Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas wilayah perairan  hampir 70 persen dari luas keseluruhan Indonesia. Dengan luasnya wilayah perairan Indonesia, membuat negeri yang dijuluki Jamrud katulistiwa ini  memiliki potensi kekayaan yang begitu melimpah. Bermacam-macam jenis flora dan  fauna air di Indonesia membuat negeri ini semakin kaya. Kekayaan biota laut Indonesia sangat berpotensi untuk mensejahterakan rakyat Indonesia ditambah lagi dengan sumberdaya kelautan yang dimiliki Indonesia masih banyak yang belum dimanfaatkan, ibarat raksasa yang masih tidur (sleeping Giant) potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia harus mampu di eksplorasi secara bijak untuk kesejahteraan rakyat.
Indonesia merdeka sudah 70 tahun lamanya tapi potensi Sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia yang melimpah belum mampu menjadi leading sector penguat ekonomi Nasional, dan belum mampu menjadi jaminan  peningkatan kesejahteraan nelayan sebagai pelaku utama sektor kelautan dan perikanan serta masyarakat pada umumnya. Upaya pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan secara implisit menjadi porto folio dimulai pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid (Gus dur) hingga saat ini Pemerintahan di pegang oleh Presiden Jokowi dengan Kabinet kerjanya sektor kelautan dan perikanan atau sektor maritim menjadi haluan pembangunan nasional hingga munculah  jargon pemerintahan sekarang adalah menjadikan indonesia sebagai Poros Maritim Dunia ( PMD ), upaya – upaya tersebut kedepan sudah seharusnya mampu mewujudkan cita – cita nasional yaitu mensejahterakan rakyat secara keseluruhan.
Kementerian kelautan dan perikanan yang sekarang diNakhodai ibu Susi Pudjiastuti telah melakukan gebrakan – gebrakan dengan memberantas praktik IUU ( Ilegal, Unregulated and Unreported ) Fishing, hal itu mampu menunjukkan kepada Dunia bahwa Indonesia memiliki kedaulatan ekonomi di bidang Kelautan dan perikanan, Indonesia mampu memiliki nilai tawar ( Barganning Position ) yang kuat dimata bangsa lain, khususnya yang selama ini menginjak – injak martabat dan ekonomi bangsa dengan menggerogoti kekayaan nasional di sektor kelautan dan perikanan, hal ini adalah prestasi besar.
Blue Print kelautan dan perikanan sedang di cetak, tapi kita tidak bisa tutup mata dengan beragam permasalahan yang masih nampak didepan mata kita yakni permasalahan kesejahteraan Nelayan dan para pelaku usaha perikanan kasta terendah, sejak Indonesia merdeka ekonomi disektor kelautan dan perikanan dikuasai oleh para pemegang modal, Kapitalis yang mampu mempermainkan kondisi perputaran uang di sektor kelautan dan perikanan, dimulai dari semakin meraja lelanya para tengkulak yang semakin mencekik nelayan.
Melihat dari sisi perikanan tangkap nelayan kita ibarat sapi perah para pemodal besar, nelayan tidak memiliki nilai tawar terhadap hasil ikan yang mereka tangkap, karena kapal, biaya Bahan bakar dan logistik disediakan oleh sang Tengkulak dengan sistem yang diatur sesuai kehendak  para tengkulak atau pemodal – pemodal besar sehingga para nelayan tak ubahnya kerja untuk para tengkulak sehingga pendapatan mereka jauh dari harapan dan nilai ideal sebuah usaha perikanan. Tengkulak atau pemain pasar di industri tangkap bisa menjelma dalam bentuk juragan – juragan kapal, atau pemilik industri perikanan yang memodali para nelayan untuk menyediakan bahan baku produksi usahanya.
Para tengkulak tidak hanya menguasai sistem perputaran uang usaha perikanan di suatu daerah yang imbasnya sangat merugikan nelayan tapi juga sering bermain curang dalam hal pelaporan hasil tangkapan, laporan hasil tangkapan yang dilaporkan ke pemerintah tidak sesuai dengan hasil tangkapan sebenarnya, banyak praktik para tengkulak mendatangi langsung para petugas dengan memberi imbalan serta pelaporan yang sudah disesuaikan dengan keinginan tengkulak tersebut, bahkan kapal – kapal nelayan banyak yang tidak bongkar hasil tangkapan di Tempat pelelangan ikan ( TPI ) tapi langsung di perusahaan mereka. Hal itu semua berdampak pada pendapatan retribusi negara dari Industri perikanan tangkap serta tidak validnya data produksi perikanan tangkap pemerintah.
Dari sektor Industri pengolahan perikanan, masih banyak kita jumpai pabrik – pabrik atau Unit pengolahan ikan ( UPI ) yang mengesampingkan AMDAL, masih banyak pelaku usaha yang tidak memasang Instalasi pengolahan limbah ( IPAL ) yang standar sehingga limbah industri yang pada umumnya di buang di Laut mengotori laut hal ini berimbas pada rusaknya ekosistem perairan disekitar kawasan industri pengolahan ikan tersebut. Disisi lain banyak pengusaha yang tidak menerapkan sistem upah minimum bagi para buruh pabrik perikanan. Kita bisa ambil contoh dikawasan Industri perikanan Muncar Banyuwangi semua hal tersebut diatas bisa kita lihat dengan mata telanjang kita. Kawasan pabrik yang berbaur dengan pemukiman penduduk, sungai – sungai yang sudah tercemar oleh limbah pabrik mengalir ke pantai muncar. Banyak perusahaan yang telah mendapat catatan hitam ( Black List ) tapi masih beropersi hingga saat ini.
Disektor budidaya perikanan, pembukaan lahan untuk budidaya yang tidak memperhatikan dampak ekosistem dan lingkungan setempat marak terjadi, sehingga usaha budidaya liar yang merusak lingkungan terdapat dimana – mana, banyak lahan budidaya masyarakat karena kurangnya pemahaman terhadap sistem budidaya baik ikan maupun udang yang baik. Tidak sedikit juga usaha budidaya skala besar dengan korporasi besar yang mengesampingkan dampak lingkungan tersebut.
Factor keberpihakan pemerintah masih menjadi sesuatu yang sentral bagi penyebab kemiskinan nelayan. Pemerintah memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan kebijakan. Kebijakan pemerintah lah yang ditunggu dan diharapkan oleh para nelayan. Kebijakan Bahan bakar solar yang sangat dibutuhkan bagi para nelayan, masih jauh dari ekspetasi para nelayan.
Termasuk harga yang terlalu mahal, ketersediaan yang terbatas, dan lemahnya pengawasan terhadap penyelewengan distribusi bbm bagi nelayan. Hal ini membuat nelayan kebingungan dalam memikirkan bagaimana langkah kedepannya sehingga tengkulak lah yang mengambil keuntungan dari permasalahan ini.
Lalu permasalahan yang terpenting dan tak disadari perannya ialah kesadaran masyarakat terhadap potensi perikanan dan kelautan yang masih kecil. Masyarakat belum terlalu tertarik terhadap perikanan dan kelautan Indonesia. Hal ini bisa dicontohkan seperti, konsumsi ikan yang belum menempati peringkat teratas masyarakat Indonesia. Masyarakat belum menyadari bahwa kandungan hasil laut memiliki gizi yang tinggi. Kita bisa mencontoh pada Negara Jepang yang masyarakatnya sangat menyukai makanan laut.