Di banyak daerah, para calon kepala daerah yang "kering" modal kampanye akan berupaya untuk mendekati atau didekati oleh pihak-pihak yang memiliki kemampuan dana berlebih. Timbal baliknya, apabila sang calon tersebut terpilih maka kebijakan harus dibuat untuk menguntungkan usaha, bisnis, atau investasi dari para pemodal itu.
Inilah yang kemudian menyebabkan banyak para calon kepala daerah, baik yang terpilih maupun tidak, menjadi tersandera dengan utang dan pinjaman modal masa lalunya. Di sinilah awal mula terjadinya perselingkuhan politik antara pemilik modal dengan calon kepala daerah. Jika tidak dengan cara korupsi konvensional, utang yang bertumpuk itu akan dibayar dengan program dan kebijakan yang pro capital sponsors.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H