Konsumsi serat yang rendah di Indonesia sejak dulu telah menjadi perhatian serius. Lebih dari 90% masyarakat masih kekurangan asupan serat yang berasal dari sayur dan buah.Rendahnya konsumsi serat berkontribusi besar dalam kenaikan prevalensi pengidap obesitas di Indonesia. Tak hanya itu, kurangnya konsumsi serat ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti kelelahan, sembelit, peningkatan berat badan, hingga risiko penyakit diabetes.
Berangkat dari masalah tersebut, tim dosen dan mahasiswa dari Departemen Biologi Universitas Negeri Malang (UM) melakukan inovasi dengan memanfaatkan limbah klobot salak, yang biasanya hanya dibuang, menjadi produk nata yang kaya serat.
Inovasi ini tidak hanya bertujuan untuk mengatasi masalah limbah, tetapi juga menawarkan sumber serat pangan alternatif yang bisa membantu memenuhi kebutuhan serat harian masyarakat.
Setelah diuji coba dan dikembangkan di laboratorium, produk yang diberi nama Nata-Mocca itu pertama kali disosialisasikan di area industri keripik salak monik, yaitu di Desa Tirtoyudo, Kota Malang pada Kamis (15/08/2024).
Muhammad Andry Prio Utomo, S.Si., M.Si., seorang dosen dari Departemen Biologi UM, menjelaskan bahwa pemanfaatan klobot salak untuk pembuatan nata tidak hanya mengatasi masalah limbah, tetapi juga berpotensi menjadi sumber serat pangan bagi masyarakat.
"Desa Tirtoyudo terkenal dengan industri kripik salak moniknya, sehingga limbah yang dihasilkan pun melimpah dan pasti mengganggu warga. Jika limbah ini dibiarkan, penumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan sekitar. Oleh karena itu, kami coba manfaatkan limbahnya menjadi nata supaya bisa dikonsumsi sebagai asupan serat pangan harian Bapak/Ibu semuanya," ujar pria yang kerap disapa Andry itu.
Sekretaris Desa Tirtoyudo, Gatot Sugiyono, menyambut baik inovasi ini. Ia melihatnya sebagai peluang baru bagi warga desa untuk mengembangkan bisnis berbasis pangan yang sehat.
Ia mengaku terkejut bahwa limbah klobot salak yang biasanya dibuang ternyata bisa diolah menjadi makanan yang lezat, bergizi, dan berpotensi dijual kembali.
"Setelah pelatihan ini, kami baru tahu kalau klobot salak yang biasanya kami buang, ternyata bisa jadi makanan yang enak, sehat, dan bisa dijual kembali," ucap Bapak Gatot.
Dalam rangka sosialisasi produk tersebut, tim Departemen Biologi UM mengadakan pelatihan bagi para ibu rumah tangga di desa tersebut. Pelatihan ini mencakup penjelasan tentang nata dan manfaat limbah salak, serta materi mengenai branding produk yang disampaikan oleh mahasiswa S2 Biologi UM, Zahra Firdaus. Kegiatan ini juga dilengkapi dengan praktek langsung pembuatan nata yang dipandu oleh mahasiswa UM. Seluruh rangkaian kegiatan tersebut disambut antusias oleh para peserta.
Program pengabdian masyarakat ini menegaskan komitmen UM dalam menciptakan inovasi yang memberikan dampak positif bagi masyarakat. Kolaborasi antara akademisi UM dan warga Desa Tirtoyudo ini diharapkan dapat menghasilkan solusi kreatif yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H