Mohon tunggu...
Nawal Farhanah
Nawal Farhanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harga Sawit di Tengah Kelangkaan Minyak Goreng pada Tahun 2022

4 Januari 2024   10:33 Diperbarui: 4 Januari 2024   10:52 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Harga sawit umumnya juga mengalami beberapa lonjakan harga dan juga penurunan harga. Banyak faktor yang menjadi alasan turunnya harga sawit, salah satunya adalah permintaan luar negri yang turun maka secara otomatis berkurangnya tingkat ekspor kelapa sawit. Lalu ada juga karena kualitas CPO yang kurang bagus sehingga peminat dari luar negri juga menurun. CPO (crude palm oil) adalah hasil dari sawit yang awalnya hanya berbentuk buah saja menjadi minyak mentah yang akan di olah menjadi beberapa olahan seperti mentega, sabun, minyak goreng, dll. Harga pupuk juga sangat mempengaruhi harga. Jika harga pupuk naik dan langka maka harga sawit menjadi semakin mahal

Pada tahun 2020 hingga tahun 2021 harga sawit masih stabil. Dimana harga sawit dikatakan turun namun masih stabil jika berada di kisaran 1.000 Rupiah keatas. Lalu pada tahun 2021 sampai tahun 2022 mulai ada kelangkaan minyak goreng yang di sebabkan permintaan luar negri tinggi, harga CPO di luar negri meningkat. Pada tahun 2022 hingga 2023 ada penurunan harga sawit namun tidak drastis yang harga nya berada di kisaran 1.900 Rupiah perkilo di tingkat petani . Seperti yang kita tau Indonesia juga mengekspor sawit ke luar negri seperti India, China, Pakistan, Bangladesh, dan Malaysia, dan beberapa negara bagian Eropa (Lokadata.beritagar.id). Namun pada 2022 pemerintah memberhentikan ekspor CPO karena harga tinggi dan juga langka. 

Tahun lalu saat sedang ramai ramainya kelapa sawit mahal, membuat pemerintah memberhentikan aktivitas ekspor secara sementara. Hal itu berlangsung hanya sebentar saja yakni hanya 1 bulan. Pemerintah memberhentikan ekspor karena untuk memenuhi kebutuhan dalam negri, karena terjadi kelangkaan yang cukup signifikan. Saat itu mencapai 20.000 di tingkat konsumen, yaitu sudah berbentuk minyak goreng. Setelah harga stabil, dan pasokan dalam negri sudah tercukupi pemerintah Kembali membuka sektor ekspor.

Di tingkat petani harga sawit bervariasi, tergantung daerah dan tempat. Jika agen yang mengambil langsung ke kebun maka akan jauh lebih murah. Namun jika kita petani yang mengantar ke pabrik terjadi selisih harga sekitar 400 Rupiah perkilo. Jika tempat kebun ke pabrik semakin jauh maka harga nya akan semakin murah. Namun jika dekat dengan pabrik maka harga bisa cukup tinggi, karena adanya pengaruh transportasi. Harga sawit pernah mengalami pelonjakan harga hingga sebesar 3.500 Rupiah perkilo dan juga pernah mengalami penurunan drastis pada tahun 2014 yang dimana harganya mencapai 300 Rupiah perkilo (harga petani), dan itu membuat petani sangat rugi. Pada intinya bagi petani, harga yang stabil, pupuk dengan harga normal dan ketersediaan pupuk yang cukup sangat berpengaruh pada harga sawit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun