diwajibkan bermitra dengan masyarakat, mengembangkan budidaya lobster karena nilainya bisa mencapai jutaan rupiah per ekor. Selain itu belum ada satupun negara yang mampu membenihkan lobster secara komersial, sehingga benih ini sangat dicari. Indonesia merupakan salah satu penghasil benih lobster terbesar didunia.

Masalah muncul ketika pemegang mandat ekspor tidak lagi konsisten dengan kewajiban mengembangkan usaha budidaya, mungkin fokus dengan urusan ekspor. Dan kemudian yang menjadi kesalahan besar sehingga menteri Edy terpental dari kursi menteri karena adanya monopoli jasa pengiriman benih ekspor melalui satu pintu. Mungkin saja menteri Edy menjadi korban dari sejumlah pembantunya. Kejadian ini sangat disesalkan, dan semoga sebagai pembelajaran. 

Kemampuan tata kelola menjadi kunci sukses sebuah Kementrian/lembaga atas tugas dan fungsinya. Mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah. Kemampuan menyusun narasi yang benar dan keberanian mengeksekusi secara konsisten menjadi tuntutan seorang figur dalam menerapkan tata kelola khususnya di sektor kelautan dan perikanan.

Dalam konteks ini dapat diambil sebuah kesimpulan menteri Susi dinilai kurang dalam hal narasi, seperti tidak komprehensif dalam perencanaan, tetapi beliau sangat kuat dalam hal eksekusi. Banyak dinilai kurang menggunakan data potensi ekonomi sumberdaya Perikanan, namun memiliki konsistensi dalam menerapkan program dan kegiatan   

Sedangkan menteri Edy dinilai kuat dalam narasi, mampu menciptakan komunikasi yang efektif dengan berbagai stage holder namun kurang dalam hal eksekusi. Menteri Edy dalam merancang narasi pengembangan Kelautan dan Perikanan berbasis data potensi ekonomi sektor Kelautan dan Perikanan serta menampung aspirasi dari berbagai ahli. Dan diperkuat mau menerima masukan dari sejumlah orang berkompeten. 

Dengan dasar pemikiran tersebut tentunya sektor Kelautan dan Perikanan membutuhkan figur yang paham akan sektor ini,  mampu merancang narasi, dan memiliki keberanian melakukan eksekusi dengan cara maju dan benar. Dibutuhkan figur memiliki latar belakang profesional, memahami politik, entepreuner, birokrasi, akademik, dan soft skill yang mumpuni. Karena kompleksitas permasalahan kelautan dan perikanan tersebut membutuhkan sebuah pengambil kebijakan berbasis data yang kuat, serta mampu mengkomunikasikan dengan masyarakat dan yang terpenting eksekusi dari program tersebut benar benar sesuai kajian, perencanaan serta Pengawasan yang tepat agar benar benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Kita semua memahami bahwa untuk mendapatkan figur-figur  seperti kriteria itu bukan perkara mudah. Tapi di negeri ini banyak memiliki figur figur yang bisa dipertimbangkan untuk membawa sektor kelautan dan perikanan lebih baik. Figur dengan kaya pengakaman, profesional, akademisi serta birokrasi adalah sebuah syarat saat ini untuk membawa sektor kelautan dan perikanan menjadi lokomotif penguatan ekonomi nasional.

Terpenting dari itu semua para pemangku kebijakan haruslah mampu mengesampingkan kepentingan politik kelompok, kepentingan sesaat sehingga menjadikan kepentingan nasional diatas segalanya. Sektor yang sangat kaya ini haruslah mampu dioptimalkan pemanfaatannya untuk kesejahteraan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun