Mohon tunggu...
Naura Zahrani Purti
Naura Zahrani Purti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

A journalist student who like anime and history!

Selanjutnya

Tutup

Bandung Pilihan

Hidup sebagai ODHA: Antara Stigma, Diskriminasi, dan Harapan di Kota Bandung

12 Desember 2024   14:01 Diperbarui: 12 Desember 2024   14:01 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana rasanya hidup seperti hantu di tengah keramaian? ODHA sering merasa demikian. Terlihat, tapi tidak dihiraukan. Ada, tapi diabaikan. Di tengah stigma diskriminasi yang membelenggu, mereka harus terus berjuang untuk hidup tanpa bayang-bayang ketakutan.

Berdasarkan survei UNAIDS tahun 2023, diperkirakan sekitar 570 ribu orang di Indonesia mengidap HIV. Sementara itu, Perwakilan Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), Tuti Sugiarti, melaporkan bahwa hingga akhir tahun 2023, terdapat 6.128 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang terdata memiliki KTP Kota Bandung.

"...dari tahun 1991, ketika kasus pertama HIV terdeteksi, hingga Desember 2023, tercatat ada 6.128 ODHA dengan KTP Kota Bandung...," 

jelas Tuti ketika ditemui di kantor KPA Bandung pada Kamis (14/11) siang lalu. 

Data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) menunjukkan bahwa dari tahun 1991 hingga 2023, kelompok usia 20-29 tahun menjadi kelompok usia yang paling rentan, dengan kontribusi sebesar 44,97% terhadap total kasus. Sementara itu, survei UNAIDS (2023) melaporkan penurunan persentase kasus infeksi HIV di Indonesia sejak tahun 2010. Namun, ironisnya, angka kematian akibat AIDS justru meningkat sebesar 85% dalam periode yang sama.

Oleh karena itu, upaya penanggulangan dan pengendalian penyebaran HIV/AIDS menjadi sangat krusial. Sayangnya, upaya ini terkendala oleh stigma negatif dan diskriminasi terhadap ODHA. Dilansir dari antaranews.com, banyak masyarakat enggan berdekatan dengan ODHA, menolak menggunakan toilet bersama, berada di ruangan yang sama, atau sekadar berbincang dengan pengidap HIV/AIDS karena takut akan penularan. Diskriminasi semacam ini terjadi di berbagai lingkungan, termasuk tempat kerja, keluarga, hingga layanan kesehatan.

Hidup Sebagai ODHA di Kota Bandung

Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA juga marak terjadi di Kota Bandung, seperti yang diungkapkan oleh Arif Gunawan, Program Manager Female Plus, dalam wawancara bersama kami pada Jumat (11/10).  Female Plus sendiri merupakan salah satu LSM yang bergerak di bidang penanggulangan HIV/AIDS di Kota Bandung. Berdasarkan wawancara tersebut, diketahui bahwa diskriminasi terhadap ODHA terjadi di berbagai aspek kehidupan sosial mereka. 

Arif menjabarkan bahwa diskriminasi terhadap ODHA terjadi secara meluas, mulai dari lingkungan kerja, keluarga, hingga akses terhadap layanan kesehatan. Di dunia kerja, ODHA seringkali menjadi sasaran perlakuan tidak adil, seperti dibuat tidak nyaman hingga akhirnya resign secara pribadi. Bahkan ada kasus di mana ODHA langsung dipecat begitu status positifnya diketahui melalui tes massal di tempat kerjanya. 

Ironisnya, lingkungan keluarga yang seharusnya menjadi tempat perlindungan justru menjadi sumber stigma dan diskriminasi juga bagi banyak ODHA. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang HIV/AIDS menyebabkan keluarga seringkali merespons dengan penolakan dan pengucilan. Hal ini tercermin dari pengalaman Bibih dan Rian (nama samaran), dua orang ODHA yang kami wawancarai pada Kamis (5/12). Keduanya masih enggan untuk mengungkapkan status mereka kepada keluarga karena takut akan reaksi negatif dari keluarga mereka.

Diskriminasi yang paling mencolok terjadi dalam sektor kesehatan, di mana ODHA yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus karena kondisi kesehatan mereka yang rentan malah cenderung diabaikan. Contohnya, ibu hamil dengan HIV yang seharusnya melahirkan secara caesar justru dipaksa melahirkan normal. Bibih (23) dan Rian (23) juga mengalami diskriminasi dalam mengakses layanan kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun