Di Surabaya, aksi begal telah menjadi isu serius yang semakin meresahkan, terutama menjelang musim mahasiswa baru. Kota yang dikenal sebagai pusat pendidikan ini kini harus berhadapan dengan kenyataan bahwa jalanan tidak lagi seaman dulu. Mahasiswa, khususnya yang baru datang, menjadi target empuk bagi para pelaku kejahatan. Berbagai laporan menunjukkan bahwa aksi begal sering terjadi di sekitar kampus dan kawasan yang ramai dikunjungi mahasiswa, menciptakan kekhawatiran yang mendalam di kalangan masyarakat.
Kasus-Kasus TerkiniÂ
  Salah satu insiden yang paling mencolok terjadi di Jalan Pogot Baru, di mana seorang pelaku begal ditangkap setelah mengaku telah beraksi di sembilan lokasi berbeda. Tindakan ini menunjukkan bahwa jaringan kejahatan ini terorganisir dan sering melibatkan lebih dari satu pelaku. Penangkapan ini tidak hanya memberikan harapan bagi korban, tetapi juga mengingatkan kita bahwa perlu adanya langkahlangkah pencegahan yang lebih efektif dari pihak berwenang. Â
  Di sisi lain, modus operandi yang digunakan oleh pelaku juga semakin beragam dan berani. Di Medokan Semampir, misalnya, pelaku berpura-pura meminta dorongan motor, kemudian mengancam korban dengan senjata tajam. Metode ini jelas menunjukkan bahwa para pelaku tidak segan-segan untuk menggunakan kekerasan demi mencapai tujuan mereka. Selain itu, baru-baru ini, seorang mahasiswi ITS menjadi korban begal bersenjata yang semakin menyoroti betapa rentannya mahasiswa baru di lingkungan yang belum mereka kenal. Kejadian ini tidak hanya menyoroti masalah keamanan fisik tetapi juga dampak psikologis yang dirasakan oleh para korban.
Dampak Sosial dan Psikologis
  Maraknya aksi begal ini memiliki dampak yang luas, tidak hanya bagi para korban, tetapi juga bagi masyarakat sekitar. Rasa ketidakamanan yang meningkat dapat mengubah perilaku dan rutinitas harian warga. Mahasiswa yang seharusnya bisa fokus pada studi dan adaptasi di lingkungan baru, terpaksa harus memikirkan strategi untuk menjaga diri saat beraktivitas di luar kampus. Beberapa mahasiswa melaporkan rasa takut yang berlebihan ketika harus berjalan sendirian, terutama pada malam hari. Â
  Dampak psikologis dari pengalaman ini juga signifikan. Ketakutan untuk keluar dapat mengisolasi mahasiswa dari aktivitas sosial dan membatasi pengalaman mereka selama di kota. Mahasiswa yang seharusnya terlibat dalam organisasi, kegiatan kampus, atau bersosialisasi dengan teman-teman, justru merasa terpaksa untuk menghindari situasi-situasi tertentu. Ketidaknyamanan ini dapat mengganggu proses pembelajaran dan perkembangan sosial mereka.
Tanggung Jawab Bersama
  Penting untuk menyadari bahwa keamanan di jalanan adalah tanggung jawab bersama. Pihak kampus, pemerintah, dan masyarakat harus bersinergi dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi mahasiswa baru. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah meningkatkan pengawasan di area yang rawan kejahatan. Penambahan patroli polisi dan penggunaan teknologi seperti kamera CCTV di lokasilokasi strategis dapat menjadi langkah awal yang baik. Â
  Selain itu, penting untuk mengadakan kampanye kesadaran tentang keamanan. Pihak kampus bisa menggelar seminar atau workshop yang menyasar mahasiswa baru, dengan fokus pada bagaimana menghindari situasi berbahaya, mengenali modus-modus penipuan, dan memberikan informasi tentang saluran pelaporan ketika mereka menghadapi masalah.
Solusi dan Program Keamanan