Mohon tunggu...
Nawang Wahyu Wulandari
Nawang Wahyu Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia: Antara Efektivitas dan Hambatan

26 September 2024   16:14 Diperbarui: 26 September 2024   16:17 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring berkembanya zaman ke zaman setiap di lingkungan masyarakat menganggap bahwasannya seorang yang melakukan perbuatan yang salah harus dibalas dengan balasan yang setimpal. Terkadang bentuk pembalasan tersebut disalahgunakan oleh beberapa oknum yang tinggal di masyarakat tersebut. Contohnya seperti ada seseroang mencuri barang milik orang lain, apabila pencuri tersebut tertangkap biasanya akan dihakimi langsung oleh orang yang menangkap pelaku pencurian tersebut, seperti berupa pelaku tersebut langsung dipukuli/dianiaya. 

Terkadang pembalasan yang dialami oleh pelaku bisa saja berlebihan, yang mana hak tersebut menimbulkan pertikaian secara terus menerus. Karena adanya pembalasan yang dilakukan berlebihan terhadap pelaku menimbulkan rasa dendam dari seorang pelaku pencurian tersebut yang bisa menyebabkan tindak kekerasan secara terus menerus sehingga nantinya terjadi pertumpahan darah yang tidak ada hentinya.

Selanjutnya perlu diketahui bahwasanya dalam penyelesaian perkara pidana kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu penyelesaian perkara pidana dalam ranah litigasi dan non litigasi. Penyelesaian perkara pidana dalam ranah litigasi dalam hal ini merujuk pada penyelesaian perkara yang dilakukan dalam ranah pengadilan. Sementara itu, penyelesaian perkara pidana dalam ranah non litigasi merupakan bentuk penyelesaian perkara di luar pengadilan.

 Adapun dalam pelaksanaan penyelesaian perkara di luar pengadilan tersebut sendiri dikenal suatu konsep yang dikenal dengan nama Restorative Justice. Lebih lanjut lagi, salah satu bentuk penerapan dari Restorative Justice adalah mediasi yang dalam hal ini bertujuan untuk mencapai kesepakatan perdamaian antara kedua belah pihak sehingga proses penyelesaian perkara tidak akan masuk pada tahap persidangan di pengadilan.

Berdasarkan dengan SK Dirjen Badan Peradilan Umum Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) menyatakan bahwasannya prinsip Restorative Justice adalah salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrument pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh mahkamah agung dalam bentuk pemberlakuan kebijakan. 

Restorative Justice merupakan suatu model pendekatan dalam penyelesaian pekara pidana, yang mana hal tersebut melakukan pendekatan antara korban dan pelaku tindak pidana untuk mencapai keadilan. Harus kita ketahui bahwasannya hukum pidana itu bersifat Ultimum Remidium yang artinya pemberian suatu pidana itu adalah obat terakhir, yang artinya sebelum seorang pelaku tindak pidana dibawa ke ranah litigasi diupayakan untuk penyelesaian masalah di luar pengadilan yaitu berupa mediasi.

Prinsip dasar Restorative Justice merupakan adanya pemulihan kepada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, pedamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan kesepakatan lainnya. Hukum yang adil apabila kita liha dari kacamatan Restorative Justice tentunya tidak berat sebelah, tidak memihak, tidak sewenang wenang, dan hanya berpihak pada kebenaran sesuai aturan perundang undangan yang berlaku serta mempertimbangkan kesetaraan hak kompensasi dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan.

Apabila seorang anak sebagai pelaku tindak pidana disebut dengan anak yang delikuen atau dalam hukum pidana dikatakan sebagai juvenile delinquency. Romli Atmasasmita berpendapat bahwa juvenile delinquency adalah setiap perbuatan atau tingkah laku seorang anak di bawah umur 18 Tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi anak. 

Menghadapi dan menanggulangi berbagai masalah tersebut, perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifat yang khas sebagai pelaku tindak pidana. Tidak melihat apakah perbuatan itu berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya namun harus juga melihat berbagai hal yang dapat mempengaruhi anak melakukan perbuatan pidana. Oleh karenanya, diperlukan peran dari orang tua dan masyarakat sekelilingnya.

Dalam menangani anak sebagai pelaku tindak pidana, aparat penegak hukum senantiasa harus memperhatikan kondisi anak yang berbeda dari orang dewasa. Sifat dasar anak sebagai pribadi yang masih labil, masa depan anak sebagai aset bangsa, dan kedudukan anak di masyarakat yang masih membutuhkan perlindungan dapat dijadikan dasar untuk mencari suatu solusi alternatif bagaimana menghindarkan anak dari suatu sistem peradilan pidana formal, penempatan anak dalam penjara, dan stigmatisasi terhadap kedudukan anak sebagai narapidana.

 Salah satu solusinya adalah dengan mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana. Artinya tidak semua masalah perkara anak nakal mesti diselesaikan melalui jalur peradilan formal, dan memberikan alternatif bagi penyelesaian dengan pendekatan keadilan demi kepentingan terbaik bagi anak dan dengan mempertimbangkan keadilan bagi korban yang dikenal dengan pendekatan restorative justice. 

Salah satu pendekatan Restorative Justice terhadap seorang anak yang melakukan tindak pidana itu adalah diversi hal tersebut diatur dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Pasal 1 angka 7 yang pada intinya menyatakan bahwasanya diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Adapun upaya diversi sendiri memiliki tujuan yakni untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak, yang mana hal tersebut menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan dan mendorong masyarakat untuk berpatisipasi, menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Negara Indonesia ini merupakan negara hukum sebagaimana diatur dalam konstitusi kita yaiut UUD NRI 1945. Perlu kita ketahui output dari suatu hukum itu sendiri adalah untuk masyrakat, maka dari itu kedaulatan tertinggi di Indonesia ada di tangan masyarakat itu sendiri seperti itulah yang diamanahkan konstitusi kita.[6] Ditambah lagi di negara kita segala tingkah laku dari seseorang dijami oleh negara yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang mana dalam UU tersebut menjelaskan setiap orang memiliki hak kemerdekaan, tetapi hal tersebut bukan berarti seseorang bisa bertindak sesuka mereka, yang mana hak kemerdekaan terserbut dibatasi dengan hak kemerdekaan orang lain juga.

Jika pertanyaanya apakah konsep Restorative Justice ini efektif atau tidak, maka penulis berpendapat bahwasanya konsep Restorative Justice tersebut merupakan salah satu upaya efektif yang dapat dilakukan dikarenakan sejalan dengan konsep negara kita yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Meskipun tidak menutup fakta bahwa sebagian masyarakat berpendapat bahwa hukum di Indonesia itu telah rusak, maka harus kita ketahui bersama bahwasannya negara kita adalah negara hukum yang menjamin adanya persamaan hak yang dimiliki oleh setiap warga negaranya. 

Oleh karena itu, alasan kenapa seorang advokat bertugas untuk membela seorang terdakwa yang jelas melakukan suatu tindak pidana yang mana hal tersebut pada dasarnya dilakukan karena seorang advokat itu tidak berusaha untuk membebaskan seorang terdakwa, melainkan seorang advokat bertugas untuk membela serta melindungi hak-hak dari seorang terdakwa tersebut sebagai salah satu manusia yang tetap memiliki hak kemerdekaan.

Penulis : Nawang Wahyu Wulandari, Abdillah Cahya Ramadhan, dan Cindy Simas Kusumasari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun