Sekolah tak melulu tentang prestasi, pengakuan dan hingar bingar olympiade. Tapi seyogyanya sekolah adalah sebuah lingkungan yang membuat semua orang didalamnya menjadi beradab.
Sekolah Ibarat pabrik
Sadarkah kita  kalau realitanya sekolah-sekolah kita sebenarnya didesain lebih mirip pabrik manufaktur ketimbang sebagai tempat untuk belajar. Pabrik tempat mencetak barang dengan bentuk yg sama dalam jumlah masal.Â
Dan diakhir produksi, ada bagian Quality Control (silahkan interpretasikan sebagai Ujian Nasional) yang menyeleksi mana yang OK, mana yang DEFECT, maka saat sekolah dulu ada sebuah istilah yang selalu menghantui " sekolah tiga tahun ditentukan oleh tiga hari " karena zaman sayasekolah dulu ujian nasional dilaksanakan tiga hari.
Pada kenyataannya saat ini di sekolah, kita dibentuk jadi orang yang memiliki standar spesifikasi yang harus sama. Ada standarisasi nilai yang dibuat secara sepihak oleh otoritas. Anak yang hebat dalam pelajaran eksak dianggap anak-anak cerdas kesayangan para guru dan kebanggaan orang tua.Â
Sementara, anak-anak yg cuma jago gambar (cerdas visual spasial), tapi nilai fisika dan matematikanya tidak memuaskan, bukan dianggap anak yang cerdas.Â
Dan sebenarnya masih jadi sebuah anggapan umum jika disebuah SMA Jurusan selain IPApun dianggap jurusan yang tidak bergengsi. Anak IPA dilabeli anak-anak cerdas dan selainnya anak-anak kelas dua. Bahkan dengan bangganya seorang guru ditanya siswanya "pak dulu waktu SMA jurusan apa ?" langsung dijawab "IPA dong !!! "
Karena konsep laksana pabrik itu maka wajar bagi mayoritas anak sekolah ( produk sebuah Pabrik ) begitu lulus sekolah mau masuk Universitas, tidak tahu potensi kecerdasan yang dimiliki sebetulnya apa? Apakah kecerdasan 'verbal' atau 'kinestetik' atau 'visual spasial' atau apa? Padahal setiap individu terlahir dengan kecerdasan yg unik.Â
Tidak seperti barang pabrik yang sama. Seorang ilmuwan pernah bilang kalau manusia itu THE UNIVERSE OF ONE. Karena dari zaman Nabi Adam sampai sekarang, nggak ada satupun manusia didunia ini yang terlahir sama persis. WE ARE ALL LIMITED EDITION.
Tentunya kita sudah pasti bisa menyimpulkan muara dari permasalahan tersebut realitanya bahwa Profesi Dokterpun banyak yang biasa-biasa saja jika tidak kompeten. Sementara, fakta membuktikan kalau musisi, olahragawan, penulis atau bahkan seorang Chef banyak yang lebih sukses karena kompetensinya. Padahal dulu anak-anak yang punya bakat seperti ini tidak dianggap apa-apa. Bahkan kalau si anak mau ambil jurusan-jurusan tersebut, orang tuanya langsung marah "Mau makan apa kamu nanti?"