Blogshop Komposono, gambar: dokpri
Langit mendung siang tadi tak menyurutkan semangat para Komposono alias Kompasianer Solo Raya untuk mengadakan sebuah Blogshop. Ya, acara bertajuk “Tips Menulis Kreatif” ini merupakan salah satu penyemarak dalam event Solo Book Fair 2016, Pameran Buku Terbesar dan Terlengkap yang sedang berlangsung di Benteng Vastenburg Solo pada tanggal 3 hingga 9 Mei 2016.
Acara yang sekaligus menjadi ajang kopdar bagi para Komposono ini menghadirkan dua pembicara yang memang telah ditunggu-tunggu kehadirannya untuk berbagi ilmu, yakni: Bapak Johan Wahyudi, kompasianer, penulis buku sekaligus ketua IGI (Ikatan Guru Indonesia) Solo Raya dan mbak Niken Satyawati, kompasianer yang juga menulis buku.
Dibuka secara apik oleh sang moderator yaitu mas Guntur, kompasianer sekaligus dosen, acara yang dimulai sekitar pukul dua siang ini berlangsung cukup sukses dan menarik. Para audience terlihat antusias mendengarkan pemaparan dari para narasumber yang membagikan tips bagaimana menulis secara kreatif.
Bapak Johan Wahyudi selaku pembicara pertama pun menuturkan mengapa beliau tertarik untuk menulis, antara lain adalah karena tuntutan karier beliau sebagai seorang guru, eksistensi diri dan juga bisa menambah penghasilan. Menurutnya, menulis memberikan banyak manfaat bagi dirinya.
Nah, bagaimana beliau mulai menulis?
Dimulai dengan menyiapkan judul, beliau membuat kerangka karangan, mengembangkannya, me-review atau mengedit baru kemudian mengirimkannya ke media yang dituju. Dalam menulis, yang perlu kita perhatikan adalah leading, pemaparan informasi baru kemudian closing atau penutupnya. Kita bisa mengaitkan tulisan kita dengan kondisi aktual, mengaitkan dengan kegiatan sehari-hari, menyajikan added value atau memperkenalkan ilmu atau temuan baru untuk membuat tulisan kita menjadi semakin menarik.
Yang tak kalah penting dalam menulis adalah tahapan menyunting tulisan. Kita harus memperhatikan akurasi tulisan seperti nama, gelar, landasan teori dan sebagainya. Kemudian kelengkapan tulisan hingga kejelasan dalam menggunakan bahasa. Yang mudah dipahami pembaca tentu akan menjadi lebih baik, seperti misalnya menjelaskan singkatan atau akronim.
Kemudian dalam hal mengirimkan ke media, kita perlu memperhatikan bahasa yang kita gunakan sebagai pengantar tulisan kita kepada redaktur. Selain itu juga cantumkan profil kita sebagai penulis. Perhatikan pula panjang tulisan yang biasa diminta media, berapa minimal atau maksimal karakter tulisannya. Jangan lupa lampirkan fotokopi KTP dan foto diri jika diperlukan.
Dan setelah terkirim ke media, tunggulah sekurang-kurangnya 10 hari untuk memastikan tulisan tersebut dimuat atau tidak. Karena apabila kita mengirimkan tulisan yang sama ke beberapa media dan ternyata dimuat semua, bisa jadi kita akan masuk ke dalam blacklist bagi media tersebut. Atau jika lebih dari 10 hari belum ada kejelasan dari media yang kita tuju, kita bisa mengirimkan ke media lain dengan disertai perombakan agar tidak terkesan sama persis.
Sebagai penulis buku pelajaran, beliau pun juga memberikan tips bagaimana menulis buku pelajaran. Diantaranya, membaca buku yang lolos BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), membuat peta konsep, kemudian mengumpulkan materi untuk kemudian kita kembangkan menjadi buku pelajaran.
Dan bagaimana tulisan beliau bisa menembus penerbit? Antara lain adalah dengan mencari alamat melalui IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), mencari informasi dari penulis senior, menawarkan tulisan dalam bentuk hardcopy, buat komitmen kerjasama dan menjalin komunikasi intensif dengan pihak penerbit. Kemudian, tiga kemungkinan jawaban yang akan kita terima setelah kita mengirimkan naskah adalah: Diterima tanpa revisi, diterima dengan revisi, atau ditolak.
Blogshop pun dilanjutkan dengan pemaparan dari Mbak Niken Satyawati sebagai pembicara selanjutnya. Beliau menceritakan bagaimana perjalanan beliau semenjak memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga, meninggalkan pekerjaannya di sebuah perusahaan media cetak yang telah selama belasan tahun beliau lakoni demi bisa mendampingi anak-anaknya.
Beliau pun kemudian aktif menjadi seorang blogger yang mana bisa dikerjakan di mana saja. Dan Kompasiana menjadi pilihannya, karena sebagai “blog keroyokan” kita tidak akan dipusingkan dengan tema blog, tampilan blog maupun promosi blog. Kita tinggal menulis dan akan ada tim yang akan memberikan penilaian apakah tulisan kita layak mendapatkan posisi highlight (artikel pilihan) atau bahkan headline, tulisan utama yang akan tampil pertama begitu kita membuka kompasiana.com ini.
Ada cerita menarik, bagaimana tulisan beliau di Kompasiana ini menjadi viral, banyak dibagikan bahkan seringkali dihubungi oleh media mainstream karena menulis artikel tentang Presiden Jokowi pada masa pemilu tahun 2014 silam. Melihat banyaknya berita simpang siur mengenai pak Jokowi yang kala itu sedang mencalonkan diri, beliau yang kebetulan dekat dengan salah satu kerabat dekat pak Jokowi pun membuat artikel mengenai kehidupan pak Jokowi yang sebenarnya.
Dari menulis di Kompasiana ini, beliau bersama para kompasianer lainnya akhirnya pun bisa menulis buku secara bersama-sama. Bahkan beliau telah terlibat dalam pembuatan beberapa buku terbitan Kompas Gramedia sebagai induk dari Kompasiana ini. Buku-buku ini tentu berpotensi menjadi best seller karena selain tulisannya yang menarik, Gramedia sebagai penerbit ternama tentu memiliki tim marketing yang handal.
Lanjut ke sesi berikutnya, dbukalah sesi Tanya jawab. Empat penanya pertama mendapatkan doorprize masing-masing berupa kaos dan empat penanya berikutnya mendapatkan doorprize berupa buku. Acara blogshop pun semakin menarik dengan berbagai pertanyaan dari para audience. Meski hujan semakin deras dan angin semakin kencang sehingga acara yang berlokasi di sebuah joglo membuat para peserta blogshop sedikit banyak terkena air hujan, namun peserta tetap antusias mengikuti sesi Tanya jawab.
Diantaranya pertanyaannya adalah: Bagaimana mendapatkan banyak respon dari pembaca? Apakah kehidupan sehari-hari bisa kita jadikan bahan tulisan? Hingga Bagaimana menentukan karakteristik tulisan kita jika selama ini tulisan kita masih berupa “gado-gado” alias campur-campur?
Pertanyaan pun dijawab oleh kedua narasumber dengan begitu lugas. Agar mendapatkan banyak respon dari para pembaca tentu kita juga harus melakukan umpan balik berupa blogwalking. Sama halnya seperti media sosial di mana kita mengharapkan banyak “like” tentu kita juga tidak boleh pelit memberikan “like” kepada teman-teman yang update-annya masuk ke dalam timeline kita. Begitu pun dengan blog, apabila kita ingin mendapatkan respon dari pembaca, maka disarankan kita juga memberikan respon kepada penulis yang lain.
Kemudian apakah kehidupan sehari-hari bisa kita jadikan bahan tulisan? Tentu saja bisa. Apapun yang ada di sekitar kita, apa yang kita temui sehari-hari tentu bisa kita tulis menjadi suatu tulisan yang menarik. Yang penting menulis saja. Dan bagaimana menentukan karakteristik tulisan kita yang masih berupa “gado-gado”, menurut mbak Niken yang penting kita terus menulis saja. Nantinya semakin sering kita menulis, akan semakin terlihat dengan sendirinya karakter tulisan kita.
Ya, itulah gambaran dari menariknya acara Blogshop Komposono dalam Solo Book Fair 2016 siang tadi. Acara ini bisa berlangsung sukses dan menarik tentu tak lepas dari peran mas Dimas Suyatno yang telah mempersiapkan acara serta kehadiran para anggota Komposono lainnya. Sampai jumpa di acara Komposono berikutnya…
Nawa Sri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H