Mohon tunggu...
Naurah Syahirah Aurelia
Naurah Syahirah Aurelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa D4 Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Student at Politeknik STIA LAN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Resmi Ditetapkan, Aturan Baru 2024 Beli Gas LPG 3 Kg Harus Pakai KTP?

25 Maret 2024   14:11 Diperbarui: 25 Maret 2024   14:40 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebijakan baru pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan pembelian LPG 3 kg wajib menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pernyataan tersebut sejalan dengan keputusan Menteri ESDM No 37.K/MG.01/MEM.M/2023 Tentang Petunjuk Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran. Keputusan tersebut merupakan hasil peninjauan dari isu distribusi subsidi yang tidak tepat sasaran.

Lantas, bagaimana mekanismenya? Dokumen KTP dan Kartu Keluarga (KK) menjadi berkas utama yang harus dibawa. Konsumen dapat mendatangi pangkalan resmi atau penyalur gas LPG terdekat dengan membawa dokumen tersebut. Kemudian, konsumen akan didaftarkan ke sistem oleh petugas. Untuk konsumen dari usaha mikro diperkenankan membawa foto pada saat berada di usaha mikronya. Apabila konsumen sudah terdaftar, maka pembelian berikutnya hanya dengan menyebutkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) saja. Meskipun demikian, memang pemerintah tidak memberi batasan pembelian gas LPG 3 kg tersebut.

Lalu, apakah kebijakan tersebut dinilai efektif? Peraturan tersebut baru diimplementasikan pada awal tahun 2024. Langkah ini bertujuan untuk mengatasi masalah subsidi gas LPG yang tidak tepat sasaran. Mengingat di Indonesia masih banyak produk subsidi yang dinikmati oleh masyarakat kategori mampu. Namun, langkah ini juga belum sepenuhnya dapat dikatakan efektif. Selain daripada baru diimplementasikan, peraturan ini juga masih banyak keterbatasan yang dihadapi. Salah satunya terkait akses menuju pangkalan resmi atau penyalur gas LPG yang tidak semua masyarakat di wilayah tertentu dapat menjangkaunya. Kemudian, pendaftaran sistem melalui internet menjadi hambatan bagi wilayah yang tidak mendapatkan sinyal. Serta, penyebaran informasi terkait aturan baru ini mungkin belum merata ke semua kalangan. Menimbang hal tersebut, hal ini menjadi tantangan bagi masyarakat menengah ke bawah.

Di dalam skenario peraturan tersebut, kemungkinan pendaftaran dan pembelian hanya bisa dilakukan di tempat pangkalan atau distributor resmi. Tentu hal ini akan sulit bagi masyarakat yang hanya bisa menjangkau gas LPG di tempat penjualan usaha kecil. Selain itu terkait sosialisasi program, pemerintah membuat skema secara bertahap di tiap-tiap provinsi. Tentu saja dalam sosialisasi tersebut harus diiringi dengan pengawasan. Kegiatan sosialisasi harus masif dan dipastikan bahwa masyarakat menerima serta memahami informasi tersebut. Sistem pendataan masyarakat menengah ke bawah menjadi wujud transformasi penyaluran subsidi melalui digitalisasi proses administrasi. Dengan demikian, pemerintah juga harus menjamin seluruh wilayah di Indonesia telah mendapatkan akses internet guna kelancaraan sistem pendataan.

Penggunaan KTP sebagai syarat administrasi pendaftaran untuk pembelian LPG 3 kg mengingatkan kita pada mekanisme subsidi BBM. Pada tahun 2022, konsumen BBM subsidi harus mendaftar ke website atau aplikasi yang nantinya sebagai syarat pembelian BBM tersebut. Berdasarkan survei LSI, pada tahun 2022 masyarakat di dominasi ketidaksetujuan terhadap kebijakan penggunaan aplikasi untuk membeli BBM subsidi. Alih-alih subsidi BBM tepat sasaran, justru terdapat keterbatasan akses gadget dan internet. Tidak semua masyarakat memiliki internet maupun gadget sebagai alat penunjang pembelian. Selain itu, masyarakat Indonesia juga masih perlu pembenahan dalam wawasan teknologi. Masyarakat terutama yang berumur akan lebih sulit beradaptasi dengan teknologi. Jika demikian hal itu terjadi, maka kebijakan tersebut akan sulit mencapai efektifitas dalam implementasinya.

Upaya yang dilakukan pemerintah dan swasta dalam membenahi distribusi subsidi agar tepat sasaran sudah bijak. Namun, menggunakan skema digitalisasi proses administrasi tidak akan berjalan dengan baik jika aksesibilitas dan wawasan masyarakat terhadap teknologi masih rendah. Dikhawatirkan proses administrasi digital tersebut nantinya hanya akan menjadi formalitas pendataan bukan instrumen dari syarat pembelian. Dan masalah terkait distribusi subsidi yang tidak tepat sasaran akan terus menjadi isu yang ada di masyarakat. Untuk itu, dalam upaya transformasi digital harus diimbangi dengan ketersediaan sarana prasarana yang merata serta kesiapan sumber daya manusianya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun