Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cluster Based Fishing Industry

25 Juni 2019   07:47 Diperbarui: 27 Juni 2019   06:52 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan adalah sebuah sistem pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan untuk kesejahteraan masyarakat dengan menerapkan keseimbangan secara sosial ekonomi masyarakat serta kelestarian ekosistem kelautan dan perikanan itu sendiri. 

Indonesia dengan keaneka ragaman kekayan laut tentunya memiliki tantangan yang cukup besar serta kompleks dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanannya. Luasnya perairan, kondisi geografis serta sosial masyarakat menjadi tantangan tersendiri yang harus menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan pembangunan perikanan yang baik.

Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan, termasuk bidang perikanan, mencakup tiga aspek utama, yaitu: ekologi, ekonomi, dan sosial. Tanpa keberlanjutan ekologi, misalnya penggunaan teknologi yang merusak atau tidak ramah lingkungan, akan menyebabkan menurunnya sumber daya ikan bahkan juga bisa punah, sehingga akibatnya kegiatan ekonomi perikanan akan terhenti dan tentu akan berdampak pula pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat yang terlibat kegiatan perikanan. Kemudian, tanpa keberlanjutan ekonomi, misalnya rendahnya harga ikan yang tidak sesuai dengan biaya operasional, maka akan menimbulkan eksploitasi besar-besaran untuk dapat menutup biaya produksi yang dapat merusak kehidupan ekologi perikanan. Begitu pula tanpa keberlanjutan kehidupan sosial para stakeholder perikanan maka proses pemanfaatan perikanan dan kegiatan ekonominya akan menimbulkan berbagai konflik sosial di masyarakat penggunanya

Upaya pengelolaan perikanan telah banyak digulirkan oleh pemerintah sehingga banyak dilahirkan regulasi-regulasi yang menjadi patokan serta pengatur usaha tersebut, tapi mengelola kelautan dan perikanan di Indonesia bukanlah hal mudah sehingga masalah -- masalh selalu muncul, seperti kesenjangan usaha antara pelaku usaha dengan modal besar dengan para masyarakat pesisir yang tidak memiliki modal, praktik penangkapan ikan secara haram Illegal, Unregulated and Unreported (IUU) Fishing, rumitnya perizinan serta keterbatasan pengawasan sumberday kelautan dan perikanan tersebut. Untuk itu perlu adanya sebuah konsep yang mampu mempermudah dalam mengelola dan mengawasi sumberdaya kelautan dan perikanan dengan memperhatikan prinsip -- prinsip diatas salah satunya adalah sebuah konsep pengelolaan perikanan secara terbadu berbasis area (cluster).

Cluster Based Fishing Industry atau pengelolaan industri perikanan berbasis cluster (area) merupakan konsep penggabungan pengelolaan dengan pengaturan jumlah kapal dan persyaratan adanya industri pengolahan di darat serta fishing ground yang ditetapkan. Daerah penangkapan yang selama ini terbagi dalam 9 WPP (Wilayah Pengelolaan Penangkapan), dibagi dalam sistem zonasi sesuai area penangkapan (cluster system) dimana diharuskan adanya pembangunan Industri terpadu di area daratan yang berdekatan dengan fishing ground seperti Industri pengolahan serta Industri yang mampu mensuply kegiatan operasi pennagkapan ikan di Area tersebut. 

Cluster dalam konteks ini diartikan suatu kawasan industri terpadu, dimana kegiatan hulu sampai hilir perikanan berada dalam satu kawasan baik darat maupun lautnya.

Tiap cluster diberikan hak pengelolaannya kepada perusahaan, koperasi atau komunitas masyarakat hingga individu pelaku perikanan dengan menerapkan persyaratan yang disesuaikan dengan kebutuhan baik sosial ekonomi masyarakat maupun upaya menjaga kelestarian ekosistem sumberdaya kelautan dan perikanan.

Konsep pembangunan perikanan terpadu tidak lepas dari upaya memciptakan regulasi perikanan yang komperehensif dalam hal ini upaya pemberian izin industri penangkapan ikan  merupakan satu paket dengan izin industri yang berhubungan dengannya. 

Jadi bagi pemilik kapal yang tidak punya industri, maka minimal harus membangun kerjasama dalam bentuk kerja sama usaha (joint venture) atau kerja sama permodalan/investasi (joint investment) dengan industri yang ada baik dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN).

Jumlah kapal penangkap dan pengangkut yang diizinkan dalam suatu cluster disesuaikan dengan kapasitas industri pengolahan dan carrying capacity atau potensi ikan di kawasan laut yang diberikan. Dengan asumsi perhitungan kapasitas penangkapannya benar, maka pembatasan jumlah kapal yang beroperasi dalam cluster tersebut memberikan jaminan kepastian tiap kapal dapat menangkap dengan hasil tangkapan yang optimal.

Pemberian izin penangkapan dalam satu cluster merupakan hak pemanfaatan kawasan laut yang bersifat ekslusif. Artinya, Pemerintah memberikan hak pengelolaan kepada perusahaan, koperasi dan perorangan yang memenuhi persyaratan dalam kurun waktu tertentu (misalnya minimal 10 tahun), diserahkan sepenuhnya kepada pengelola. 

Kawasan yang ditunjuk tersebut diberikan batasan koordinat yang jelas dalam peta. Pemasukan negara dari hak ekslusif ini dapat diformulasikan dalam bentuk sewa kawasan atau bagi hasil tangkapan. Karena sifatnya yang ekslusif, maka jika cluster tertentu sudah diberikan haknya kepada satu pengelola maka tidak akan diberikan kepada pengelola lain dan tidak diizinkan ada kapal penangkap yang masuk ke kawasan tersebut. Hal ini penting dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya ikan dan kepastian produktivitas hasil tangkapan.

Untuk menjamin prinsip kepentingan sosial ekonomi bagi Indonesia, dalam hal ini sebuah upaya pengembangan industri perikanan yang berkeadilan tidak hanya menguntungkan pemodal besar tetapi juga memperhatikan keberlangsungan para nelayan -- nelayan kecil, pengusaha industri perikanan skala mikro, maka dapat dalam pengelolaan perikanan secara cluster bisa dibuat sebuah regulasi dengan dipersyaratkan seperti ikan hasil tangkapan harus didaratkan untuk memasok industri kecuali jenis ikan yang tidak untuk diolah, komposisi armada penangkapan minimal 30% adalah kapal nelayan lokal, 90% tenaga kerja industri pengolahan harus warga Negara Indonesia (WNI). 

Selain itu persyaratan sistem cluster juga bisa diterapkan untuk nelayan-nelayan kecil dengan membentuk sebuah badan usaha perikanan milik masyarakat pesisir baik dalam bentuk koperasi maupun badan usaha milik desa (BUMdes) yang dikelola oleh masyarakat-masyarakat pesisir.

Keunggulan sistem cluster industry antara lain :

Pertama, adanya kepastian bagi upaya pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, bagi Pemerintah adalah adanya jaminan kelestarian sumberdaya ikan serta pengawasan sumberdaya perikanan yang lebih mudah dan akurat, sedangkan bagi pengusaha dan masyarakat adalah kepastian usaha yang berorientasi pada kepastian hasil tangkapan;

Kedua, adanya jaminan pengelolaan pkelautan dan perikanan lebih komperehensif, kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan akan lebih terjamin karena baik Pemerintah maupun pengelola usaha akan menjaganya secara bersama, sehingga terus mendapatkan hasil yang menguntungkan dan berkesinambungan;

Ketiga, manfaat sosial dan ekonomi akan lebih besar, karena akan menumbuhkan sentra-sentra ekonomi kawasan yang berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi;

Keempat, kemungkinan terjadinya IUU fishing sangat kecil karena cluster akan dijaga bersama oleh pelaku usaha (notabene adalah pengusaha dan nelayan lokal) dan Pemerintah, tanpa harus mengerahkan kekuatan penegakan hukum yang sangat mahal.

Kelima, mempermudah pemerintah dalam mentukan arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan karena sistem cluster akan mudah diawasi sehingga kelstarian sumberdaya serta operasi pengakapan dan pengolahan industrinya mudah dikontrol oleh pemerintah dan bagi pelaku usaha dan masyarakat kemudahan regulasi oleh pemerintah akan menjamin kelangsungan usaha masyarakat sehingga memberikan kepastian usaha dan muara dari itu semua adalah pengelolaan kelauran dan perikanan dengan prinsip sosial ekokomi masyarakat, serta kelestarian ekosistem akan bisa dicapai dengan maksimal.

Meninggalkan konsep lama yang sudah berlangsung selama puluhan tahun dan menjalankan konsep baru memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, kebiasaaan memperoleh seuatu dengan instan sudah sangat mendarah daging bagi kita semua selain itu masih adanya mindset politik lima tahunan bagi kita khususnya para pembuat kebijakan baik legislatif maupun eksekutif dimana selalu berusaha menonjolkan program pribadi selama menjabat masih sering terjadi. 

Hal itu akan sulit, karena pada umumnya kebanyakan orang akan membenarkan hal yang sudah biasa. Namun, demi masa depan anak cucu kita dan komitmen bersama menjaga kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan, tidak ada salahnya kita berfikir dengan pikiran jernih suatu paradigma baru pengelolaan perikanan di laut. Atas dasar itu perlu dikembangkan riset tentang konsep- konsep baru pembangunan kelautan dan perikanan salah satunya adalah konsep cluster industry ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun