Neoliberalisme dan kapitalisme menekankan pada pasar bebas dengan dihapuskannya intervensi pemerintah di dalam pasar domestik, dan dikuranginya kontrol dan pengetatan perdagangan internasional melalui deregulasi.
Salah satu contoh kebijakan pemerintah yang banyak dikritik karena dianggap menekankan nilai-nilai neoliberalisme dan kapitalisme adalah kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja. Pada Pasal 88C UU Cipta Kerja memungkinkan gubernur untuk menetapkan UMK, tetapi dengan kata "dapat" yang membuat penetapan UMK menjadi bukan kewajiban.
Hal ini dianggap merugikan buruh karena tidak memberikan kepastian upah minimum yang jelas. Pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja yang terkait dengan karyawan kontrak dan outsourcing dianggap merugikan karena memungkinkan karyawan kontrak diberlakukan seumur hidup tanpa pernah diangkat menjadi karyawan tetap. Hal ini berarti tidak ada kepastian bekerja.
UU Cipta Kerja, yang disahkan pada tahun 2020, bertujuan untuk menarik investasi asing dengan mengurangi regulasi yang dianggap menghambat (deregulasi). Kebijakan ini dilihat sebagai langkah untuk meningkatkan liberalisasi ekonomi dan memperkuat posisi korporasi besar, sering kali mengorbankan perlindungan bagi pekerja dan masyarakat lokal
Omnibus Law memberikan kemudahan bagi perusahaan dalam hal pengaturan tenaga kerja, termasuk upah dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini berpotensi meningkatkan PHK, yang dapat meningkatkan tingkat pengangguran dan kesulitan mencari pekerjaan bagi masyarakat
Batas usia kerja yang rendah untuk beberapa pekerjaan membuat karyawan usia ‘tanggung’ yang baru saja terkena PHK menjadi kesulitan dalam melamar pekerjaan akibat dijegal syarat batas usia maksimal
Kebijakan neoliberal oleh Omnibus Law sering kali meningkatkan kesenjangan sosial. Dengan fokus pada menarik investasi asing, keuntungan dari investasi tersebut tidak selalu kembali kepada rakyat Indonesia, melainkan mengalir ke luar negeri. Hal ini membuat kekayaan nasional lebih banyak mengalir ke luar negeri daripada tinggal di dalam negeri untuk kesejahteraan rakyat.
Secara keseluruhan, Omnibus Law dapat merugikan ekonomi masyarakat karena dapat mengurangi perlindungan bagi kelompok rentan, meningkatkan PHK, meningkatkan kesenjangan sosial, dan memfasilitasi kelas kapitalis yang berkuasa.Â
Dengan begitu, kebijakan Omnibus Law yang dipahami dalam perspeltif Ilmu Ekonomi-Politik dengan mengacu pada paham neoliberalisme dan kapitalisme sebagai tolak ukur membuat kebijakan Omnibus Law berpotensi menjadi salah satu faktor menurunnya masyarakat ekonomi kelas menengah di indonesia saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H