Mengemudi menjadi sebuah aktivitas untuk melepaskan rasa jenuh maupun setres bagi beberapa orang. Menikmati perjalanan sambil mendengarkan musik yang menenangkan merupakan sesuatu hal yang tidak bisa diragukan lagi kenikmatannya. Apalagi jika sedang mengemudi di daerah yang memiliki pemandangan alam indah. Rasanya, tak perlu mencari pengalihan lain untuk menyembuhkan otak dari kemuakan rutinitas.Â
Namun, akhir-akhir ini sedang heboh peraturan baru bahwa pengemudi tidak boleh mendengarkan musik selama perjalanan. Alasannya yaitu mengganggu konsentrasi mengemudi.Â
Tulisan ini saya buat bukan karena ingin menyalahkan satu pihak maupun asal sambat. Saya hanya ingin berbagi pemikiran saja. Serta pengalaman, tentunya. Sudut pandangnya yakni dari pengemudi (mobil dan motor) wanita yang masih berusia 20-an. Masih memiliki emosi yang labil, dengan skill mengemudi yang lumayan bisa dibanggakan.
Kembali pada konsentrasi mengemudi, saya sangat tidak setuju bahwa musik dikatakan mengganggu pengendara saat menghadapi jalanan yang seringkali membuat emosi tersebut. Malah saya merasa dengan lagu-lagu yang mengalun tersebut, emosi pengemudi menjadi lebih stabil.Â
Apalagi jika sedang mengendarai mobil, terkadang kemacetan membuat pengemudinya menjadi tidak sabaran. Lalu berakhir ugal-ugalan dan melanggar peraturan lalu lintas. Kecepatan mereka menjadi memuncak saat jalanan menjadi sedikit longgar. Tanpa memutar musik, mereka hanya akan membuat rusuh jalanan. Karena apa? Karena tidak sabar dan emosi. Mereka merasa waktu berjalan sangat lambat dan membosankan. Bahkan terkadang mereka menjadi mengantuk karena kemacetan yang parah.Â
Kalau ada yang menikmati kemacetan di dalam mobil, itu berarti sama dengan saya. Saya suka berlama-lama di jalanan. Mendengarkan radio maupun musik yang saya sukai. Saya tidak merasa bosan dan menikmati hal tersebut di dalam kota. Kalau sedang pergi ke pinggir kota, saya pun lebih suka mencari jalur terjauh sambil melihat pemandangan, serta menikmati musik sebagai backsongnya.
Jadi, intinya, tidak semua orang bisa menerima peraturan baru tersebut, bukan. Ada yang membutuhkan musik untuk mengontrol emosinya di jalan, ada pula yang digunakan untuk menikmati perjalanan seperti saya. Ada pula yang membutuhkan musik agar sepasang kekasih tidak saling berdebat setelah perjalan panjang. Atau saat-saat ketika sekumpulan gadis hangout dan bergossip heboh, lebih baik didengarkan musik agar tidak sampai mengganggu pengemudinya.Â
Kami butuh musik. Kami butuh teman yang selalu membuat sadar bahwa kamisedang berada di jalan raya. Membawa mobil maupun motor dengan atau tanpa penumpang. Kami butuh menikmati sensasi perjalanan kami. Karena tidak semua orang suka pergi ke klub maupun konser untuk menghilangkan rasa penatnya.Â
Kalau tentang merokok, maaf saya sangat menyetujuinya. Karena jika merokok di jalan itu bukan hanya asap yang membuat pening pengemudi lain, namun api-api kecilnya juga dapat membuat luka yang menyakitkan. Sudahlah, daripada merokok, mending ngemut permen di jalan. Ah, saya tidak peduli kalau masalah ini. Saya hanya peduli dengan peraturan musiknya. Bukan karena saya tidak merokok, tapi karena saya pun merasa dirugikan dengan para perokok yang mengemudi ini.
Tolong, jangan membuat keputusan seperti itu. Kami masih mendengar klakson dan fokus pada jalanan, kok! Bukan berarti kita akan berdansa jika menyetel lagu. Lagipula, sekeras-kerasnya musik, kita takkan mengungguli speaker KC di pertunjukkan musik. InsyaAllah masih aman.Â
Oiya, satu lagi. Bagi pengendara motor, karena tidak boleh membaca maps di hape yang dikaitkan dekat dengan setir, maka biasanya mereka memakai headset agar tidak nyasar. Namun kalau pada akhirnya ditilang juga... apa gunanya? Kasihan kami para manusia buta arah. Teknologi sudah berbaik hati membantu kami. Lalu jika tidak dipakai, mubazir.Â
Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H