Oleh : Navia Fathona Handayani
Perkembangan merupakan suatu hal yang pasti dialami oleh seorang manusia, baik itu perkembangan fisik, biologis maupun mental. Sudah banyak teori-teori yang telah membahas tentang fase-fase perkembangan manusia, misalnya teori perkembangan yang di tulis oleh Hurlock, Santrock, dan Papalia. Mulai dari fase prenatal, pascanatal, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga lansia. Teori-teori tersebut belum ada yang membahas tentang kehidupan manusia ketika pascakematian, dan tidak dibahasnya aspek spiritual pada manusia. Untuk itu, dalam materi kali ini akan dibahas Psikologi Perkembangan Islami tentang rentang perkembangan manusia tidak hanya prenatal hingga kematian tetapi juga membahas perkembangan pascakematian.
Kita sebagai umat islam sangat perlu mempelajari psikologi perkembangan yang islami karena adanya perbedaan cara pandang dengan Barat, Barat dengan prinsip sekulernya tentu tidak mampu menjelaskan perkembangan mansuia dengan komprehensi (lengkap), pengabaian aspek spiritualitas tentu tidak sejalan dengan kita seorang muslim, dimana kita merupakan ciptaan Allah swt, yang memiliki fitrah ketuhanan. Pembahasan aspek perkembangan spiritualitas juga penting dalam pembahasan perkembangan manusia.
Faktor perkembangan manusia menurut Barat dan Islam memiliki perbedaan yaitu jika di Barat, faktor yang mempengaruhi perkembangan seseorang adalah faktor keturunan dan lingkungan, dalam perkembangan Islami ditambahkan yaitu adanya faktor ketentuan allah dalam menentukan perkembangan seseorang. Dalam perkembangan islami faktor ketentuan allah adalah inti dan paling penting dalam perkembangan manusia. Salah satu contoh adalah kemampuan nabi Isa a.s. berbicara ketika masih bayi. Hal tersebut tidak bisa dijelaskan oleh psikologi perkembangan Barat karena pada tahap tersebut tidak mungkin seorang bayi dapat berbicara jika kita melihat dari faktor penyebab kemampuan berbicara pada bayi yaitu faktor hereditasdan lingkungan.
Oleh karena itu, selain mempelajari psikologi perkembangan yang dikembangkan oleh Barat sangatlah penting bagi kita memahami dan mengetahui psikologi perkembangan islami agar kita dapat memahami perkembangan manusia dengan lebih komprehensif dan tepat.
Untuk mengawali tulisan ini penulis petikkan sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang fase perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Allah befirman :
Artinya : “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah” .
Berdasarkan ayat diatas penulis akan menyajikan beberapa fase perkembangan dalam Al-qur’an yaitu; prenatal, prenatal, kanak-kanak, tamyiz, amrad, taklif, pascakematian.
1.Tahap Pranatal (Sebelum Kelahiran)
Di dalam al-qur’an telah dijelaskan secara jelas bahwa ada beberapa tahap perkembangan yang di lalui sebelum menjadi manusia seutuhnya dalam hal ini adalah berupa janin. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Mu’minunayat 12-14 yang artinya sebagai berikut “ Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”.
Dari terjemahan ayat diatas dapat dijelaskan fase perkembangan manusia sebelum menjadi janin yaitu: Pertama, dari saripati tanah (Sulalatin min tin). Kedua,menjadiair mani yang telah bertemu dengan ovum (nutfah). Ketiga, menjadi segumpal darah (‘alaqah). Keempat, menjadi segumpal daging (mudghah). Kelima, menjaditulang belulang (idham), Keenam, menjadi tulang belulang yang dibungkus oleh daging (lahm), kemudian Allah jadikan menjadi makhluk yang berbeda dari sebelumnya yaitu manusia.
Pendapat yang lebih rinci disampaikan 700 tahun yang lalu oleh ulama islam yang bernama Ibn al-Quff (1233-1305) setelah melakukan observasi embriologi dan dengan referensi yang valid yaitu Al-Qur’an dan Hadist menjelaskan fase perkembangan manusia sebelum kelahiran yaitu :
No.
Tahap
Waktu
I
Tahap cairan
Hari ke-6 samapai ke-7
II
Berubah bentuk
13 sampai 16 hari
III
Gumpalan daging kecil
28 sampai 30 hari
IV
Kepala, bahu, dan anggota tubuh mulai berkembang.
38 sampai 40 hari
V
Selanjutnya otak, jantung dan hati telah terbentuk sebelum alat tubuh lainnya dan menjadi janin yang sempurna.
Hingga 9 bulan
Dalam segi ilmu pengetahuan modern tahap-tahap diatas dapat dibedakan menjadi tiga yaitu ;
1.Tahap Germinal
Tahap ini menjadi awal terbentuknya kehidupan manusia, jika dibandingkan dengan konsep yang ada dalam al-qur’an maka sama dengan tahap nutfah. Tahap ini dimulai dengan konsepsi atau bertemunya sel sperma dan sel telur kemudian terbentuklah zigot.
2.Tahap Embrio
Tahap ini dimulai ketika zigot telah menempel di dinding rahim ibu, dan mulai menyerap darah ibu yang mengandung sari makanan dan oksigen. Jika dibandingkan dengan konsep yang ada dalam al-qur’an maka dalam tahap ini sudah mulai proses menjadi segumpal darah (‘alaqah), segumpal daging (mudghah), menjadi tulang belulang (idham), dan kemudian tulang yang dibungkus oleh daging (lahm). Tahap ini sudah menunjukkan perkembangan organ dasar manusia walaupun belum terbentuk sempurna dan belum dapat dikenali sejara jelas bagian-bagian tubuhnya, misalnya mata dan tangan.
Kemudian pada tahap inilah Allah meniumpkan ruh pada janin yang berkembang di rahim ibunya, dan dalam perspektif islam, takdir juga telah ditetapkan oleh Allah atas janin tersebut, sesuai dengan hadist berikut yaitu :
“Allah mewakilkan satu malaikat pada rahim. Lantas malaikat itu berkata, “ Wahai Tuhanku, apakah ‘Alaqah ini (berkembang)?” Wahai Tuhanku, “apakah Mudghah ini (berkembang)?”. Apabila Allah menghendaki penciptaan embrio itu, maka malaikat kembali berkata, “Wahai Tuhanku, apakah laki-laki atau perempuan? Sebagai orang yang celaka atau bahagia? Dan kapan ajalnya tiba? Lantas semua ketentuan itu akan ditulis sejak di dalam perut ibunya.” (HR Bukhari).
Kemudian ada hadist yang mengatakan :
“Jika tahapan itu sudah mencapai 42 hari, Allah akan mengutus satu malaikat. Malaikat itu akan membentuk embrio tersebut, menciptakan pendengaran dan penglihatan; kulit, daging, dan tulangnya. Kemudian malaikat itu berkata, “Wahai Tuhanku, sebagai laki-laki atau perempuan?” Maka Tuhanku akan memutuskan sesuatu yang Dia kehendaki dan malaikat akan menulis ketentuan itu. Setelah itu malaikat itu kembali berkata, “Wahai Tuhanku, kapan ajalnya?” Maka Allah akan berfirman sesuai dengan apa yang Dia kehendaki dan malaikat akan menulisnya. Lalu malaikat berkata lagi, “Wahai Tuhanku, (bagaimana-kadar) rezekinya?” Tuhanku akan memutuskan sesuatu yang Dia kehendaki dan malaikat akan menulisnya. Baru setelah itu malaikat keluar dan membaca lembaran catatan di tangannya. Dia tidak akan menambah maupun mengurangi sesuatu yang diperintahkan kepadanya.” (HR Muslim)
3.Tahap Fetus
Tahap ini dimulai dari minggu ke-8 hingga proses kelahiran, ditandai dengan mulai sempurnanya bentuk tubuh janin seperti manusia, wajah, tangan, dan kaki telah terlihat jelas, otak, dan alat indera juga telah terbentuk.
2.Tahap Pascanatal (0-2 tahun)
Pada tahap ini ada ketika anak pertama kali melihat dunia, pada tahap ini fungsi indera yang sudah berkembang adalah indera pendengaran. Salah satu alasan mengapa ketika anak lahir di dengarkan adzan dan iqamah padanya. Alasan kedua adalah sebagai penegasan kesaksiannya pada Allah swt, potensi fitrah manusia untuk bertuhan di kuatkan pada saat anak dilahirkan.
Jika fungsi pendengarannya dioptimalkan pada fase ini maka akan menstimulus potensi-potensi intelektual, emosi, dan spiritual pada anak. Jika orangtua memperdengarkan hal-hal baik pada anaknya maka hal tersebut sangat berdampak baik pengetahuannya. Seperti contoh, ibunda imam syafi’I selalu memperdengarkan ayat-ayat al-qur’an sejak lahir dengan intens dan konsisten, ketika menyusui, ibunya sambil bersenandung membaca al-qur’an, dan luar biasa bahwa, imam syafi’i telah mampu menghafalkan al-qur’an ketika berumur 7 tahun, jadi seperti ia hanya mengulang saja apa yang telah ia dengar sejak bayi dari ibunya.
Memberikan nama yang baik adalah hal penting dalam perkembangan anak selanjutnya, berikan nama-nama yang baik yang dapat menjadi doa dan terinternalisasikan pada anak. Kemudian adanya kewajiban untuk menyusui anak selama 2 tahun penuh, selain karena gizi yang terdapat dalam ASI tetapi juga untuk mebangun keeratan, kasih sayang antara ibu dan anak. Seperti dalam firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 233 yang artinya “para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.
3.Tahap Kanak-kanak (2-7 tahun)
Tahap ini adalah tahap dimana seorang anak mengeksplorasi dunianya, fase kritis dimana anak akan sangat aktif bergerak dan memuaskan rasa penasarannya terhadap apa yang ia temui. Karena hal tersebut akan memberikan efek yang baik untuk akal dan qalb-nya.Dengan eskplorasi, anak akan melihat dunia, ciptaan-ciptaan Allah, dan semakin mempertegas kesaksiannya terhadap kekuasaan Allah, tidak hanya sekedar di alam azali, dan adzan iqamah ketika lahir.
Fase ini merupakan terbentuknya kerangka tauhid untuk anak. Peran orangtua sangat penting dalam mengajarkan tauhid pada anaknya, mengenalkan Allah dan menanamkan pradigma ketuhanan, dengan begitu diharapkan anak dalam memandang sesuatu di dunia, berfikir itu adalah kekuasaan Allah. Hal ini dapat dilakukan dengan bercerita atau menjadi contoh yang baik. Jadi, eksplorasi lingkungan pada fase ini sangatlah penting dalam melatih akal anak dalam berfikir.
4.Tahap Tamyiz (7-10 tahun)
Fase ini adalah fase dimana seseorang siap menjadi ‘abdullah (hamba Allah), sudah terkena tanggung jawab untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya, fase Tamyiz ini biasa kita sebut dengan fase baligh. Di tahap ini seorang anak mulai diajarkan untuk memahami siapa Tuhannya (Tauhid) dan agamanya yang akan menjadi panduan hidupnya di dunia dan akhirat. Di fase ini anak sudah mulai bisa membedakan yang mana baik dan buruk, salah dan benar, antara yang prioritas dan bukan prioritas. Mengajarkan anak adanya tingkatan hukum yang ada dalam islam yaitu halal, haram, wajib, sunnah, mubah, makhruh dan syubhat.
Kemudian mengajarkan adanya konsep syurga dan neraka, pahala dan dosa dalam islam yang menjadi penguat keimanan seseorang terhadap Allah. Anak sudah akan mulai memahami sedikit demi sedikit konsekuensi apa saja yang akan ia dapatkan ketika melakukan hal yang baik atau buruk. Dalam cara mendidik anak dalam Islam sebaiknya lebih dahulu memperkenalkan konsep surga dan pahala pada anak, diharapkan konsep ini akan berkesan mendalam dan menjadikan anak-anak bersemangat dalam melakukan kebaikan.
Sebuah hadist yang menjadi rujukan cara mendidik anak fase Tamyiz menurut Islam adalah sebagai berikut “Bila anak telah berusia tujuh tahun perintahkanlah dia untuk melaksanakan shalat dan saat berusia 10 tahun maka pukullah bila dia meninggalkannya”. (HR. Daud)
Pada fase ini juga konsekuensi fisik dapat diberikan pada anak jika ia tidak melaksanakan kewajibannya, seperti yang ada dalam hadist di atas.
Tugas perkembangan fase Tamyiz sebagai berikut :
1.Memiliki pengetahuan tenang bagaimana menjalin hubungan dengan Allah.
2.Memiliki kemampuan untuk melakukan ibadah mahdhah (ibadah yang terstandarisasi) kepada Allah.
3.Memiliki kemampuan untuk melakukan ibadah ghairu mahdhah (ibadah bebas)
5.Tahap Amrad (10-15 tahun)
Jika tahap Tamyiz mempersiapkan seseorang menjadi ‘abdullah (hamba Allah) maka selanjutnya memasuki fase Amrad yaitu fase dimana seseorang dipersiapkan menjadi khalifah (wakil Allah) di bumi. Seorang khalifah yang menyebarkan kebaikan dan mencegah keburukan (‘amar ma’ruf nahi mungkar)
Karena fase ini adalah persiaan seseorang menjadi khalifah (wakil Allah) maka hal dasar yang harusdiajarkan adalah kesadaran tanggung jawab terhadap semua makhluk, karena manusia lah yang menjadi wakil Allah yang akan mengatur, menjaga, mengolah semua yang ada di bumi ini. Seperti Nabi Muhammad SAW, sejak umur 12 tahun beliau terlibat dalam perang fijar yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy, beliau berperan dalam kelancaran pasokan senjata bagi pasukan yang berperang.
Cara menumbuhkan rasa tanggung jawab pada anak yaitu anak diberikan wawasan dan pengetahuan dasar tentang makhluk hidup atau makhluk mati dan bagaimana memperlakukan mereka dengan baik. Selain tanggung jawab yang harus ditumbuhkan pada saat ini yaitu penguasaan atas keterampilan, dimana untuk mepersiapkan anak ketika dewasa menjadi orang yang memiliki keterampilan dalam bekerja dan menjadi mandiri. Seperti Nabi Muhammad Saw, beliau sejak berumur 12 tahun sudah diajak berdagang oleh pamannya, dengan berdagang beliau belajar untuk mengatur keuangan, adil, berkomunikasi dengan orang lain, dan lain sebagainya.
Pada fase ini juga anak mulai mencari identitas dirinya, ia berusaha mengenal fisik dan psikologisnya untuk dapat mengenali diri dan mengembangkan diri. Secara intelektual pada usi ini anak sudah mampu berfikir abstrak, mulai dapat diajarkan ilmu logika, fisika, filsafat dan astronomi.
Tugas perkembangan manusia pada fase Amrad:
1.Memiliki kesadaran tentang tanggung jawab terhadap semua makhluk
2.Memiliki wawasan atau pengetahuan yang memadai tentang makhluk hidup.
3.Memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis dalam bidang tertentu (bidang yang memiliki manfaat dalam kehidupan bersama manuusia).
4.Memiliki kemampuan memahami diri sendiri.
5.Memilihara dan membangkan kekuatan dan kesehatan fisik.
6.Memiliki kemampuan mengontrol dan mengembangkan diri sendiri.
7.Memiliki kemampuan menjalin relasi dengan sesame manusia.
8.Memiliki kemampuan menjalin relasi dengan makhluk fisik (tumbuhan, biantang, makhluk mati).
9.Membebaskan diri dari pengaruh makhluk gaib (jin, setan, iblis).
6.Tahap Taklif (15-40 tahun)
Pada tahap ini manusia sudah dianggap dewasa, ia sudah terkena kewajiban untuk menjadi ’abdullah (hamba allah) dan khalifah (pemimpin) yang baik. Kemandirian yang disiapkan pada tahap amrad diharapkan dapat menjadi bekal seseorang menjadi pemimpin yang multisolusi, memahami berbagai masalah, dan memiliki kemampuan bertindak dan pemimpin yang dapat diandalkan. Dan bekal yang telah disipakan pada tahap tamyiz diharapkan menjadikan ia sebagai seseorang yang taat pada Allah.
Menurut at-Taftazani adalah fase ini dimana seseorang telah dapat menjalankan hukum, naik yang perintah atau larangan. Seluruh perilaku harus dipertanggungjwabkan sebagai pahala dan dosa. Al ghazali menyebutnya sebagai fase ’aqilfase dimana tingkat intelektual seseorang sudah mencapai puncak, ia telah mampu membedakan yang baik dan buruk, benar dan salah. Pada usia ini juga seseorang dapat menjalankan tugas menjalin relasi dengan sesama, salah satu yang penting adalahmenikah. Persiapan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya diharapkan mampu menjadikan seseorang mampu menjalankan perintah menikah dan berkeluarga.
Tugas perkembangan manusia pada fase Taklif :
1.Memiliki pengetahuan tentang bagaimana menjalin hubungan dengan Allah.
2.Memiliki kemampuan untuk melakukan ibadah ghairu mahdhah Iibadah bebas).
3.Memiliki kesadaran tentang tanggung jawab terhadap semua makhluk.
4.Memiliki wawasan atau pengetahuan yang memadai tentang makhluk hidup.
5.Memiliki pengetahuan dan keterampilan bebas teknis dalam bidang tertentu (bidang yang memiliki manfaat dalam kehidupan bersama manusia).
6.Memiliki kemampuan memahami diri sendiri.
7.Memelihara dan mengembangkan kekuatan dan kesehatan fisik.
8.Memiliki kemampuan mengontrol dan mengembangkan diri sendiri.
9.Memiliki kemampuan menjalin relasi dengan makhluk fisik lain (tumbuhan, binatang, makhluk mati).
10.Membebaskan diri dari pengaruh makhluk gaib.
7.Tahap Futuh (40 keatas)
Tahap ini adalah tahap dimana seseorang mengalami kecerahan batin dan memperoleh futuh (keterbukaan hal-hal yang spiritual), atau dapat dikatakan sebagai kematangan spiritual. Contoh dalam kematangan spiritualitas pada umur 40 tahun ini adalah Rasulullah, beliau diangkat menjadi rasul ketika berumur 40 tahun. Beliau memaksimalkan potensi hati, aql, dan qalbunya untuk dekat dengan Allah sekaligus bagaimana memahami kondisi masyarkat disekitarnya.
Ia dapat memahami realitas alam semesta, semuanya tersingkap, sehingga hati, qalbu, dan akal pikriannya dapat memahami realitas. Ketika seseorang telah mencapai tahap ini, ia mulai sadar bahwa kesalihan terbaik bukan hanya dinikmati untuk diri sendiri tetapi oleh orang lain juga. Salah satu ciri fase futuh yaitu semakin kokohnya kekuatan untuk bertindak amar ma’ruf nahi mungkar.
Pada tahap ini secara keseluruhan kemampuan manusia berada pada tingkat tinggi untuk teraktualisasi, yaitu semakin matangnya kemampuan berfikir, kognitif, dan emosi, ia lebih bijaksana dengan pengetahuan yang dimilikinya. Al-Ghazali menyebut fase ini sebagai fase awliya’ wa anbiya’ dimana seseorang dituntut berperilaku seperti kekasih dan nabi Allah
Pada tahap ini juga dibahas tentang tahap lansia, yaitu sekitar usia 60-70 tahun, pada usia ini terjadi penurunan hampir di semua aspek fisik maupun psikis, pada usia ini seseorang lebih rentan terkena penyakit, tenaga berkurang, kemampuan melihat berkurang, mengalami delirium, Alzheimer, dll. Manusia pada awalnya dilahirkan sebagai bayi yang lemah kemudian semakin berkembang menjadi manusia yang kuat (masa remaja dan dewasa) dan kembali menjadi lemah yaitu fase lansia.
Seperti dalam firman Allah QS. Al-Ruum: 54 yang artinya “Allah, dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendakinya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
8.Tahap pascakematian
Kehidupan manusia pascakematian ada tiga yaitu alam barzah, hari kiamat, dan kehidupan di surga/neraka. Di jelaskan dalam beberapa hadis mengenai kondisi penghuni surga yaitu memiliki tinggi seperti nabi adam, 60 hasta keatas, tidak ada aktivitas ekskresi (pembuangan), semua penghuni surge memiliki sifat yang baik.
KESIMPULAN
Mempelajari psikologi perkembangan islami salah satu hal yang penting bagaimana memahami perkembangan manusia secara keseluruhan yaitu sejak pra-natal, pasca natal (0-2 tahun), kanak-kanak (2-7 tahun), tamyiz (7-10 tahun), amrad (7-15 tahun), taklif (15-40 tahun), dan pascakematian. Kita sebagai seorang muslim harus meyakini bahwa adanya kehidupan manusia setelah meninggal, hal inilah yang akan membedakan psikologi perkembangan menurut Barat dan Islam. Hal yang membedakan lagi yaitu pentingnya membahas aspek spiritualitas dalam perkembembangan manusia kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan tidak hanya lingkungan dan hereditas tetapi ada yang lebih dominan yaitu ketentuan Allah swt.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Aliah B. Purwakania. 2008. Psikologi perkembangan islami: menyikapi rentang kehidupan manusia dari prakelahiran hingga pascakematian. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Mujib, Abdul .2007.Kepribadian dalam psikologi islam. Jakarta: RajaGrafindo
Persada
Nashori, Fuad 2003. Potensi-potensi manusia: Seri psikologi islami. Yogyakarta:
Pustaka pelajar
Fuad Nashori, 2003, Potensi-potensi manusia: Seri psikologi islami, Yogyakarta: Pustaka pelajar, hal129
Ibid, hal 38
Aliah B. Purwakania Hasan, 2008, Psikologi perkembangan islami: menyikapi rentang kehidupan manusiadari prakelahiran hingga pascakematian, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal 74
Ibid, hal 76-87
Fuad Nashori, 2003, Potensi-potensi manusia: Seri psikologi islami, Yogyakarta: Pustaka pelajar, hal135-145
Abdul Mujib, 2007, Kepribadian dalam psikologi islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal 400
Ibid , hal 401
Fuad Nashori, 2003, Potensi-potensi manusia: Seri psikologi islami, Yogyakarta: Pustaka pelajar, hal hal 147-148
Abdul Mujib, 2007, Kepribadian dalam psikologi islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal 402
Ibid, hal 150
Fuad Nashori, 2003, Potensi-potensi manusia: Seri psikologi islami, Yogyakarta: Pustaka pelajar, hal151
Ibid, hal. 153
Abdul Mujib, 2007, Kepribadian dalam psikologi islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal 403
Ibid, hal 403
Fuad Nashori, 2003, Potensi-potensi manusia: Seri psikologi islami, Yogyakarta: Pustaka pelajar, ha, hal 157
Abdul Mujib, 2007, Kepribadian dalam psikologi islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal 406
Aliah B. Purwakania Hasan, 2008, Psikologi perkembangan islami: menyikapi rentang kehidupan manusiadari prakelahiran hingga pascakematian, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal 117
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H