Mendung tipis yang menggelayut di langit pagi hari Sabtu kemarin tak begitu kami hiraukan. Hari itu kami menghadiri suatu pertemuan komunitas yang berlokasi di sebuah ruang alam terbuka tak jauh dari tempat kami tinggal. Padang rumput yang asri dan pepohonan rimbun yang menaungi membuat suasana semakin sejuk dan nyaman.
Meski cuaca tak begitu cerah, namun melihat anak-anak yang begitu sumringah dalam pertemuan komunitas yang kami ikuti, memberikan keceriaan tersendiri hari itu. Benar saja, mentari memang sesekali datang menyapa dan sedikit menyengat hingga kami yang duduk beralaskan tikar terpaksa harus bergeser ke tempat yang lebih teduh.
Perbincangan pagi itu begitu seru hingga tanpa terasa hari pun beranjak siang, maka kami sepakat untuk membubarkan diri dan melanjutkan aktivitas masing-masing. Melihat mendung yang semakin gelap, kami pun memutuskan untuk segera pulang saja.
Tak disangka sekeluarnya kami dari area pertemuan, angin yang bertiup sangat kencang datang bersamaan dengan hujan yang membasahi. Kembali ke area pertemuan pun percuma karena sama-sama merupakan area terbuka. Akhirnya kami tetap meneruskan perjalanan pulang, menerjang hujan yang semakin deras diiringi angin kencang.
Dalam perjalanan pulang, beberapa kali ranting-ranting pohon yang kami lewati berguguran dan hampir menimpa serta menghalangi jalan kami. Angin memang bertiup sangat kencang, menerbangkan dedaunan, menggugurkan ranting-ranting dan menumbangkan beberapa pohon kecil. Jalanan pun semakin samar terlihat, tapi kami tetap meneruskan perjalanan dengan penuh perjuangan karena memang sudah cukup dekat.
Syukurlah kami sampai dengan selamat meski basah kuyup dan kaki sedikit berlumpur. Melihat pot-pot tanaman yang tumbang di halaman, bisa dipastikan badai memang sedang terjadi. Segera kami masuk ke dalam yang lebih aman dan nyaman. Tak disangka, ternyata listrik pun juga padam membuat suasana di dalam terasa semakin gulita dan cukup menakutkan.
Kami pun segera menyalakan lilin, membersihkan diri dan menyiapkan coklat hangat untuk membuat diri lebih nyaman. Dan akhirnya hanya bisa berdiam diri di dalam. Hening, merenung dan menunggu badai berlalu...
Ya, inilah satu lagi pengalaman dalam hidup yang kembali menyadarkan saya bahwa apapun bisa saja terjadi dalam hidup ini. Tak jarang semesta memberikan kita pertanda dan petunjuk dalam perjalanan hidup, namun seringkali tak kita hiraukan. Terkadang badai datang menerpa dan memporakporandakan hidup hingga adanya aral rintangan yang menghadang dalam perjalanan kita.
Saya pun teringat kembali perjalanan hidup saya sejauh ini: pahit manis, hitam putih dan warna warni selalu ada dalam hidup ini. Badai pun saya rasakan dalam hidup ini: ada masa tersakiti, tertipu, terfitnah, terhimpit, terkucilkan dan sebagainya hingga dunia terasa segera berakhir. Ketika bermaksud bangkit dan melanjutkan hidup pun, tak jarang aral rintangan tetap datang menghalang. Hampir putus asa rasanya.
Namun tentu saja hidup selalu layak kita perjuangkan, tak boleh menyerah begitu saja. Yakin bahwa "Badai Pasti Berlalu", saya pun terus mencari jalan pulang. Bukan ke mana-mana, melainkan ke dalam diri saya sendiri. Benar saja, hiruk pikuk dunia seringkali membuat kita lupa akan diri kita sendiri, "rumah" kita. Sepulang ke rumah, segera bersihkan diri dan nyalakan lentera melalui hening, yang tak lain adalah hati nurani kita.
Hingga keesokan paginya, ketika terbangun dan mendapati matahari yang bersinar terang, saya pun semakin yakin bahwa badai memang pasti berlalu. Dan matahari akan kembali menyinari hidup kita.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!