Mohon tunggu...
Nava Dwi Elyu Sururin
Nava Dwi Elyu Sururin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jember.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekonomi Politik Internasional: Liberalisasi dalam Strategi Kebangkitan Ekonomi

15 Maret 2024   11:39 Diperbarui: 29 Maret 2024   14:23 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada dasarnya liberalisme adalah suatu keyakinan yang mana negara harus menjauhkan diri dari campur tangan orang lain. Liberalisme ekonomi memang dasarnya memiliki prinsip kebebasan pribadi, kepemilikan pribadi, dan terbatasnya campur tangan dari pemerintah. Istilah "liberalisme" harus dipahami dalam konteks historisnya. Dalam hal ini lebih menekankan kebebasan dari peraturan pemerintah. Dalam konteks ekonomi, hal ini mencakup penghapusan pembatasan terhadap pilihan pekerjaan atau pengalihan lahan.

Liberalisme menegaskan bahwa kepentingan pribadi adalah komponen dasar sifat manusia. Di bidang ekonomi, produsen memberi kita barang bukan karena mereka peduli terhadap kesejahteraan kita, akan tetapi hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan keuntungan. Hal tersebut juga berlaku pada para pekerja yang menjual tenaganya kemudian membeli barang dari produsen untuk memuaskan keinginannya. Hal ini mengarah pada keyakinan akan keselarasan kepentingan yang alami. Dengan setiap individu mengejar kepentingannya sendiri, kepentingan terbaik masyarakat akan terlayani. Kekuatan ekonomi pasar kompetitif bebas akan memandu produksi, pertukaran, dan distribusi dengan cara yang tidak dapat diperbaiki oleh pemerintah mana pun. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam hal ini hanya dibatasi pada melindungi hak milik, menegakkan kontrak penyediaan barang publik, dan menjaga keamanan internal dan eskternal.

Selain itu, Liberalisme juga menawarkan adanya pasar bebas (free trade) yang dapat membuat negara-negara di dunia ini melakukan kerjasama. Dalam hal ini tidak hanya dapat dilakukan oleh negara saja. Akan tetapi dapat dilakukan oleh aktor-aktor non negara seperti NGO, MNC, atau bisa juga dari perorangan. Liberalisme ini juga ada sebagai upaya untuk membatasi kekuasaan negara agar individu bisa mendapatkan kebebasannya. Namun bukan berarti liberalisme ini tidak membutuhkan negara dalam melakukan sesuatu. Liberalisme tetap membutuhkan peran negara sebagai sumber kekuatannya untuk melakukan suatu hal karena liberalisme sendiri pada dasarnya tidak menentang otoritas. Dalam hal ini, negara dibutuhkan untuk memastikan jalannya kebebasan dalam persaingan di pasar tanpa adanya monopoli. Karena jika monopoli terjadi maka dapat terus berkembang dan nantinya akan mengancam kebebasan.

Kebebasan ekonomi dinilai menjadi cara yang paling baik untuk menyelesaikan permasalahan kebebasan dengan menciptakan kemakmuran yang memungkinkan banyak orang untuk mendapatkan kebutuhannya dan melakukan kerjasama untuk memperoleh keuntungan. Dalam hubungan kerjasama yang dibangun tentunya terdapat kompetisi. Sehingga ada persaingan terbuka yang dapat mendorong pemenuhan kebutuhan oleh produsen. Dalam hal ini juga terdapat cara untuk menarik minat pembeli dengan memberikan harga menarik untuk membedakan penawaran.

Kebangkitan Ekonomi China

China adalah negara yang cukup terpandang dimata negara lain karena pertumbuhan ekonominya. Apalagi pertumbuhan ekonomi China baru-baru ini sangat meningkat dengan cepat. Setelah melakukan kesepakatan dengan WTO, China mulai fokus kedalam kesepakatan perdagangan regional. Perdagangan regional ini digunakan China sebagai prioritas untuk memasarkan produk dalam negeri secara lebih luas. Dalam hal ini, China telah melakukan empat perjanjian kerjasama yaitu China-ASEAN, China-Chile, China-Pakistan, dan China-Selandia Baru. Kerjasama yang dilakukan oleh China ini merupakan kerjasama yang dilakukan dengan kawasan di luar Asia Timur. Dengan adanya peningkatan hubungan kerjasama di luar kawasan ini dapat membuat China dapat menikmati manisnya liberalisasi global. China berhasil melakukan kerjasama perdagangan dan memperluas wilayah ekspansi ekonomi melalui Belt and Road Initiative.

Sebagai negara yang menerapkan kebijakan terbuka (open door policy), pertumbuhan GDP China hampir mendekati angka 10%. Angka ekspor yang dilakukan oleh China juga membuat negara ini menjadi negara eksportir terbesar di dunia. Liberalisasi ekonomi di China ini ditempuh melalui jalan perluasan partisipasinya ditingkat WTO dan regional. China melakukan kerjasama regional (Regional Trade Agreements), TPP (Trans Pacific Partnership) dan TTIP (Translatic Trade and Invesment Partnership). Kebijakan ekonomi yang dilakukan China inilah yang membuat negara ini meningkat pertumbuhan ekonominya dan mendapatkan kesejahteraan dalam negeri.

China telah meningkatkan target ekspor dunia mendekati angka yang telah dicapai oleh Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman sejak tahun 2000. Pangsa pasar produk China ditingkat dunia juga terus meningkat dan China juga menjadi negara terbesar kedua dalam hal impor bahan produksi dalam kegiatan impor dunia. Pencapaian yang dialami oleh China ini membuat pemerintah menurunkan hambatan tarif dan non-tarif sesuai dengan komitmen terhadap Konsesnsus Washington. Keterlibatan China dengan organisasi perdagangan Internasional (WTO) setidaknya berhasil dalam hal memengaruhi intervensi negara terhadap pasar. Meski begitu, pemerintah China juga tetap memiliki kendali dalam hal stabilitas dan transparansi. Pemerintah china juga mempunyai kendali atas tersedianya informasi penting perdagangan ekspor dan impor, namun hal ini dilakukan dengan tetap mempertahankan sektor strategis nasional.

Dalam melaksanakan komitmennya dengan WTO, pemerintah China melakukan penurunan hambaran non-tarif dengan menetapkan semua batas tarif rata-rata. Penurunan hambatan ini berdampak pada investasi luar negeri. Banyak yang memandang China berupaya untuk meningkatkan surplus produksi. Padahal produksi manufaktur yang dilakukan oleh China tidak diarahkan pada pencapaian hal tersebut, akan tetapi difokuskan pada kompetisi nilai produk pada bidang ekspor dengan mulai melakukan penekanan biaya produksi hingga distribusi. Pengurangan hambatan non-tarif yang dilakukan oleh China juga mendorong investor luar negeri untuk mengalirkan modalnya ke China. China juga melakukan pengurangan distorsi terhadap industri dan harga komoditas produksi untuk dapat mencapai tujuannya dalam mendapatkan keunggulan komparatif dalam segi harga pasar yang diinginkannya. Dominasi pasar ini sering dianggap sebagai hal yang dapat melemahkan peran negara. Akan tetapi, China dinilai mampu untuk membagi mana sektor yang harus meminimalisir peran pemerintah dan mana sektor yang memerlukan intervensi strategi pemerintah.

Penggunaan Belt and Road Initiative yang pertama kali diperkenalkan oleh Xi Jinping juga merupakan salah satu kunci dari kebangkitan ekonomi China. Dalam hal ini, China mengusulkan adanya Sabuk Ekonomi Jalur Sutra (The Silk Road Economic Belt) yang bertujuan untuk menciptakan sebuah koneksi darat dengan negara yang berada di Kawasan Eropa Barat. BRI tidak hanya digunakan untuk membuka jalur sutra, akan tetapi digunakan juga untuk memperluas rute China dengan membuka jaringan kereta api baru, pelabuhan, jaringan listrik dan pipa di berbagai negara. Presiden Xi Jinping mengusahakan BRI untuk digunakan sebagai sarana memacu pembangunan dan integrasi ekonomi dunia.

Program BRI seperti jalur sutra yang tujuannya untuk melakukan perdagangan internasional melalui jalur darat dan laut. Dalam hal ini, Djankof & Minner mengatakan bahwa "the Ancient Silk Road had no national Boundaries". Hal ini berarti bahwa BRI tidak mempertimbangkan batas-batas negara. Dalam hal ini juga bisa diartikan bahwa China berusaha mengubah musuh menjadi teman dan berusaha menaklukan dengan cara mencari perhatian. China berpandangan bahwa BRI tidak hanya baik untuk negaranya tetapi juga untuk dunia. Hal inilah yang membuat China terus meyakinkan dan mengajak masyarakat dunia untuk ikut berpartisipasi dan menyukseskan BRI.

REFERENSI
Yoga Suharman, Sugiarto Pramono. 2021. Strategi Kebangkitan Ekonomi Tiongkok dan Pendekatan Long Cycle Transisi Kekuasaan Politik Dunia.


Johni Robert. 2019. Kebangkitan China melalui Belt an Road Initiative dan (Re)kontruksi Hubungan Internasional dalam Sistem Westphalia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun