Disekolah Izazul Fikri termasuk salah satu siswa yang berprestasi juga taat beragama. Ia dikenal ramah dan sopan kepada siapapun. Terlebih kepada orang yang lebih tua darinya.
Waktu telah menunjukan tepat pukul 06. 30 Wita. Fikri bergegas ke sekolah yang jaraknya hanya sekitar 50 meter dari tempat tinggalnya. Senyum bahagia menghiasi wajah Fikri di pagi itu. Tiada kata yang terindah selain kata syukur kepada sang pencipta. Fikri mendapat berita dari kampungnya bahwa Ibunya akan lekas sembuh dari penyakit yang dideritanya.
“Ternyata Allah swt mendengarkan doanya disetiap sujudnya” Gumam dalam hatinya.
“Fikri, Fikri” Langkahnya sejenak terhenti.
Segera ia menoleh. Ternyata kedua sahabatnya, Rizal dan Randi berlari mengejarnya. Mereka berdua merupakan sahabat Fikri sejak pertama masuk SMA. Di sekolah ataupun diluar mereka bertiga selalu melakukan aktifitas bersama.
Fikri kemudian merangkul bahu sahabatnya dan mereka bertiga menuju sekolah.
Setelah pelajaran usai. Fikri bergegas menuju kantin. Tampak Randi dan Rizal sedang tertawa kecil sambil menyayikan lagu dari Wali Band yang judulnya cari jodoh.
“Ibu-ibu bapak-bapak siapa yang punya anak bilang aku”
“Aku yang tengah malu sama teman-temanku”
“Karena Cuma diriku yang tak laku-laku.”
Rupanya mereka berdua sedang sedang menggoda dan menertawakan Fikri yang selama SMA tidak pernah memiliki teman spesial. Berbeda dengan Fikri, kedua sahabatnya bahkan bisa dicap play boy. Bagaimana tidak, anak SMA yang masih menyandang cap anak ingusan namun persoalan pacaran, mereka pronya. Bahkan Randi pernah pacaran dengan seorang janda muda.
“Hahahahahaha” Fikri membalas nyanyian mereka dengan tertawa.
“Kamu dua ini memang sambarang. Saya te’ punya pacar bukan berarti te’ laris atau penakut. Tapi takut terjadi hal-hal yang tidak dinginkan.”
“Ingat Ijal, setan itu ada dimana-mana. Hehehehehe.” Dengan santainya Fikri menjawab cibiran dari kedua sahabatnya.
“Fikri, saya ada ide. “ tukas Randi.
“Ide apa Randi?” Tanya Fikri dengan penasarannya.
“Bagimana kalo sabtu ini torang camping.”
“Tapi torang mo camping dimana?” tanya Fikri.
“Bagaimana kalo di batu tikar (Gunung W).”
“Bagus itu. Sepakat saya.” Jawab Ijal dengan tegasnya.
“Saya juga sip.” Kata Fikri.
“Kalau begitu dalam jangka beberapa hari ini kita persiapkan perlengkapan dan kebutuhan yang diperlukan selama camping.”
***
Jam menunjukkan 17.00. Ketiga sahabat bergegas berangkat menuju batu tikar.
Batu tikar merupakan salah satu tempat wisata masyarakat kota luwuk yang tepat berada di kawasan hutan. Masyarakat menamainya dengan gunung W. Ya memang jika dilihat dari arah laut gunung tersebut berbentuk W.
Sekitar 30 menit lamanya akhirnya Fikri, Rizal dan Randi sampai ketempat yang dituju.
Waktu menunjukan pukul 17.45.
“Rizal ngana pe tugas cari kayu api.”
“Randi ngana taman akan saya bakase badiri tenda. So mo malam ini jadi torang harus capat kase badiri tenda deng bikin api. “
“Fikri coba ngana liat di sana.” Randi yang dari tadi mencari kayu api ternyata melihat ada tenda yang berdiri tidak jauh dari mereka. Hanya sekitar kurang lebih 50 meter. Fikri yang sedang memasang tenda dum mendekati Ijal.
“Kanapa Randi?
“Coba ngana liat, rupanya ada juga yang ba camping disini.”
“Ooooohhhh” dengan santainya Fikri membalas panggilan dari Randi.
“Fikri coba ngana liat dorang cewek – cewek samua. Cantik – cantik samua tantu itu. Dorang pake jilbab juga. Ada 5 orang fikri. Wah pucuk dicinta ulam pun tiba. Mantaplah, bisa kenalan noh torang deng dorang, yaaa biar tambah – tambah taman juga, pastiu juga kalo cuma deng kamu dua orang hehehehe.”
“Apa itu Randi?” Ternyata Rizal sedari tadi penasaran dengan kedua temannya. Ia segera mendekat.
“Memang otak porno ngana Randi.”
“Cewek-cewek soleha itu. Palingan pas kenalan ngana te’ dihiraukan. Dibilang ih najis loe.” “Ayo Randi torang kase lanjut bapasang tenda.” Ajak Fikri.
Malam pun tiba.
Sang cahaya pergi untuk sejenak.
Ketenangan menemani ketiga sahabat itu.
Disana sesekali terdengar suara jangkrik.
Suara gemuruh air.
Terpaan angin yang menyejukan jiwa.
***
“Ya Allah terima kasih atas keindahan alam yang Engkau berikan.”
Kata ini menjadi doa penutup Fikri untuk mengakhiri sholat magrib bersama kedua sahabatnya. Tiba-tiba mereka dikagetkan dengan suara yang sangat merdu. Mereka dihampiri oleh dua wanita yang menggunakan hijab dan sangat cantik. Satunya agak tinggi kira-kira 163 cm dan yang satunya lagi tingginya kira-kira 160 cm.
“Asalamualaikum warahmatullahi wabarakattu.”
“Waalaikum salam warahmatullahi wabarakattu.” Fikri, Rizal dan Randi langsung menjawab salam tersebut secara bersamaan.
Mereka langsung mempersilahkan tamu mereka duduk di matras yang tergeletak di depan tenda.
“Ada apa mba, ehh maaf talalo tua, maksudnya cewek.”
“Ada yang bisa kami bantu?” Dengan nada bercanda Rizal menanyakan perihal kedatangan mereka.
“Sorry so baganggu. Torang dari tenda sebelah mo minta tolong. Torang mo pinjam korek api. Soalnya torang pe korek api so habis. Mo bikin api tapi so te’ ada korek api. Saya ada liat tenda yang ba diri disini. Jadi torang kamari mob a pinjam sapa tau ada.”
“Ohhhhhh bagitu. Pas – pas ini torang ada babawa korek api lebih.” Fikri langsung membuka cerielnya dan mengambil satu buah korek api dan langsung menyodorkannya kesalah satu cewek yang menggunakan jilbab hitam dan jaket warna pink.
“Ini koreknya, ambe saja te’ usah dikase pulang, torang punya juga masih ada ini.” Terang Fikri.
“Oh iya terima kasih eee,,,” balas cewek yang menerima korek tersebut.
“Sama-sama” jawab Fikri.
“Nanti jalan-jalan kamari ditendanya torang” rayu Randi sambil senyum-senyum.
“Asalamualaikum warahmatullahi wabarakattu.” Mereka segera berlalu kembali ke tenda.
“Waalaikum salam warahmatullahi wabaraakattu” timpal Randi.
Kepergian kedua wanita tersebut, maka keheningan pun lanjut menemani malam-malam mereka bertiga. Rizal, Randi menatap Fikri. Pasalnya ada yang berubah kepadanya ketika kedua cewek tadi mendatangi tenda mereka. Senyum bahagia tergambar diwajah Fikri.
“Senyam-senyum dari tadi.”
“Macam baru kemasukan setan si Fikri. Bisik Ijal kepada Randi.”
“Eehh Kanapa senyum-senyum terus ngana Fikri?” Tanya Randi ke Fikri.
Belum ia menjawab, keheningan itu pecah menjadi kegaduhan dengan teriakan dari Ijal.
“Ya Fikri jatuh cinta. Fikri jatuh cinta. Akhirnya say ape taman yang te’ laku –laku dia jatuh cinta juga eee.” Teriak Ijal.
“Sambarang, siapa yang bilang saya jatuh cinta.” Fikri menyangkal tuduhan kedua sahabatnya itu.
“Kon kanapa ngana senyum-senyum dari tadi.”
“Macam bagimana ee itu perasaan” hahahahaha Izal terus merayu fikri.
“Kan senyum bagian dari ibadah.”
Jadi torang harus selalu kase senyuman sama siapa saja. Marimo torang ba masak sekarang. So lapar saya dari tadi ini kasian.”
***
Ijal dan Randi sudah tertidur dan mungkin saja tengah menikmati mimpi indah mereka malam ini. Namun Fikri belum mampu untuk memejamkan matanya. Ada sesuatu yang tidak biasa terjadi pada dirinya. Ingatanya selalu terbayang kepada salah sosok wanita berjilbab hitam yang tadi meminjam korek api.
“Tapi siapa gerangan cewek tadi”
“Siapa namanya?”
“Dimana tempat tinggalnya dan ia sekolahnya dimana?” Gumam Fikri dalam hatinya.
“Aduh lupa. Kenapa tadi tidak ditanya saja.”
Ia terus melamun. Ingin menghampiri tenda cewek tadi. Namun Fikri tidak memiliki keberanian. Fikri mengambil secarik kertas dan pena. Ia lalu menulis seuntai puisi.
Siapa engkau?
Yang mengusik sepiku diam-diam
Hadir seperti matahari yang menghangatkan
Tapi sekaligus membakar
Ataukah engkau hanyalah bintang
Yang bisa kupandangi tanpa bisa kusentuh
Jika bisa
Ku harap engaku adalah air
Meski tak tergengam
Namun dapat menyejukan
Ia tidak mengetahui jam berapa terlelap. Namun ketika ia bangun waktu telah menunjukan 5.15 pagi. Ia langsung membangunkan kedua sahabatnya.
“Ijal, Ran bangun jo so subuh ini. torang sholat.”
Mereka bertiga langsung menuju ke sungai yang tidak jauh dari tenda mereka untuk mengambil air wudhu.
Usai shalat subuh, Ijal memasak air dan segera mungkin membuat sarapan untuk mereka bertiga.
***
Pagi yang begitu cerah. Sinar matahari menampakan cahayanya dibalik ranting dan dedunan. Air masih bergemuruh seperti biasanya. Terdengar indah siulan nyaring dari burung-burung. Namun sayangnya kecerahan, ketenangan dan keindahan pagi ini tak sama apa yang dirasakan oleh Fikri.
Saat mereka hendak berkunjung ke tenda wanita yang semalam datang meminjam korek api. Mereka tidak menjumpai siapa-siapa. Yang ada hanyalah bekas tungku dan bara sisa pembuatan api unggun. Rasa kekecawaan yang begitu besar. Setidaknya Fikri ingin berkenalan dengan wanita itu untuk mengurangi rasa penasarannya.
“Ya Allah kenapa hatiku menjadi rindu.”
“Astagfirullah hal adzim. Ya Allah ampunilah segala dosaku.” Pinta Fikri dalam hatinya.
Fikri dan kedua sahabatnya pun langsung menuju air terjun untuk merasakan sensasinya. Setelah beberapa jam merasakan indahnya batu tikar gunung w. Ketiga sahabat itu memutuskan untuk kembali ke kota. Mereka akhirnya tiba di kost Fikri pada pukul 14.00. Fikri, Rizal dan Randi beristrahat untuk menghilangkan penat.
***
BERSAMBUNG
Penulis : _NaWa_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H