Aku sadar dan masih berteriak-teriak. Seperti dengung pseudo kerinduan usang para ahlul kitab akan kedatangan sang parakletos. Setidaknya kilat berkirim kabar tentang guruh , di kotak masuk mataku yang terbaca, dalam Nama Tuhan..
Aku menatap ke sekelilingku, dan tak menjumpai Abdullah..
oh, rupanya aku sendirian..
*kau takkan pernah bisa membayangkannya,
sambil mengunyah sepotong daging ayam yang gemuk
berlumur mentega dan kecap. Dan untuk sekejap
tertawa bersama wanita-wanita bermata birahi yang
menggelayutimu seperti seorang papa pada dermawannya...
Inilah kidung cinta di pembuka gua..
saat badan telah terbekas belah jadi dua
gigil di atas tanah yang lembab oleh darah
dan orgasmus injuri sebilang sekian mili
untuk terbulatkan pada mati..
“Terpujilah Engkau..
Yang telah menurunkan Al Kitab atas hambaMu,
yang takkan Kau adakan kebengkokan
di dalamnya..”
Saatnya aku menghadap sang dewa matahari untuk bersaksi..
ah, dan ia tetap memicingkan satu matanya seperti biasa,
entah menghinaku atau apa..
Altar kematian yang kesekian, seperti para tukang sihir pharaoh..
dan mereka tak pernah bosan, merayuku memohon kematian,
ya, kematian yang kekal..
entah permainan macam apa lagi yang akan mereka suguhkan..
dalam gatling gun, rajaman, guillotine, kapak, dan tiang salib sekalipun
setahuku mereka bukan Tuhan..
“itulah bimbingan yang lurus,..
untuk memperingatkan siksaan yang teramat pedih
dari sisiMu sendiri..”
Ah, perempuan-perempuan jelita itu rupanya..
dengan gaun merah yang tersingkap
di paha dan sebagian dadanya..
ugh, kau bayangkan betapa halus telapak tangannya, boi..
yang membelai manja robekan kering panjang di perutmu..
atau jangan pernah bayangkan desahan nafasnya yang wangi..
saat ia tempelkan segelas rum yang segar di pipimu yang camping..
“.. sebagai satu berita gembira
kepada orang-orang beriman, dan
mengerjakan amal saleh, bahwa mereka..
..akan mendapat pembalasan yang baik..”
Syahid aku menantikanmu, putera Maryam..
“aku takkan melacur lagi padamu, sayang..
dan mari sematkan lagi siletmu itu selintang jasadku!”
(Puisi, KometSozin: Di Masa Tiba )
Mungkin menjadi hal yang patut disyukuri jika di penghujung tahun 2010 dan permula tahun 2011 seperti ini, adalah ledakan kembang api yang ramai membahana di segenap penjuru langit. Karena, tak akan ada yang menyangka, jika misal di pembukaan tahun 2013 dan penutupan tahun 2012, ternyata yang menyentak di langit justru parade ledakan rudal fosfor putih atau alat destruktif sebangsanya..
*itu sakit. itu darah. betul.
prajurit terbangun,
dan berlelucon tentang tirani kaisar.
hingga kau bisa mendengar
gelak tawanya yang berseru ramai..
dan
sesekali mereka berdecak,
tentang zirah yang gagah..
ah. sudah.
*miniatur..
Tuhan berseru
banyak.
aku,
pengecut yang tak turut.
berteduh.
(Puisi: Ini Gerbang )
Ya, perang besar itu adalah sebuah keniscayaan. Dan i ni mungkin tak akan jadi sebuah lakon perang kolosal, dengan zirah dan kuda perang yang gagah. Sementara keniscayaan adalah derita para Rasul, yang akan jadi sepi tanpa darah. Hahahh, memang bodoh jika bemimpi menyapa Ridwan hanya dengan amalan cangkir-cangkir jangkung wine, whiskey, atau jack daniels,..
Yakinlah, semua orang akan terbangun, dan itu pula adalah keniscayaan. Kalaupun hidup tak menyediakan waktu baginya untuk terbangun, setidaknya maut yang menghampiri setiap jiwa sudah pasti akan membangunkannya. Ya, bangun. Bangun dari apa? Bangun dari mimpi abadi alam materialitas. Bangun dari suguhan lakon dul muluk yang membuat kita tertawa-tawa sampai terlena, bahwa kita mesti bekerja demi majikan kita. Majikan kita, Tuhan. Ya, ini bukan tentang apa-apa lain lagi, melainkan tentang Ketuhanan yang hakiki.
Dan kita akan bicara tentang seteru abadi antara kesatuan dalam nama Tuhan, kepada kesatuan di bawah panji setan. Mereka membengkokkan kesatuan yang hakiki dan menciptakan perbedaan-pebedaan, lantas menyerukan kesatuan semu untuk memeluk para manusia yang merasa dikhianati dan lelah oleh perbedaan-perbedaan itu. Itulah lakon yang dipentaskan selama berabad-abad..
Jika kau masih bingung, biar kujelaskan bahwa dunia ini bagai kompleks rumah gadai, dan setiap kita memegang sebatang tunggal emas. Maka setiap rumah gadai itu akan menjual janji, sementara kenyataannya hanya satu rumah gadai yang tak hendak menyalahi janji, satu rumah gadai tua, satu rumah gadai sumber yang sebenarnya, yang tidak dimiliki oleh kaum korup yang merajai rumah-rumah gadai lain. Rumah gadai tua itu, yang mengajarkan kita semua pada mulanya tentang kepercayaan. Kita akan memilih salah satu di antara rumah gadai yang akan kita percayai sebagai tempat untuk menggadaikan sebatang tunggal emas yang kita miliki itu. Keyakinan bukan asal main pilih, sluman slumun slamet sebagaimana diyakini kaum pluralis dan penganut filsafat perrenialisme. Karena ini bukan tentang menggadaikan emas, tapi tentang bagaimana kita tidak bangkrut dengan pegadaian kita itu. Inilah mengapa kedatangannya diidentikkan sebagai sebuah fitnah. Tidak tanggung-tanggung, sebuah fitnah besar. Penipuan agung, masif.
Berikutnya, tujuan Allah menciptakan akal adalah agar manusia dapat menilai setiap doktrin yang diwariskan. Setidaknya, kita jadi tak punya alasan untuk melulu mengarahkan telunjuk pada tetua dan pendahulu. Lantas satu hal yang akan kujelaskan mengenai penipuan atau ilusi terbesar dalam kapasitas ini, tentang sebuah pengkultusan, yang telah menjadikan satu skiasma atas kebenaran tunggal. Perlu dipahami mengenai konsep sebuah kehendak. Semua berlangsung menurut satu kehendak. Seperti misalnya manusia yang berada dalam kehendak jiwanya. Kehendak jiwa yang dibahasakan melalui rasio akal dan pertimbangan kalbu. Sementara akal dan kalbu bukanlah jiwa sekalipun ia berlaku menurut kehendak jiwa.
Kelahiran
kerana
api
sendiri..
apa,
invidia?
(Puisi: Dari Kabar Tentang Kelahiran )
Dan dari kemarahannya sendirilah ia lahir, demikian seperti dikutip dalam satu riwayat. Ia banyak dijuluki sebagai Lucifer. Meski ia bukan Lucifer, setidaknya ia banyak mewarisi tingkah laku sang Lucifer, biang awal dari semua rumah gadai yang korup. Ia, adalah cerminan bagaimana iblis dan balatentara setan, ingin menjerumuskan manusia, di jalan yang sama ia terjerumus dalam kematian yang kekal dahulu. Semua bermula dari kesombongan iblis yang tidak sudi bersujud kepada Adam sebagaimana Allah titahkan. Dikutuklah ia oleh Tuhan, jadilah hatinya dihinggapi dengki. Maka dalam kemarahan iblis bersumpah untuk menjerumuskan manusia.
Dan bagaimana dendam ini dapat langgeng dan terus berevolusi selama berabad-abad? Tentu ia melakukannya dalam satu rantai, dan hingga saat ini, api itu belum padam. Ia diwariskan. Jadilah ia cipta alur cerita dan balatentara yang tak berkesudahan. Bahkan saat ini, mereka melakukan pencitraan buruk terhadap pegadaian yang sebenarnya. Seperti halnya fitnah yang lebih kejam dibanding pembunuhan, mereka melancarkan sebuah politik pencitraan yang tentu saja akan lebih kejam ketimbang politik genosida. Dalam satu hal yang mereka tawarkan, yaitu kebebasan. Mereka menawarkan kebebasan melalui perantara doktrin dan stigma yang ironisnya justru merepresentasikan ketiadaan pilihan. Dan melalui pondasi yang telah disiapkan dengan matang, ia tengah dinantikan kedatangannya sekarang.
Jika kau masih bertanya siapa dia. He’s the eye, buddy. The antichrist..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H